Mubadalah.id – Jika merujuk perspektif kesalingan tentang tauhid sosial, maka perspektif ini menegaskan tentang kesetaraan, keadilan, kasih sayang, dan penghormatan kemanusiaan.
Dalam napas yang sama, seperti dinyatakan oleh Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah (w. 751/1350), ketentuan-ketentuan tatanan ajaran dan hukum Islam bertujuan mewujudkan empat pilar nilai keadilan (al-‘adl), kearifan (al-hikmah), kasih sayang (al-rahmah), dan kemaslahatan (al-mashlahah).
Keempat pilar ini menjadi inspirasi dasar bagi rumusan kaidah-kaidah fiqh dan menjadi jangkar untuk perumusan secara detail ajaran dan pengembangan hukum dalam Islam.
Beberapa di antara kaidah fiqh, misalnya, adalah kaidah “al-dhararu yuzalu (semua hal yang merugikan orang haruslah dihilangkan)” dan “dar’u al-mafasid muqaddamun ‘ala jalbi al-mashalih (mencegah kerusakan/bahaya didahulukan daripada mengambil kemaslahatan)”.
Keempat pilar ajaran dan hukum Islam ini, menurut hemat saya, adalah juga merupakan akar inspirasi perspektif kesalingan dalam relasi laki-laki dan perempuan.
Satu sama lain harus bersikap ramah dan memanusiakan, tidak mendiskreditkan, tidak menganggap rendah, dan tidak menghegemoni, serta tidak melakukan kekerasan dan segala bentuk kezhaliman.
Meniscayakan Kesetaraan
Dengan demikian, perspektif kesalingan ini sangat meniscayakan kesetaraan dan keadilan dalam berelasi antara laki-laki dan perempuan. Serta mendorong hadirnya kerja sama yang partisipatif, adil, dan memberi manfaat kepada keduanya tanpa diskriminasi.
Ruang publik tidak seharusnya hanya oleh dan untuk laki-laki. Ruang domestik pun tidak hanya kita bebankan kepada atau perempuan kuasai.
Partisipasi di publik dan domestik harus kita buka secara luas kepada laki-laki dan perempuan secara adil. Sekalipun bisa jadi dengan cara, model, dan pilihan yang berbedabeda.
Dalam situasi yang masih timpang dan diskriminatif terhadap perempuan, perspektif kesalingan bisa saja menuntut agar ruang publik kita buka lebih lebar lagi bagi perempuan. Dan laki-laki ikut untuk berpartisipasi lebih aktif lagi dalam ranah domestik.
Ini untuk memastikan penghormatan kemanusiaan benar nyata hadir dalam dua ranah tersebut. Ini juga sekaligus untuk memastikan hadirnya prinsip-prinsip taawun (saling menolong), dan tahabub (saling mencintai).
Kemudian, tasyawur (saling memberi pendapat), taradhin (saling rela). Serta ta’ashur bil ma’ruf (saling memperlakukan secara baik) dalam relasi laki-laki dan perempuan, baik di ranah domestik maupun publik. []