Mubadalah.id – Hai. Namaku Hani. Aku gadis berusia 20 tahun. Aku punya banyak kekurangan. Tapi juga dianugerahi hal-hal yang menakjubkan. Dari salah satu hal menakjubkan yang kumiliki adalah… Aku terlahir kembar! Ya. Kembar. Bayangkan! Indah sekali, bukan? Di dunia ini, aku terkandung di dalam rahim Ibuku bersama seseorang lain. Saudariku yang sangat kusayangi. Kita berbagi banyak hal sejak masih janin. Hingga kini, kami juga suka berbagi banyak sekali hal. Makanan, uang jajan, hingga pinjam-meminjam baju.
Ya meski baju kita saat kecil selalu kembar, tapi saat sudah SMA, kita mulai memilah-milah baju sendiri. Saudariku, oh ya namanya Hana. Ia lahir beberapa menit sebelum diriku, menyukai model baju yang feminin, kebanyakan dress, dan semua warnanya serba pastel. Pink, ungu muda, peach. Warna yang cerah seperti wajahnya yang selalu ceria. Aku punya kesukaan yang berbeda. Aku menyukai pakaian yang casual dan sporty. Karena aku butuh pakaian yang simple dan tidak ribet, yang bisa mengakomodasi hobiku berlari.
Bayangan orang-orang tentang anak kembar selalu sama, menganggap kami memiliki kesamaan dalam segala hal. Padahal itu tidak benar. Aku dan Hana memang punya beberapa kesamaan, kita berdua suka makan nasi goreng, misal. Tapi soal selera berpakaian, hobi dan cita-cita, kami berbeda. Bahkan bisa dibilang kontras. Aku suka lagu-lagu Barat. Dia suka lagu-lagu Korea. Dia seorang Army.
Jika kau masuk ke kamarnya, kau akan menemukan poster, photocard, lightstick, hingga mug dan pernak-pernik pin dan bros yang bergambar Tae Hyung dan kawan-kawannya. Kalau kau masuk kamarku, kau hanya akan disuguhkan satu potret wajah Einstein dan wajah Slash yang ketutupan rambut sedang memetik gitarnya. Itu sudah menunjukkan seleraku, bukan?
Kehidupan Saudara Kembar
Kehidupan sebagai saudara kembar hampir bisa dikatakan seperti dua sisi mata uang. Saling terikat namun memiliki tampilan sisi yang berbeda. Dan begitulah nasib kami memang berbeda. Baiklah, mari kuceritakan perbedaan kami. Perbedaan yang menjadi salah satu episode paling canggung dalam lembaran kisah persaudaraan kami.
Kak Hana. Dia kakakku yang lahir lima belas menit sebelum aku terlahir. Memiliki mata yang lentik, hidung mancung, bibir ranum. Sungguh wajah yang cantik, bahkan saking cantiknya, saat ia berpose jelekpun akan tetap kelihatan cantik. Kulitnya putih halus bak pualam. Dia memiliki kesempurnaan fisik. Sungguh menakjubkan. Dan aku… Ya, aku seperti inilah. Tidak cantik, jauh dari Hana. Mataku agak besar—untuk tidak mengatakan menonjol, hidungku pesek, wajahku benar-benar sangat berbeda dan kulitku legam.
Ini sungguh aneh karena kami dikandung dan lahir bersama. Ini sungguh mengerikan karena kami tidak memiliki kesamaan secara fisik. Seolah aku datang dari planet lain dan masuk ke rahim Ibu sebagai alien. Hal inilah. Awalnya kami tidak ambil pusing, karena saat masih kanak-kanak, aku masih cukup putih dan wajah kami belum terlalu kentara perbedaannya.
Lagipula, kami masih kanak-kanak, yang kami pikirkan hanya bermain dan bersenang-senang. Kami tak memiliki pikiran buruk dan prasangka. Betapa menyenangkan menjadi anak-anak! Tulus dan murni.
Periode itu tidak berlangsung lama. Setelah masuk SD dan kami mulai menunjukkan perbedaan yang signifikan, kami mulai mendengar tetangga dan saudara membandingkan kami berdua. Awalnya aku dan Hana tak terlalu ambil pusing. Kita main saja seperti biasa. Namun saat SMP, saat kami remaja, saat kami mulai terkoloni dan berkelompok dengan teman-teman yang memiliki kecenderungan yang sama, semua menjadi semakin jelas dan memiliki dampak.
Kami Punya Pesona Perempuan yang Berbeda
Orang-orang selalu melemparkan pujian pada Hana karena dia cantik. Dan menatap sinis padaku karena aku lebih seperti bayangan gelapnya ketimbang saudaranya. Menyakitkan. Dari sana, aku mulai menarik diri. Berkubang di lab dan perpustakaan saat ada kesempatan.
Aku menyukai matematika dan fisika. Mengerjakan soal-soal dan berkubang dengan rumus-rumus membuatku merasa nyaman. Jika lelah, aku hanya akan berlari belasan kali mengitari lapangan agar tubuhku berkeringat. Dan… karena dengan berlari, aku merasa seperti terbang bebas, tak ada beban apapun.
Hana menghabiskan masa SMP dan SMA untuk belajar make up, seperti umumnya gadis cantik yang dianugerahi paras menawan. Mereka akan tertarik pada hal-hal yang ada hubungannya dengan tampang. Karena orang-orang setiap hari memuji masalah wajah, maka di alam bawah sadar tertanam bahwa wajah mereka berharga, mereka akan mengurus wajah lebih intens dari hal lainnya.
