• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri, dan Menciptakan Keabadian

Menulis menjadi salah satu refleksi kita untuk meneladani keberanian pahlawan Emansipasi perempuan Indonesia, yaitu R.A Kartini

Indi Ardila Indi Ardila
30/01/2023
in Personal
0
Refleksi Menulis

Refleksi Menulis

631
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Menulis menjadi upaya awal dalam bentuk pembebasan diri. Dengan menulis kita bisa memiliki keleluasaan dalam mengembangkan pola pikir, mengekspresikan diri, dan meluapkan isi hati. Karena tulisan adalah ungkapan dari pikiran dan perasaan yang menghasilkan makna tersendiri. Tulisan yang kita hasilkan juga tentu dapat mewakili ragam hal yang bermanfaat untuk kita sampaikan atau sekedar satu tafsir atau perasaan yang sama dengan dan kepada orang lain.

Refleksi menulis juga merupakan kegiatan yang paling penting dalam kehidupan, guna menyalurkan pengetahuan yang ada dalam pikiran seseorang menjadi sebuah karya. Di mana hal ini tentu dapat mengabadikan diri kita di dalam tulisan yang kita buat. Seperti kata Bapak penyair Indonesia Pramoedya Ananta Toer “Menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Dan kalau kita mencoba menengok kembali sejarah peradaban umat manusia, terbukti melalui tulis menulis, kita dapat menikmati puncak peradaban sekelompok manusia. Pendeknya, menulis memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemindahan pengetahuan juga peradaban.

Meneladani keberanian R.A Kartini lewat menulis

Menulis menjadi salah satu refleksi kita untuk meneladani keberanian pahlawan Emansipasi perempuan Indonesia, yaitu R.A Kartini. Karena ia bukan sekadar simbol dan memorial apa yang kita tahu dan sebut sebagai “Emansipasi Perempuan”. Yakni dalam menuntut hak dan porsi yang sama terhadap laki-laki, R.A Kartini juga bukan sekadar perwujudan menentang praktik-praktik patriarki yang kuat mengakar dalam tradisi bangsa kita. Lebih dari itu, dan lebih luas lagi R.A Kartini adalah penanda sebuah jaman, yang keras dan berani melawan arus untuk sebuah tujuan “Pembebasan Dari Perbudakan” yang tidak saja mewakili suara kaum perempuan, tetapi ia juga mewakili suara kaum laki-laki.

Jika kita melihat perjalanan Sejarah Kesusastraan Indonesia, dapatlah kita katakan R.A Kartini adalah inang atau (Induk) yaitu ibu dari Sastra Indonesia. Yang sama hebatnya dengan Pramoedya Ananta Toer yang menandai satu fase baru lagi dalam dunia kesusastraan Indonesia. Yakni dengan sihirnya Humanisme sebagai bentuk penyadaran untuk laki-laki maupun perempuan akan haknya yang sama sebagai makhluk universal. Cara Kartini melawan tidak lain, dengan tulisannya, itu yang membuat ia abadi dan tetap dikenang, seperti karyanya yang sampai sekarang masih terkenal dan tak lekang oleh jaman yaitu bukunya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Buat R.A Kartini menulis merupakan bentuk identitas diri. Seperti melalui suratnya yang ia buat, ia meluapkan semua pemikirannya yang bebas terkait kondisi perempuan Jawa pada masa itu. Terutama tentang kondisi kedudukan, hak pendidikan perempuan yang tidak terpenuhi dan bahkan tentang marginalisasi perempuan. Tulisan Kartini berisi keluhan dan gugatan khususnya budaya Jawa yang dipandang sebagai penghambat atas kemajuan perempuan. Ia ingin perempuan memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar, ia menuliskan ide-idenya di surat-suratnya itu.

Baca Juga:

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Tulisan Kartini Menjadi Inspirasi

Tulisan-tulisan R.A Kartini menjadi modal utama bagi perempuan saat ini untuk berkonstribusi di bidang ekonomi, sosial, politik dan hak untuk menentukan keputusan serta berbagi peran dalam berpasangan. Tentu ini menjadi PR penting bagi kita perempuan masa kini, akankah melanjutkan perjuangan Kartini? Memang tidak semua perempuan memiliki kebebasan untuk memilih atas nasibnya sendiri, tidak mempunyai kebebasan terhadap pilihannya sendiri.

Dan R.A Kartini merupakan seorang yang beruntung lahir sebagai bangsawan dan memiliki suami seorang bupati, sehingga memungkinkan bertemu dengan perempuan-perempuan Belanda masa itu. Tetapi dari pemikiran Kartini kita bisa belajar bahwa, kesadaran diri akan keberhargaan, dan kemerdekaan terhadap diri kita di mulai dari diri sendiri bagaimana sadarnya diri kita akan semua itu, juga dari keberaniannya untuk menyuarakannya.

Dari pertemuan dengan orang Belanda itu yang kemudian membuat R.A Kartini melihat ke perempuan-perempuan Jawa di sekelilingnya, R.A Kartini mengerti bahwa pendidikan adalah hak semua orang termasuk perempuan. Dan tidak hanya akses pendidikan yang sulit untuk perempuan saat itu. Akses bekerja di luar rumah, merasa nyaman di ruang publik, tidak takut menjadi korban pelecehan, keikutsertaan dalam diskusi, dan penyampaian pendapat serta pemberian penghargaan yang sama dengan laki-laki menjadi faktor penting yang harus kita suarakan.

Jika melihat realitas saat ini, tentu perjuangan Kartini tak sia-sia. Hukum yang mengatur tentang hak warga negara mulai memberi kewajiban bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan termasuk perempuan. Meskipun belum sepenuhnya terealisasikan tetapi berkat tulisannya yang mampu membuka sisi gelapnya akan kenyataan terhadap perempuan pada masa itu, sehingga banyak perempuan yang akhirnya sadar dan menyadari pentingnya mempunyai keberanian untuk memperjuangkan hak dan kewajiban yang setara dan adil dengan laki-laki.

Menulis dan membaca dan Islam

Tak hanya menulis, membaca adalah refleksi dari adanya tulisan, membaca dan menulis adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Meskipun dengan kita membaca belum tentu menulis. Tetapi dengan menulis tentu kita akan membaca. Di dalam agama Islam menulis dan membaca mempunyai nilai ibadah, terutama menulis dan membaca hal-hal yang lebih mendekatkan diri kita kepada sang maha kuasa. Atau tulisan dan bacaan yang dapat membangun pengetahuan dalam diri, sehingga kita mampu merealisasikan Hablumminannas dengan menjadi manusia yang Khairunnas Anfauhum Linnas lewat pengetahuan kita.

Seperti dalam sejarah turunnya wahyu pertama kepada Baginda Nabi Muhammad SAW yaitu Al-Qur’an. Umat Islam umumnya memahami bahwa wahyu pertama yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah Surah Al-Alaq ayat 1-5, yang mana dalam surah tersebut mengandung perintah untuk membaca juga menulis.

Perintah membaca disebutkan dua kali dalam wahyu pertama ini , yang bunyi artinya; Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. Al-Alaq 1-5). Ini menunjukkan bahwa membaca dan menulis merupakan seruan dalam Al-Quran

Pandangan Cendikiawan Muslim Terhadap Membaca dan Menulis Dalam Surat Al-Alaq

Ziauddin Sardar, seorang cendekia muslim mengemukakan bahwa wahyu Surah Al-Alaq ayat 1 sampai dengan 5 adalah bukti kebudayaan pengetahuan ilmiah yang menjadi dasar dari masyarakat muslim. Menurut Sardar, wahyu pertama yang datang kepada Nabi Muhammad SAW di dalamnya membahas mengenai tindakan komunikasi yang membantu umat muslim dalam memproduksi pengetahuan, yakni membaca dan penggunaan alat komunikasi yang digambarkan dengan Qolam atau pena.

Kata ‘Iqra’ yang artinya bacalah mengimplikasikan ide dari kesadaran berkomunikasi, karena setiap membaca mengandaikan adanya pemahaman mengenai kata, juga sebagai wujud agar adanya kesalingan berinteraksi sesama manusia, seperti diskusi atau silaturahmi. Pena atau Qolam juga merepresentasikan ide komunikasi, yang mana pena adalah simbol bagi teknologi komunikasi yang digunakan untuk persebaran pengetahuan. Juga simbol instrumen untuk menjawab seruan Al-Quran yaitu membaca.

Maka dari itu semua, kita dapat menggarisbawahi beberapa poin. Pertama bahwa agama Islam yang melihat membaca dan menulis sebagai ibadah, sebagai instrumen diri untuk mendekatkan pada pengetahuan dan kemudian pada Tuhan. Kedua, meskipun keterampilan baca-tulis kala itu hanya sedikit dan dikuasai oleh segelintir orang, tetapi masyarakat Islam mampu tumbuh dan menggerakkan peradaban, meninggikan kemanusiaan.

Menulis Untuk Kepuasan Diri Sendiri

Dan mungkin sampai sekarang, membaca dan menulis belum menjadi kebisaan yang tumbuh dalam kebiasaan masyarakat kita. Terlebih membaca dan menulis terkesan membosankan dan terkadang tidak dapat menghasilkan nilai material. Tetapi, membaca dapat memelihara waktu dari kesia-siaan. Dan menulis dapat menciptakan keabadian.

Yang mana mendapatkan pengetahuan dan menciptakan karya dapat memberikan nilai yang lebih kepada diri.

Untuk itu, sebagai refleksi pembebasan diri dari segala isi hati, mulai menulislah tanpa memikirkan apakah orang-orang menyukainya ataukah tidak, menulislah tanpa memikirkan apakah tulisan kita tidak rancu pula tumpang tindih maknanya. Menulislah, ‘menulis saja’. Sebab menulis, yang harus pertama puas adalah diri kita sendiri, bukan orang lain. []

Tags: al-quranmenulisperempuanRA KartiniRefleksi
Indi Ardila

Indi Ardila

Bukan apa dan siapa tidak sekedar apalagi sebagai. Satu yang nyata, aku cuma seseorang yang suka melahap.

Terkait Posts

Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID