Mubadalah.id – Pola relasi suami istri yang ideal menurut al-Qur’an adalah pola relasi yang didasarkan pada mu’asyarah bi al-ma’ruf (pergaulan suami istri yang baik) QS. an-Nisa ayat 19.
Lalu sakinah, mawaddah wa rahmah (ketenteraman, cinta dan kasih sayang) QS. ar-Rum ayat 21. Kemudian keseimbangan hak dan kewajiban QS. al-Baqarah ayat 228.
Ayat-ayat ini memberikan pengertian bahwa Tuhan menghendaki perkawinan dan relasi suami-istri berjalan dalam pola interaksi yang harmonis. Termasuk suasana hati yang damai, serta keseimbangan hak dan kewajiban.
Dengan kata lain dapatlah kita katakan bahwa mu’asyarah bil-ma’ruf, sakinah mawaddah wa rahmah dan keseimbangan hak dan kewajiban merupakan landasan moral yang harus menjadi acuan dalam semua hal yang menyangkut hubungan suami istri.
Pada tataran implementasi perintah al-Qur’an ini telah Nabi Muhammad SAW praktikkan. Dalam sebuah hadis Aisyah ra menjelaskan perilaku simpatik Nabi ketika sedang bersama istrinya di rumah. Aisyah menuturkan:
عن الأسود قال: سألت عائشة ما كان النبي صلى الله عليه وسلم يصنع في بيته؟، قالت: كان يكون في مهنة أهله –تعني خدمة أهله- فإذا حضرت الصلاة خرج إلى الصلاة. (رواه البخاري)
Artinya: Dari Al-Aswad berkata: Saya bertanya kepada Aisyah r.a., “Apa yang dilakukan Nabi SAW di rumahnya?”, Aisyah menjawab, “Beliau berada dalam tugas keluarganya (istrinya) –yakni membantu pekerjaan istrinya-, sampai ketika tiba waktu shalat beliau keluar untuk shalat.” (HR Bukhari).
Dalam riwayat Imam Ahmad, Aisyah merinci pekerjaan Nabi ketika di rumah. Beliau menjahit baju dan sandal, memerah susu kambing, melayaninya sendiri. Serta melakukan pekerjaan rumah yang umumnya laki-laki lakukan.
Riwayat-riwayat ini menjadi bukti bahwa sebagai pemimpin besar Nabi tidak ragu mengerjakan tugas-tugas domestik yang sering mendapatkan stereotipe sebagai pekerjaan perempuan.
Ibnu Hajar al-Asqallani menggarisbawahi hadis ini mengandung motivasi kepada para suami untuk bersikap rendah hati (tawadhu’), tidak arogan, dan mau membantu pekerjaan-pekerjaan istri/keluarga.
Kemudian, perhatian terhadap keluarga menurut ajaran Nabi adalah suatu hal yang memiliki nilai tinggi. Ibadah kepada Tuhan tidak boleh membuat orang lalai kepada keluarganya. Sebaliknya, berbuat baik kepada keluarga akan memperbesar pahala orang yang taat beribadah. []