Mubadalah.id – Menjadi narasumber tema penguatan hak-hak disabilitas perspektif Trilogi KUPI pada kegiatan Mubadalah Goes to Community Tasikmalaya di Kampus Universitas Islam KH Ruhiat (UNIK) Cipasung menjadi kecemasan serta tantangan bagi saya. Cemas karena khawatir tidak dapat menyampaikan materi dengan baik. Namun menjadi tantangan karena sebagai narasumber, maka harus belajar mendalam terkait perspektif Trilogi KUPI yang diterapkan dalam pemenuhan hak-hak disabilitas.
Menyusun materi sejak dua minggu sebelum kegiatan dengan mengacu pada tiga buku yaitu Metodologi Fatwa KUPI dan Qira’ah Mubadalah karya KH Faqihuddin AK. Selain itu Nalar Kritis Muslimah karya Bu Nyai Nur Rofiah.
Lalu mencari bahan dari kupipedia.id dan menemukan rubrik kupibilitas yang memuat link Ngaji Rain bersama Dr Nur Rofiah Bil Uzm, “Mainstreaming Keadilan Hakiki Bagi Difabel” yang termuat di Mubadalah.id. Selanjutnya berselancar ke youtube dan menemukan Ngaji Rain bersama Dr Nur Rofiah tersebut.
Perspektif Trilogi KUPI yaitu Ma’ruf dari Bu Nyai Badriyah Fayumi, Mubadalah dari Kiai Faqihuddin AK dan Keadilan Hakiki dari Bu Nyai Nur Rofiah. Khususnya mubadalah dan keadilan hakiki awalnya digunakan untuk membaca relasi laki-laki dan perempuan. Sementara dalam hal pemenuhan hak-hak kaum difabel maka relasinya adalah difabel dan non difabel.
Selama ini cara pandang yang terjadi pada relasi difabel dan non difabel adalah tidak mengakui kemanusiaannya, atau mengakui namun tidak penuh. Memandang kemanusiaan difabel secara rendah atau lebih rendah dari pada non difabel.
Dominasi non difabel di berbagai sendi kehidupan menunjukkan bahwa sistem pengetahuan di berbagai disiplin ilmu termasuk ilmu agama telah terbangun dan berkembang melalui pengalaman, perspektif, sudut pandang dan kepentingan non difabel. Sehingga tidak atau belum menyertakan kepentingan difabel.
Konsep Ma’ruf
Perspektif Trilogi KUPI mulai dari konsep ma’ruf oleh Ibu Nyai Hj Badriyah Fayumi. Beliau mengenalkannya untuk menyelesaikan problem-problem sosio-teologis umat Islam terkait isu relasi sosial. Terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan, anak dan kaum minoritas (termasuk disabilitas). Ma’ruf ialah segala sesuatu yang mengandung nilai kebaikan, kebenaran dan kepantasan yang sesuai dengan syari’at, akal sehat, dan pandangan umum suatu masyarakat.
Konsep ma’ruf menjadi pendekatan dalam dialektika teks Al-Qur’an dan konteks yang berdasar pada realitas. Yakni dengan menemukan nilai-nilai kebaikan yang kita sepakati, kita terima, kita amalkan dan menjadi acuan suatu masyarakat. Selain itu tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat Islam.
Dalam konteks difabel dan non difabel maka perumusan keagamaan harus memegang tujuan ma’ruf. Yaitu kebaikan untuk kedua belah pihak, bukan baik menurut non difabel aja tetapi juga baik untuk difabel.
Perspektif Mubadalah
Lalu Perspektif Trilogi KUPI berikutnya Mubadalah. Ini adalah bentuk kesalingan dan kerjasama antara kedua belah pihak yang memiliki arti saling mengganti, saling mengubah, saling menukar satu sama lain. Selain sebagai tawaran dalam relasi rumah tangga antara suami istri ataupun relasi dengan berbagai pihak lain.
Penggunaan istilah mubadalah juga bisa menjadi metode interpretasi terhadap teks-teks sumber Islam yang mengharuskan laki-laki dan perempuan sebagai subyek yang setara. Keduanya tersapa oleh teks dan harus tercakup dalam makna yang terkandung dalam teks.
Dalam konteks relasi difabel dan non difabel maka teks-teks Islam mengharuskan difable dan non difable sebagai subyek yang setara. Di mana keduanya disapa oleh teks dan merupakan bagian kandungan teks.
Jika mendasarkan pada metode mubadalah, maka premis-premisnya sebagai berikut: 1) Islam hadir untuk difabel dan non difabel sehingga teks-teksnya juga harus menyasar keduanya. 2) Bahwa prinsip relasi antara keduanya adalah kerjasama dan kesalingan, bukan hegemoni dan kekuasaan.
Maka kerjasama yang ingin kita hadirkan adalah mewujudkan kemaslahatan untuk difabel dan non difabel. Saling memahami, saling menolong, tidak ada yang menguasai dan yang dikuasai. 3) Teks-teks Islam terbuka untuk kita maknai ulang agar memungkinkan kedua premis sebelumnya tercermin dalam setiap kerja interpretasi
Perspektif Keadilan Hakiki
Terakhir Perspektif Trilogi KUPI yaitu keadilan hakiki, rumusan keagamaan harus mendasarkan pada cara pandang antara lain;
Pertama, Difabel sebagai subjek penuh kehidupan. Manusia baik difabel dan non difabel tersebut sebagai khalifah fil ardl, keduanya menerima tanggung jawab sebagai umat Allah untuk melaksanakan ajarannya dan menjauhi larangannya.
Dalam memaknai surat al-Hujurat ayat 13 bahwa laki laki (difabel dan non difabel) serta perempuan (difabel dan non difabel) setara di hadapan Tuhan. Maka seluruh rumusan keagamaan harus menempatkan secara setara antara difabel dan non difabel.
Kedua, Difabel sebagai manusia seutuhnya. Difabel bukan hanya makhluk fisik saja tapi juga sebagai makhluk intelektual dan spiritual. Mendudukkan difablel sebagai manusia seutuhnya bukan karena fisiknya yang mengalami kekurangan sehingga memandang rendah dan tidak kita pandang sebagai manusia seutuhnya.
Maka harus menafsirkan ulang teks keagamaan yang memiliki perspektif keadilan hakiki sehingga menghadirkan kemaslahatan bagi keduanya (difabel dan non difabel)
Ketiga, tafsir harus memperhatikan semua makhluk hidup tanpa melihat kondisi fisik semata, dengan catatan; harus membaca ayat secara utuh, mencari ayat keberpihakan pada difabel. Tidak menggangap rendah difabel. Memperhatikan semua makhluk hidup tanpa melihat kondisi fisik, dan suara difabel harus kita dengar.
Keempat, Menggunakan Lensa Keadilan Hakiki. Dalam perumusan keagamaan harus memperhatikan kondisi khas secara fisik difabel.
Kondisi sosial difabel seperti stigma cacat. Marginalisasi seperti fasilitas umum yang tidak aksessible sehingga sulit mendapat kerja dan mengenyam pendidikan. Subordinasi seperti dianggap lebih rendah atau tidak mampu. Beban ganda atau beban berlebih bagi difable karena keterbatasannya dengan stigma, mendapat perlakuan tidak manusiawi, fasilitas tidak aksessible sehingga semakin membuat bebannya bertambah. []












































