Mubadalah.id – Berbeda dengan Indonesia yang sudah sangat familiar dengan beragam perayaan agama, termasuk Natal, di Irak peringatan hari kelahiran Yesus adalah satu hal baru dan tidak semua warga mengetahuinya. Sebagai kelompok minoritas, Kaum Nasrani zaman dulu lebih memilih merayakannya dalam hening, serta menghabiskan banyak waktu berdoa dan berkumpul bersama keluarga.
Namun, 6 tahun terakhir, beberapa pemeluk Kristiani mencoba untuk merayakan Natal lebih terbuka. Salah satunya dengan memasang pohon natal di depan rumah, seperti yang dilakukan oleh Kholoud Khardoum. Perempuan yang tinggal di Irak Selatan ini mengaku bahwa awalnya ia iseng saja membuat pohon natal imitasi dari plastik yang ditaruh di depan rumahnya dan menaruh beberapa kado untuk dihadiahkan kepada sanak keluarga.
Tindakan sederhana tersebut kemudian justru membuat tetangga mereka tertarik untuk datang melihat. Anak-anak pun mulai berdatangan dan terkagum-kagum akan pohon natal replika yang Kholoud punya. Mereka yang dulu bersuka cita saat Natal dengan tertutup, kini jauh lebih bebas dan mayoritas tetangga mereka turut berbahagia. Bahkan untuk menghormati para murid yang merayakan Natal, suatu sekolah di Irak Selatan menaruh pohon natal dan menghiasnya agar anak-anak bisa memahami bahwa siswa minoritas Nasrani sedang merayakan hari besar mereka.
Di Bethlehem, Natal ketika pandemi membuat mereka lebih memilih untuk semakin dekat dengan keluarga dibanding hari-hari sebelumnya. Mengamini kondisi yang dialami para warganya, Walikota Bethlehem menyampaikan bahwa, “meski corona membuat Natal di sini tak semeriah biasanya terutama karena kunjungan wisatawan berkurang drastis, namun kami akan menghadapi masa depan dengan jauh lebih optimis.”
Padahal ketika corona belum menerpa, ribuan peziarah asing biasanya berduyun-duyun ke Bethlehem untuk perayaan kelahiran Kristus. Tetapi sekarang disebabkan oleh penutupan bandara internasional Israel untuk turis asing, bersamaan dengan pembatasan Palestina yang melarang perjalanan antar kota di daerah yang mereka kelola di Tepi Barat yang diduduki Israel, membuat pengunjung berpikir dua kali untuk ke sana.
Hal ini berakibat pada pergerakan warga dalam menunaikan ritual ibadah. Di malam Natal, para peziarah yang dulu punya tradisi untuk berkumpul di sekitar pohon Natal, tak bisa lagi melakukan hal sama sebab Misa Tengah Malam dibatasi untuk pendeta.
Yang menarik, Natal di Betlehem tidak hanya disambut oleh umat Kristiani, namun umat Islam yang tinggal di sana juga merasakan haru biru bahagia karena adanya parade di seluruh kota. Pawai biasanya menampilkan bagpipe yang merupakan tradisi peninggalan tentara Inggris.
Tradisi bagpipe diwarisi oleh Inggris, yang antara tahun 1920 dan 1948 menduduki Betlehem. Dalam pawai, orang-orang juga mengenakan Sinterklas dan membagikan permen. Jalan-jalan utama dan alun-alun dihiasi dengan lampu berkelap-kelip. Semua warga bersuka cita menyambut parade tersebut, tak hanya anak-anak saja. Mereka menanti pembagian permen dan makanan ringan yang bisa membuat mereka pulang tanpa tangan kosong.
Berbeda dengan Bethlehem yang memiliki sejarah keterbukaan antar umat beragama yang panjang, di Saudi Arabia, perayaan Natal secara terbuka baru bisa dilakukan dari tahun 2020 lalu. Sebelumnya, Umat Kristiani merayakannya secara tertutup dan terbatas.
Bahkan penjualan dekorasi Natal dilakukan secara underground, yang membuat hanya orang-orang tertentu saja yang dapat mengaksesnya. Salah satu residen Saudi asal Lebanon menyatakan bahwa mereka sering kali harus memesan teman yang pulang dari luar negeri untuk dibawakan ke rumah dengan diam-diam. Sebab tak mudah bagi keluarganya untuk menemukan item simbolik Natal di toko-toko umum.
Namun, kini dengan kebijakan terbaru dari Pangeran Mohammed bin Salman bin Abdulaziz, Umat Nasrani dapat menyemarakkan Natal dengan lebih meriah. Pohon natal dan ornamen berkilauan sudah banyak dijual di toko suvenir Saudi, pemandangan yang dulu tidak terpikirkan di tempat lahirnya Islam di mana semua elemen dan barang yang berkaitan dengan non-Muslim selalu dilarang diperjualbelikan.
Syukurlah, dalam beberapa tahun terakhir, penjualan dekorasi non-Muslim secara bertahap mulai merayap ke ibu kota Riyadh, sebuah pertanda bahwa Putra Mahkota ingin merealisasikan nilai-nilai Islam yang terbuka dan moderat bagi semua warga dari berbagai latar belakang agama. []