• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Relasi Saling Bukan Paling: Mendekonstruksi Kearifan Tradisi Tari Memeden Gadhu

Pertunjukan tarian tradisional Memeden Gadhu, sedikitnya, menggambarkan relasi saling kerja sama antara pihak laki-laki dan perempuan, dalam upaya menghasilkan nasi yang akan mereka konsumsi

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
16/01/2023
in Pernak-pernik
0
Perkosaan dalam Perkawinan

Perkosaan dalam Perkawinan

665
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Malam hari, pada Jum’at, 25 November 2022 silam di Lapangan Sepak Bola Bangsri, berlangsung berbagai pagelaran kesenian masyarakat. Pertunjukan itu untuk memeriahkan perhelatan KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia) II di Ponpes Hasyim Asy’ari Jepara. Salah satu kesenian masyarakat Jepara, yang menarik perhatian saya, malam itu adalah penampilan dari Komunitas Tari Desa Kepuk yang membawakan Tari Memeden Gadhu.

Tari Memeden Gadhu: Pertunjukan Relasi Saling

Memeden Gadhu berangkat dari tradisi kuno para petani di Jepara. Tepatnya di Desa Kepuk, Kec. Bangsri. Saat ini, Memeden Gadhu menjadi festival tahunan masyarakat Jepara. Tradisi ini merupakan sedekah bumi masyarakat setempat, sebagai ungkapan rasa syukur mereka kepada Tuhan yang mengeluarkan rejeki, berupa beras, dari bumi-Nya.

Layaknya pertunjukan tari tradisional Nusantara pada umumnya, yang kalau kita hayati menyimpan pesan-pesan kearifan leluhur di dalamnya. Demikian juga berlaku untuk Tari Memeden Gadhu. Di mana, salah satu pelajaran dari tari tradisional ini adalah, sebutir beras yang menjadi nasi yang kita makan, itu ada berkat kerja sama yang baik antara pihak laki-laki dan perempuan.

Pada permulaan tarian, nampak para laki-laki menggarap sawah, mulai dari mencangkul tanah, menanam padi, mengusir hama dengan orang-orangan sawah, hingga memanen padi. Kemudian, masuk para perempuan dengan membawa tapis-tapis beras, untuk melanjutkan proses mengolah beras menjadi nasi yang akan mereka konsumsi. Kedua pihak melakukannya dengan gembira. Tanpa ada penindasan pihak yang satu kepada yang lain, sebab adanya kesadaran saling bekerja sama untuk menghasilkan nasi yang keduanya butuhkan.

Pertunjukan tari tradisional yang demikian, mengajarkan kalau dalam proses menghasilkan nasi, ada pembagian peran yang berlangsung dalam masyarakat. Dalam kacamata Solidaritas Durkheim, sebagaimana penjelasan Emile Durkheim dalam The Division of Labour in Society, ini disebut sebagai solidaritas organik, yang merupakan relasi yang lahir dari kesadaran the division of labour (pembagian peran).

Baca Juga:

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Pandangannya bahwa, tidak harus sama untuk bisa solid. Melainkan juga dengan kesadaran berbeda, sehingga saling berbagi peran sesuai kapasitas perbedaan masing-masing lah solidaritas (baca: relasi saling) dapat terwujud. Pertunjukan tarian tradisional Memeden Gadhu, sedikitnya, menggambarkan relasi saling kerja sama antara pihak laki-laki dan perempuan, dalam upaya menghasilkan nasi yang akan mereka konsumsi.

Mendekonstruksi Relasi Saling

Berdasarkan kacamata gender kekinian relasi saling sejalan dengan perspektif Mubadalah, atau konsep Mubadalah merupakan relasi saling itu sendiri. Sebagaimana Faqihuddin Abdul Kodir dalam Qira’ah Mubadalah menjelaskan, kalau Mubadalah merupakan sebuah perspektif dan pemahaman dalam relasi antara dua pihak, yang mengandung nilai dan semangat kemitraan, kerja sama, kesalingan, timbal balik, dan prinsip resiprokal (berbalas-balasan).

Dalam prinsipnya, pembagian peran yang sehat itu berdasarkan relasi kerja sama dan kesalingan, bukan hegemoni dan kekuasaan. Jadi, bekerja sama to complete (untuk melengkapi), dan bukan to compete (untuk bersaing).

Dalam hal ini, kita perlu sadar bahwa ada peran yang ideal untuk laki-laki, dan ada peran yang ideal untuk perempuan. Dalam pertunjukan tari tradisional Memeden Gadhu, misalnya, pihak laki-laki kebagian peran menggarap sawah. Lalu pihak perempuan melanjutkan peran mengolah beras menjadi nasi. Tentu, dalam kehidupan nyata, pembagian peran ini bisa lebih cair dengan prinsip sepanjang peran yang diberikan tidak menindas pihak manapun.

Lantas, siapakah yang paling berjasa dalam peran-peran menghasilkan nasi? Jawabannya, tidak ada yang “paling” berjasa. Sebab peran itu menghendaki keadaan untuk “saling” berjasa, agar keduanya mendapatkan nasi. Jadi, relasinya bukan berdasarkan pada sifat “paling”, melainkan “saling”.

Relasi saling inilah, dan bukan relasi paling, yang sesungguhnya merupakan kearifan tradisi Nusantara. Tidak hanya kearifan tradisi masyarakat Jepara, melainkan juga merupakan kearifan tradisi masyarakat Nusantara yang secara umum memiliki tradisi gotong royong (baca: kerja sama). Kearifan relasi saling menjadi satu kata kunci menjalin gotong royong antara laki-laki dan perempuan. Yakni demi mewujudkan kehidupan yang baik dan adil bagi kedua pihak. (bebarengan)

Tags: BudayaKesalinganKUPI IIRelasiTari Memeden GadhuTradisi
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

amar ma’ruf

Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

1 Juli 2025
Fikih

Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

1 Juli 2025
Wahabi

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

30 Juni 2025
Beda Keyakinan

Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

30 Juni 2025
Seksualitas Perempuan

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

29 Juni 2025
Sakinah

Tafsir Sakinah

28 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID