Mubadalah.id – Ada banyak hal yang menarik dari pribadi Sayyidah Sukainah sekaligus pandangan-pandangannya yang progresif dan kontroversial.
Salah satunya ialah saat menikah, Sayyidah Sukainah meminta dibuatkan perjanjian pranikah yang harus ditandatangani calon suaminya. Beberapa bunyi perjanjiannya ialah:
Pertama, tidak boleh mengambil perempuan lain (tidak boleh poligini).
Kedua, tidak boleh ada rahasia dalam hal keuangan (keuangan harus terbuka).
Ketiga, tidak boleh melarang keluar untuk beraktivitas di luar rumah jika dirinya menghendaki.
Apabila salah satu syarat tersebut dilanggar, maka Sayyidah Sukainah bebas untuk menentukan pilihan gugat cerai atau melanjutkan.
Nah, dalam perjalanan berumah tangg: itu, konon, suami Sukainah (Zaid bin Umar al-Utsmani) melanggar butir pertama. Suaminya mengambil perempuan lain dan berhubungan intim dengan perempuan itu. Sukainah lantas mengajukan gugat cerai.
Hakim menyampaikan, sebagaimana sabda Nabi Saw., “Penggugat harus menunjukkan bukti, dan jika tergugat mengingkari, ia harus bersumpah.”
Ini berarti Sayyidah Sukainah harus membuktikan hubungan intim suaminya dengan
perempuan lain itu, dan Zaid bin Umar harus bersumpah jika menolak.
Saat hakim menanyakan kepada Sayyidah Sukainah ia menatap suaminya dan mengatakan:
“Wahai Abu Utsman, pandanglah aku sekali lagi dan sesudah malam, demi Allah, kamu tak akan lagi boleh melihatku selamanya.”
“Dan, hakim membisu seribu bahasa….”
Ceritanya kemudian, Zaid bin Umar al-Utsmani menceraikan Sukainah. “Dr. Aisyah binti asy-Syathi mengomentari syarat yang pertama:
“Meski sangat asing, syarat pertama ialah boleh. Dalam hal ini, perempuan boleh menetapkan syarat kepada calon suaminya untuk tidak menikah dengan perempuan lain (tidak poligami).” []