• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Pesona Akhlak Nabi Meluluhkan Hati Sayyidah Khadijah yang Suci

Sayyidah Khadijah bertemu dengan baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, seorang pria gagah yang pesona wajah dan akhlaknya mampu meredam hati para pendendam, mendinginkan amarah sang pembawa belati, dan mengubahnya menjadi mega cinta yang tak termakan usia

Ahmad Dirgahayu Hidayat Ahmad Dirgahayu Hidayat
22/06/2022
in Hikmah
0
Pesona Akhlak Nabi

Pesona Akhlak Nabi

233
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Apa yang hendak kata saat cinta berucap lain. Urusan hati sungguh tak bisa kita paksa. Orang-orang bisa saja memaksa kita melakukan sesuatu, dan kita mungkin bisa melakukannya. Tapi tidak dengan cinta. Seseorang tak dapat memaksa untuk mencintai dan untuk dicintai. Sehingga tepat statement Mbah Sujiwo Tejo, “Engkau bisa saja menentukan akan menikah dengan siapa, tapi engkau tak bisa menentukan cintamu untuk siapa”.

Sebab, mencintai dan menikahi adalah dua hal yang jauh berbeda. Menikah adalah pekerjaan yang lebih terbuka. Ia bisa kita jalani walau terpaksa. Berbeda dengan mencintai, ia lebih eksklusif. Kalaupun engkau mampu menikahi atau dinikahi seribu pasangan yang mencintaimu belum tentu kau bisa mencintai seluruhnya. Inilah keistimewaan Nabi. Melalui pesona akhlak Nabi, mampu meluluhkan hati Sayyidah Khadijah yang suci

Kondisi inilah yang saat itu Sayyidah Khadijah alami. Dari sekian banyak pria keren, kaya raya, dan berpangkat tinggi yang melamarnya, tak satu pun ia terima. Semua tertolak mentah-mentah. Hati sang perempuan tangguh itu tak tergerak walau sekejap. Namun pesona Akhlak Nabi, telah menambat hatinya.

Sepeninggal suami keduanya-entah yang bernama Abu Halah Hindun atau Atiq bin ‘Aidz, mengingat tak ada keterangan yang tegas menyebutkan siapa suami pertama dan kedua Khadijah-tercatat cukup lama ia sebagai khaliyyah (perempuan tanpa suami). Sepanjang masa itu juga ia berusaha menepis rayuan dan menolak lamaran.

Pesona Akhlak Nabi Meluluhkan Hati

Sampai akhirnya Sayyidah Khadijah bertemu dengan baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, seorang pria gagah yang pesona wajah dan akhlaknya mampu meredam hati para pendendam, mendinginkan amarah sang pembawa belati, dan mengubahnya menjadi mega cinta yang tak termakan usia.

Baca Juga:

Di hadapan Ribuan Jamaah Salat Tarawih di Masjid Istiqlal, Nyai Badriyah Jelaskan Peran Perempuan dalam Sejarah Islam

Dunia Sayyidah Khadijah

Islam dan Stigma Negatif Terhadap Penyandang Disabilitas

Membincangkan Sejarah Muslim Tionghoa dalam Penyebaran Islam di Nusantara

Sayyidah Khadijah memang sangat girang tatkala menyambut kedatangan baginda Nabi dari Negeri Syam (saat ini mencakup Suriah, Lebanon, Yordania dan Palestina) bersama Maisarah dalam sebuah misi dagang. Ia tak henti-hentinya memuji keberhasilan Nabi yang pergi membawa barang dagangan, dan pulang membawa keuntungan.

Sayyidah Khadijah menatap Nabi dengan pandangan sarat pemuliaan dan penghormatan. Namun, bukan itu semata yang membuat Khadijah terpana. Jauh sebelumnya ia telah menyimpan rasa walau mungkin tak sebesar kala itu.

Apa yang disampaikan al-Ghazali ihwal kaidah cinta dalam Ihya’ Ulumiddin (juz 4, hal. 298) tak bisa kita klaim salah, hanya saja tak sepenuhnya sesuai dengan kisah cinta Khadijah. Statemant al-Ghazali yang berbunyi, Wa qadd jubilat al-qulubu ila hubbi man ahsana ilaiha wa bugdhi man asa’a ilaiha (Hati seluruh makhluk itu terdesain untuk mencintai siapapun yang berbuat baik kepadanya, dan membenci siapapun yang jahat terhadapnya), berlaku bagi masyarakat umum.

Dan, Khadijah tidak masuk di sana. Sebab, ia telah mencintai Rasulullah sebelum mereka menjadi partner kerja dan menghasilkan banyak keuntungan. Karenanya, kebaikan pesona akhlak Nabi hanya menambahkan, bukan menumbuhkan.

Sayyid Muhammad al-Maliki dalam al-Busyra (hal. 14) mengatakan;

وأثّرت شخصيته فيها كلّ التأثير فأكّنت له في نفسها عظيم التقدير

Artinya, “Pesona kepribadian baginda Nabi sangat dahsyat mengguncang relung Khadijah, dalam hatinya tersimpan cinta yang tak sederhana.”

Kisah Maisarah tentang Pesona Akhlak Nabi

Lebih-lebih saat Maisarah berkisah banyak hal terkait keistimewaan pesona akhlak Nabi kepada majikannya, Sayyidah Khadijah. Mulai dari awan putih yang setia menaungi di tengah siang yang bersih tak berawan, tentang kesaksian seorang pendeta, juga seekor unta yang tiba-tiba jinak, dan ihwal jarak yang terlipat sehingga kejauhan terasa begitu dekat, sampai-sampai tentang kerikil dan bebatuan yang tampak seketika menjadi lunak kala Nabi pijak, usia dikisahkan Maisarah dalam sekali nafas.

Sayyidah Khadijah pun terperangah tak lumrah, nyaris tak dapat berucap. Sebab ia mendengar itu dari orang yang menyaksikan langsung, bukan kabar angin yang tak jelas asal sumbernya. Terlebih lagi saat tarikan nafas kedua, Maisarah panjang lebar kembali mendedah ingatannya, berkisah tentang keindahan jejak yang ditoreh putra Abdullah selama di Syam.

Bagaimana pesona akhlak Nabi yang memukau rasa, interaksi sosialnya yang membelalakkan mata, serta ucapannya yang selalu jujur dan dapat terpercaya, semakin membuat Sayyidah Khadijah resah tak karuan. Ia seolah telah menyimpan rasa yang sangat besar itu selama ribuan tahun.

Padahal rasa itu bertuan kepada orang yang baru ia kenal. Sungguh, rasa yang super aneh dan asing. Tak pernah ia menyimpan rasa sebegitu besar walau kepada orang yang ia kenal sejak dalam kandungan.

Dan lagi, yang tak kalah aneh bahkan mungkin membuat Sayyidah Khadijah tersenyum seorang diri, walau harus kembali mengernyitkan dahi, yaitu saat terlintas tentang keputusannya yang baru kemarin sore menolak banyak lamaran, sekarang malah dirinya yang ingin segera melamar. Saya sendiri tak habis pikir seberapa besar cinta dan kerinduan yang Allah tancapkan dalam kalbu Sayyidah Khadijah.

Akhirul kalam, setinggi apapun sastra yang kita gunakan untuk menulis tentang kisah cinta Sayyidah Khadijah dan Rasulullah, tetap takkan sempurna merekam jejak mereka. Sebab, Rasulullah adalah al-Qur’an sedang Sayyidah Khadijah adalah kertas, tinta dan pena. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab. []

Tags: Ahlul BaytAkhlak Nabiistri nabiSayyidah KhadijahSejarah Islam
Ahmad Dirgahayu Hidayat

Ahmad Dirgahayu Hidayat

Ahmad Dirgahayu Hidayat, alumnus Ma’had Aly Situbondo, dan pendiri Komunitas Lingkar Ngaji Lesehan (Letih-Semangat Demi Hak Perempuan) di Lombok, NTB.

Terkait Posts

Surah Al-Ankabut Ayat 60

Refleksi Surah Al-Ankabut Ayat 60: Menepis Kekhawatiran Rezeki

28 Mei 2025
Etika Sosial Perempuan 'Iddah

Etika Sosial Perempuan dalam Masa ‘Iddah

28 Mei 2025
Kehidupan

Fondasi Kehidupan Rumah Tangga

27 Mei 2025
Sharing Properti

Sharing Properti: Gagasan yang Berikan Pemihakan Kepada Perempuan

27 Mei 2025
Meneladani Noble Silence

Meneladani Noble Silence dalam Kisah Bunda Maria dan Sayyida Maryam menurut Al-Kitab dan Al-Qur’an

24 Mei 2025
ihdâd

Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum

24 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jilbab

    Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID