Mubadalah.id – Jika kita melakukan sesuatu yang membuat pasangan kita merasa nyaman, senang, dan bahagia, maka kita sedang “setor” dalam rekening relasi kita. Sebaliknya, jika kita berbuat sesuatu yang menyebabkan ia tersinggung, marah, dan sakit, maka kita mengurangi rekening tersebut. Salah satu ide cerdas yang aku dengar dari Mba Alissa Wahid adalah soal Rekening Relasi. Bahwa, hubungan suami-istri, atau hubungan dua pihak atau lebih, bisa diibaratkan rekening dalam bank.
Jika kita melakukan sesuatu yang membuat pasangan kita merasa nyaman, senang, dan bahagia, maka kita sedang “setor” dalam rekening relasi kita. Sebaliknya, jika kita berbuat sesuatu yang menyebabkan ia tersinggung, marah, dan sakit, maka kita mengurangi rekening tersebut.
Semakin banyak kita berbuat baik, senyum, memuji, berkata menyenangkan, melayani, mendidik, mengapresiasi, mendoakan, menunjukkan jalan, dan membahagiakan, adalah setoran yang dicatat dalam pundi rekening kita.
Setiap kita berkata kasar, marah, atau hal-hal buruk, kita lalu mengambilnya satu persatu. Jika rekening kita habis, maka ia jadi minus, dan kita akan bangkrut.
Idealnya, dalam rekening kita ada 8 yang positif berbanding 1 yang negatif. Semakin banyak yang negatif dalam rekening kita, maka relasi itu akan terancam. Jika sudah 1 positif berbanding 5 negatif, maka ia di ambang kehancuran.
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang suami mudah membenci sang istri (juga sebaliknya), karena jikapun ia menemukan sesuatu yang tidak berkenan, ia bisa menyukai (sisi) yang lain”. (Riwyat Muslim, no. 3721).
Dus, jika kita ingin memiliki hubungan yang baik dan menyenangkan, maka masing-masing kita (dalam sebuah pasangan) harus berbuat baik satu sama lain. Menyenangkan dan membahagiakan. Jika tidak, maka tidak perlu menyalahkan kodok ketika akhirnya jatuh tersungkur.