Mubadalah.id – Pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) diharapkan dapat menjadi jalan keluar dalam mengatasi masalah kekerasan seksual yang terjadi selama ini. Ada harapan RUU P-KS melindungi perempuan dan anak.
Ulama perempuan Indonesia, Nyai. Hj. Afwah Mumtzah, M.PdI mengatakan, percepatan pengesahan RUU P-KS merupakan hal yang sangat penting. Sebab, pemulihan, keadilan, pengakuan, dan ganti rugi untuk korban kekerasan seksual merupakan kewajiban negara untuk memenuhinya.
“Sejatinya RUU P-KS ini melindungi perempuan dan anak,” kata perempuan yang disapa akrab Yu’ Afwah yang menjabat sebagai Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF).
Ia pun mendorong kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) untuk segera mensahkan RUU P-KS agar korban memiliki ketetapan hukum yang jelas.
“Dukungan dari segenap masyarakat, Jaringan Cirebon Untuk Kemanusiaan, Jaringan KUPI, dan seluruh organisasi masyarakat sipi, kita bersama-sama bergandengan tangan supaya apa yang kita cita-citakan (RUU P-KS) bisa disahkan,” tegasnya.
Meski demikian, Yu Afwa mengaku banyak sekali tantang yang dihadapi oleh jaringan ulama perempuan. Misalnya masih banyak sebagian tokoh agama yang beranggapan bahwa RUU P-KS ini akan membuat perempuan menjadi bebas, membuka aib keluarga dan alasan-alasan yang klasik lainnya.
Padahal, menurut dia, di dalam RUU P-KS sama sekali tidak aturan yang membebaskan perempuan, membuka aib keluarga atau alasan-alasan yang klasik lainnya. Justru di dalam RUU P-KS, lanjut dia, persoalan yang mustadh‘afin (kaum lemah dan dilemahkan) dalam hal ini perempuan dan anak terus diperjuangan untuk mendapatkan keadilan.
“RUU P-KS ini sesuai dengan perlindungan yang Islam ajarkan dan berikan,” jelasnya.
Oleh sebab itu, pengasuh pondok pesantren Putri Aisyah Kempek, Cirebon mengaku ia bersama jaringan lainnya terus gencar mensosialisasikan baik kepada para mahasiswa, maupun kepada para santrinya bahwa agama Islam itu sesungguhnya melindungi perempuan dari segala bentuk kejahatan.
Misalnya, ia menceritakan, pernah ada satu kisah didalam kitab bahwa Nabi Muhammad Saw itu pernah menghukum kepada sahabat-sahabat dan orang-orang yang melakukan hal tidak baik kepada perempuan, bahkan Nabi juga sampai melindungi perempuan dari kasus perzinahan.
“Jadi paradigma perspektif agamanya dulu yang harus kita rubah, supaya mereka yakin bahwa Islam ini melindungi seluruh makhluknya,” ungkapnya.
Ia pun berharap kepada para pemuda-pemudinya juga diberi penguatan kajian gendernya. “Harapannya supaya nanti generasi mudanya bisa ikut bersuara,” tutupnya. (RUL)