• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Sebuah Jalan Panjang Perjuangan Kemanusiaan Perempuan

Meskipun harus menempuh jalan panjang, kerja keras dalam mengedukasi masyarakat dan memahamkan lawan bicara tentang betapa penting peran perempuan di berbagai lini, sedikit demi sedikit mampu memberikan jalan terang

Rizka Umami Rizka Umami
02/04/2022
in Buku
0
Kemanusiaan Perempuan

Kemanusiaan Perempuan

233
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Judul                           : Perempuan, Desa dan Transformasi Sosial

Penulis                        : Dian Meiningtias

Penerbit                       : Diomedia

Tahun Terbit               : Februari 2022

Jumlah halaman          : 108 halaman

Mubadalah.id – Awal 2022 lalu saya mendapat kabar menyenangkan dari seorang penulis perempuan asal Trenggalek, bahwa buku keduanya yang berisi kumpulan esai telah selesai cetak. Buku tersebut berjudul, ‘Menjadi Perempuan, Desa dan Transformasi Sosial’. Sebagaimana judul, buku kumpulan esai sejak 2016 hingga 2021 tersebut memuat kompleksitas perjuangan kemanusiaan perempuan dan perannya di lingkungan masyarakat.

Terdiri dari tiga bab besar, buku kedua dari Dian Meiningtias tersebut berhasil memberikan gambaran yang utuh tentang potret kemanusiaan perempuan sebagai mitra berkehidupan, upaya-upaya perempuan menghalau tambang di Trenggalek, potret agensi kemanusiaan perempuan melalui kerajinan tikar pandan, dan lain sebagainya.

Selain itu penulis juga berhasil mendeskripsikan desa sebagai ruang hidup yang masih menyimpan ruh kerukunan. Baru kemudian pada bab ketiga penulis membincangkan bagaimana seharusnya transformasi pendidikan di tengah kemajuan teknologi.

Aspek paling awal yang membuat saya tertarik melanjutkan membaca buku ini adalah adanya pengantar panjang dari Agus Wedi. Pertama, membahas porsi persoalan yang dialami oleh perempuan dan anak secara detail. Di samping itu, Agus Wedi juga mengajak pembaca untuk mengingat kembali tujuan dari adanya gerakan feminisme, apakah hanya berkutat pada perbandingan istilah setara dan adil atau telah mampu membendung kompleksitas persoalan yang membelenggu hingga era ini?

Secara khusus Agus Wedi membahas mengenai sistem perbudakan modern dan bagaimana perempuan dan anak menjadi komoditas yang diperdagangkan. Poin ini menurut saya penting karena diakui atau tidak, saat ini kita memang tengah berhadapan dengan bisnis perbudakan terhadap perempuan dan anak yang begitu massif, terlebih ketika didukung oleh media baru. Menjadi benar bahwa kemudian semangat feminisme yang bergelora hingga hari ini, belum bisa membendung hal tersebut.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Saya jadi ingat seorang tokoh feminis, Angela McRobby sempat mengungkapkan bahwa feminisme hari ini telah terdiskon banyak aspek, utamanya oleh kapitalisme itu sendiri. Sejalan dengan apa yang diungkapkan Agus Wedi dalam pengantar buku tersebut, bahwa feminisme pun ikut berenang-renang di lumpur kapitalisme. Hal tersebut yang membuat gerak juang yang selama ini dilakukan masih belum cukup untuk mengentaskan keterpurukan kemanusiaan perempuan.

Kedua, pembaca juga didorong untuk kembali ke asal, yakni membincangkan nilai-nilai kemanusiaan yang hampir lepas dari diri setiap manusia. Tidak memungkiri bahwa di Indonesia sendiri masih banyak manusia-manusia baik yang memiliki empati dan memanusiakan sesamanya, tetapi kita tidak bisa menutup mata bahwa kemanusiaan pun telah dirong-rong oleh eksklusivisme dan paham-paham radikal yang dibawa oleh berbagai golongan.

Membaca pengantar buku ini saja saya seakan melewati jalan panjang, dan terdorong untuk memiliki komitmen menjadi moderat. Setidaknya saya berani menyuarakan realitas yang masih timpang, yang hanya berpihak pada satu jenis kelamin atau pada satu golongan. Sehingga bisa mengajak pembaca lain secara bersama-sama atau kolektif menghempaskan ketimpangan dan bias-bias yang ada.