Seperti yang biasa kukatakan pada diri sendiri, sebuah mantra yang kutemukan dari salah satu buku lusuh di perpustakaan. “Jika Tuhan melebihkan seseorang di satu hal, pasti Dia akan mengurangkan di hal lain”. Itu terjadi pada kami. Aku tidak terlalu cantik, betul. Tapi aku cukup pintar hingga bisa mewakili sekolahku mengikuti Olimpiade Sains. Sedang Hana, dia bahkan tidak masuk dalam peringkat sepuluh besar di kelas. Dan dia terlihat baik-baik saja. Aku juga baik-baik saja. Kami sibuk mengurusi hobi kami masing-masing.
Teguran Seorang Teman Menyadarkan Kami
Sampai tiba suatu hari, saat kami duduk-duduk berdua di basement kampus saat kami sudah memasuki bangku kuliah dua tahun lalu. Seorang teman datang dan mengajak kita mengobrol. Kami bercakap-cakap asik sambil berjalan hingga di depan gedung fakultas. Saat aku hendak pergi menuju fakultasku—ah ya fakultasku dan Hana berbeda, namun masih dalam kompleks yang sama. Teman kami nyeletuk:
“Adeknya punya banyak mantan, tapi kakaknya tidak punya satupun.”
Aku dan Hana awalnya biasa saja bahkan menjawab ucapan teman kami dengan kelakar candaan. Namun teman tersebut menambahkan beberapa teori konspirasi yang tajam, sehingga saat tiba waktunya kami berdua saja, Hana menangis sejadi-jadinya.
“Ini tidak adil. Aku jauh lebih cantik darimu, kenapa semua laki-laki menjauhiku. Kau mengambil semua peruntungan dan pesona perempuanku.” Ucap Hana dengan tangis sesenggukan.
Aku terperanjat dan membeku. Awalnya aku tak pernah berpikir jauh ke sana. Karena aku melihat Hana baik-baik saja tak pernah memiliki pacar. Karena dia sibuk mengurus kanal youtube dan akun medsosnya yang sudah memiliki subscribers dan viewers ratusan ribu dari tutorial rias wajah yang ia miliki. Aku berkesimpulan dia sibuk.
Tapi kali ini aku tersadar. Berpikir dalam-dalam. Benar selama dua puluh tahun kami hidup. Aku sudah punya belasan mantan. Hana tak memiliki satupun. Ini bukan tentang perlombaan mengoleksi mantan, tapi tentang kepercayaan diri, penghargaan dan pesona perempuan. Hana merasa tidak berarti.
Akhirnya untuk beberapa saat hubungan kami menjadi renggang. Kami bahkan malas berbicara satu sama lain selama beberapa hari. Hana menganggapku mengambil semua nasib baiknya dalam percintaan. Aku merasa pendapat tersebut sangat tidak masuk akal dan tidak berdasar.
Percaya, Setiap Perempuan Memiliki Pesonanya Sendiri
Hana sangat cantik, kecantikan dan pesona perempuan semacam itu bisa digunakan untuk mendapatkan siapapun yang ia inginkan. Namun faktanya dia tak pernah menjalin hubungan percintaan dengan siapapun. Di saat aku telah mengalami banyak patah hati sampai kebanting-banting, dia tak pernah sekalipun merasakan pedihnya air mata akibat mencintai dan dicintai.
Baiklah. Jika aku di posisinya akupun akan marah. Tapi berada di posisiku juga tak mudah. Akulah yang selama ini mendapat cacian paling banyak karena tidak cantik. Segala macam julukan buruk aku yang pegang. Itik buruk rupa? Tentu saja.
Jika kami berjalan bersama, semua mata laki-laki akan menatap pada Hana dan mengabaikanku. Aku juga merasa sakit di momen seperti itu. Semua senior dan idola di kampus mendekati Hana saat ada acara-acara organisasi. Jika bukan karena sedikit kepintaranku di pelajaran, pastilah aku menjadi orang buangan. Tapi kemegahan wajah, dan pesonan perempuan Hana ternyata tak berlangsung lama gemerlapnya.
Jika sebuah acara sudah berjalan satu jam, akan banyak laki-laki yang duduk di sekitarku. Kami mengobrol, membahas bola, bercanda dan tertawa sampai terpingkal-pingkal. Dan di ujung acara, Hana akan mendapatkan banyak tawaran foto bersama. Sementara aku hanya mendapat high five dan senyuman. Tapi esoknya, aku pasti akan mendapat ajakan kencan dari salah satu orang yang ada di acara semalam.
Dunia memang gila. Aku saja merasa kaget pada diri sendiri. Dengan tampang memprihatinkan seperti ini. Aku bisa menjadi manusia paling bucin dan mampu mematahkan hati banyak laki-laki di saat bersamaan. Apa benar pesona Hana sudah kuambil semua? Ini adalah pikiran jahat. Semarah-marahnya aku pada Hana, rasa sayangku padanya lebih besar.
Baiklah. Akhirnya setelah bicara baik-baik, aku dan Hana memutuskan untuk melakukan sesuatu. Aku tidak percaya dengan konsep perebutan aura dan pesona perempuan. Aku yakin setiap perempuan punya pesonanya sendiri. Kita hanya perlu membuka kuncinya, bukan? Agar pesona perempuan itu memancar…
Besok kami ada pertemuan dengan psikolog di klinik psikiatri kampus kami. Aku ingin menguraikan masalah kami hingga ke akar-akarnya. Tidak ingin Hana menyalahkan dirinya sendiri, dan ia marah padaku lagi. Aku ingin melihat dia bahagia. Utuh dengan segara kekurangan dan kelebihan yang ia miliki, sebagaimana adanya. []