Mubadalah.id – Ramadhan sebagai bulan perdamaian adalah makna yang mendalam. Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin bisa diimplementasikan melalui pemaknaan Ramadhan sebagai bulan perdamaian. Bulan yang menentramkan.
Ramadhan menjadi salah satu bulan yang spesial bagi seluruh umat manusia, khususnya umat muslim. Kenapa demikian? Bagi umat muslim sendiri, di bulan ini kita dituntut untuk belajar mengendalikan segala bentuk hawa nafsu.
Pengendalian hawa nafsu ini yang kemudian bisa diartikan sebagai bagian dari introspeksi diri. Dimana kita diberikan ruang untuk berefleksi dan merenungkan segala bentuk kesalahan yang telah diperbuat, hingga berjanji tidak akan mengulanginya lagi di masa yang akan datang.
Ramadhan sebagai bulan perdamaian juga menjadi momen kita menyaksikan beragam potret toleransi di Indonesia. Banyak orang menunjukan berbagai aktivitas saling berbagi antar sesama. Kegiatan berbagi yang menjadi pemandangan rutin setiap Ramadhan ini dilakukan juga oleh non muslim. Mereka berbagi takjil untuk kita berbuka, berbagi sembako untuk yang kekurangan. Mereka juga mengundang kita untuk buka puasa bersama.
Diundang buka puasa bersama oleh teman non muslim adalah bagian dari puzzle hidup saya. Justru kalau tidak mendapat undangan dari mereka, rasanya ada yang kosong. Seminggu lalu, saya diundang suster salah satu biara di Bandung untuk silaturahmi sekaligus buka puasa bersama. Mengingat fenomena Covid-19 sudah mulai menurun, kita bisa mulai bertemu secara langsung.
Seperti biasa, mereka menyediakan makanan berbuka untuk saya dan teman-teman. Juga, mereka menyediakan ruang untuk kami shalat magrib dan tarawih berjamaah di salah satu sudut ruangan biara. Entah ekstrem atau tidak bagi sebagian orang mendengar kami melaksanakan shalat di biara, tapi bagi kami ini adalah bagian dari ekspresi kami dalam menunaikan perintah toleransi, yakni saling melayani, menghormati, dan menghargai.
Pesan Damai dalam Puasa
Berpuasa tidak hanya mengajarkan kita berempati kepada mereka yang kekurangan dengan menahan haus dan lapar. Lebih dari itu, puasa mengajarkan kita agar mampu menahan diri dari kebencian, kedengkian, dan kemungkaran antar sesama umat manusia.
Rasulullah mengajarkan kita bahwa puasa itu adalah salah satu amanah dari Sang Pencipta, sehingga kita perlu menunaikannya dengan sepenuh hati. Puasa sebagai amanah ini dapat dimaknai sebagai tanggung jawab kita dalam membangun perdamaian. Bisa dikatakan, puasa bagian dari latihan menghindari godaan untuk berbuat hal yang menimbulkan permusuhan. Meskipun sulit, tapi di setiap Ramadhan kita diberikan kesempatan untuk terus berlatih mengelola diri.
Mengingat berbagai kasus pertikaian atas nama agama, etnis, dan aksi teror tidak bisa dihindarkan, dengan berpuasa kita bisa ikut mendorong terciptanya perdamaian dengan berlatih menahan diri. Meski semangat berpuasa datang dari setiap individu, tapi energinya mampu memengaruhi orang di sekitar kita untuk ikut belajar mengendalikan hawa nafsunya.
Sebenarnya visi perdamaian dalam ibadah puasa mendorong kita agar menjauhi sikap permusuhan. Ajaran ini pun sejalan dengan tujuan ritual puasa agama-agama lain, yaitu sebagai salah satu jalan menuju kedamaian. Secara historis ibadah puasa menjadi tradisi agama-agama yang dipersiapkan sebagai latihan menuju jalan damai.
Dengan menjalankan ibadah puasa maka akan terbentuk the good society, sebagaimana yang disampaikan Robert N. Bellah. Yakni, masyarakat yang damai tanpa kekerasan, juga masyarakat yang penuh dengan nuansa spiritual-religius.
Sejarah Perdamaian Dunia Terjadi pada Bulan Ramadhan
Di samping mengartikan Ramadhan sebagai bulan damai dengan berbagai praktiknya, yaitu berbagi antar sesama tanpa pandang bulu serta berlatih mengelola diri agar terhindar dari sikap negatif yang merugikan, di bulan Ramadhan ini tercatat berbagai peristiwa sejarah perdamaian.
Pertama, Indonesia yang merdeka pada 17 Agustus 1945 bertepatan dengan bulan Ramadhan 1364 H. Kedua, Alquran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan. Ketiga, pembebasan Mekkah yang dikenal sebagai Fathu Makka yang terjadi pada 630 Masehi, bertepatan pada bulan Ramadhan 8 H. Peristiwa pembebasan ini terjadi saat Rasulullah bersama 10.000 pasukannya bergerak dari Madinah menuju Mekkah tanpa adanya pertumpahan darah.
Rentetan sejarah ini secara tidak langsung menandakan bahwa Ramadhan adalah bulan yang penuh rahmat dan mendorong kita bersikap saling menghargai. Di era sekarang, praktik toleransi ini bisa kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi umat muslim sendiri, menjunjung tinggi perbedaan dan perdamaian menjadi basis dalam menjalankan ritual puasa selama Ramadhan. Bagaimana penetapan awal puasa saja untuk konteks negara kita, Indonesia, berbeda-beda. Belum lagi dengan jumlah shalat tarawih, ada yang berjumlah 11 rakaat, ada juga yang 23 rakaat. Juga perayaan Idul Fitri yang berbeda pula.
Saya sendiri merasa bulan Ramadhan ini menjadi ruang bagi seluruh umat manusia mengaplikasikan sikap toleransi mereka. Di lingkungan saya, biasanya orang berdebat karena perbedaan ajaran, fiqih, pertemanan beda agama, dan lain sebagainya. Seolah perdebatan ini terhenti selama Ramadhan ini, karena orang-orang fokus berbuat kebaikan. Semoga energi baik ini tetap hadir meskipun Ramadhan telah usai.
Demikian artikel tentang Ramadhan sebagai bulan perdamaian. Semoga bermanfaat.[]