Sebuah Jalan Panjang Perjuangan Kemanusiaan Perempuan

Setelah membaca habis buku ‘Menjadi Perempuan, Desa dan Transformasi Sosial’ ini, saya jadi sadar bahwa sebagai perempuan kita masih terikat oleh ragam budaya dan tradisi masyarakat di tempat kita tinggal. Bahwa tidak selalu buah pikiran perempuan dan cara pandangnya bisa diterima begitu saja dalam masyarakat. Nasib kemanusiaan perempuan dipertaruhkan.

Dian Meiningtias mencontohkan dalam tulisannya berjudul, Bagaimana Dian Memandang Relasi, Karir dan Status Kelajangan, bahwa begitu sulit jalan panjang menjadi perempuan yang dibekali dengan karir cemerlang, intelektualitas dan masih berstatus lajang.

Ketika perempuan yang telah berumur lebih dari 25 tahun belum menikah, jalan panjang yang dilalui lebih berliku, ada pernyataan-pernyataan khas yang dilontarkan oleh masyarakat, bahkan oleh sesama perempuan kepada perempuan tersebut. Lebih seringnya, perempuan-perempuan yang memutuskan berkarir dan mengesampingkan menikah menjadi objek gosip dan mendapatkan tekanan bertubi, tidak hanya dari keluarga, tetapi tetangga bahkan lingkungan pun ikut menekan.

Jika perempuan tersebut sudah menikah dan masih berkesempatan menjalani karirnya, pun tidak pernah bisa lepas dari gunjingan masyarakat, dan begitu seterusnya. Namun, tidak berarti upaya-upaya yang dilakukan perempuan untuk survive, tenggelam begitu saja. Sebab meskipun harus menempuh jalan panjang, kerja keras dalam mengedukasi masyarakat dan memahamkan lawan bicara tentang betapa penting peran perempuan di berbagai lini, sedikit demi sedikit mampu memberikan jalan terang.

Menurut Dian, ada konsep kesalingan yang bisa kita bagikan kepada lawan bicara dan masyarakat secara umum melalui ruang dialogis. Konsep kesalingan bisa dihadirkan dalam berkomunikasi. Hal ini bisa menjadi jalan untuk saling bertukar pandangan atau perspektif atas segala hal. Adanya ruang dialogis membuat kita bisa meminimalisir perasaan saling menyakiti, sekaligus leluasa mengungkapkan cara pandang kita sebagai perempuan.

Di akhir tulisan ini, saya mencuplik gagasan yang disampaikan penulis dalam sebuah forum diskusi, bahwa perempuan yang merdeka tidak selalu ia yang ada di ruang publik, tidak selalu ia yang memutuskan menjadi perempuan karir. Sebab di manapun kemanusiaan perempuan berpijak, di ranah domestik maupun di ranah publik, ia tetap perempuan.

Hal yang terpenting dalam jalan panjang ini, adalah setiap pilihan yang diambil oleh perempuan, bukan atas dasar paksaan, dan bukan berasal dari orang lain. Ada kesadaran dalam diri perempuan atas apa-apa yang menjadi pilihan dan keputusannya. []

Tags: Buku PerempuanKemanusiaan Perempuanperempuanperempuan bekerjaPerempuan Lajang
Rizka Umami

Rizka Umami

Alumni Pascasarjana, Konsentrasi Islam dan Kajian Gender.

Terkait Posts

Herland

Herland: Membayangkan Dunia Tanpa Laki-laki

16 Mei 2025
Neng Dara Affiah

Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

10 Mei 2025
Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati

Falsafah Hidup Penyandang Disabilitas dalam “Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati”

25 April 2025
Buku Sarinah

Perempuan dan Akar Peradaban; Membaca Ulang Hari Kartini Melalui Buku Sarinah

23 April 2025
Toleransi

Toleransi: Menyelami Relasi Ketuhanan, Kemanusiaan, dan Keberagaman

23 Maret 2025
Buku Syiar Ramadan Menebar Cinta untuk Indonesia

Kemenag RI Resmi Terbitkan Buku Syiar Ramadan, Menebar Cinta untuk Indonesia

20 Maret 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl
  • Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat
  • KB dalam Hadits
  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi
  • Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version