Mubdalah.Id– Pada tanggal 25 November secara tegas ditetapkan sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional. Guna menegaskan untuk menghentikan dan menolak dengan keras segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Benar-benar dikhususkan untuk mengkampanyekan supaya tidak ada lagi tindak kekerasan kepada perempuan. Artikel ini akan membahas terkait sejarah kampanye 16 HAKTP.
Hal ini sejalan dengan fakta bahwa perempuan kerap menjadi korban kekerasan dimana pun ia berada. Sulit untuk mencari ruang aman bagi perempuan, baik didunia nyata maupun dunia maya dengan berbagai macam bentuk kekerasan yang ada.
Mengapa tanggal 25 November? Mengambil data yang bersumber dari wikipedia. Tanggal ini dipilih sebagai penghormatan atas meninggalnya Mirabal bersaudara, yaitu Patria, Minerva & Maria Teresa yang meninggal pada tanggal yang sama pada tahun 1960 akibat pembunuhan keji yang dilakukan oleh kaki tangan penguasa diktator Republik Dominika pada waktu itu, yaitu Rafael Trujillo.
Mirabal bersaudara merupakan aktivis politik yang tak henti memperjuangkan demokrasi dan keadilan, serta menjadi simbol perlawanan terhadap kediktatoran penguasa Republik Dominika pada waktu itu. Berkali-kali mereka mendapat tekanan dan penganiayaan dari penguasa, yang berakhir pada pembunuhan keji tersebut.
Tanggal ini sekaligus juga menandai ada dan diakuinya kekerasan berbasis gender. Tanggal ini dideklarasikan pertama kalinya sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada tahun 1981 dalam Kongres Perempuan Amerika Latin yang pertama.
Berangkat dari hal itu, Total ada 16 Hari yang digunakan untuk mengkampanyekan tentang penghentian kekerasan terhadap perempuan juga hak-hak perempuan yang harus ditegakkan. Hal ini dilakukan sebagai simbol dan penguatan pada masyarakat bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan bagian dari pelanggaran HAM.
Kampanye ini pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership pada tahun 1991. Dimulai dari tanggal 25 November hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia Internasional.
Sejak tahun 2003, Komnas Perempuan Indonesia secara resmi ikut andil dalam kampanye internasional tersebut. Dengan menjadi inisiator dan fasilitator bagi gerakan-gerakan yang ada di berbagai daerah. Terdapat beberapa rangkaian acara peringatan yang juga berkaitan erat dengan perempuan. Adapun tanggal penting yang terdapat pada acara sepanjang 16 hari tersebut adalah :
25 November Sebagai Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan menjadi awal kampanye ini berlangsung. Lalu 1 Desember sebagai Hari AIDS Sedunia, AIDS seperti yang kita ketahui tak dapat dijauhkan dengan stigma perempuan yang dilacurkan oleh ketidakadilan sistem disekitarnya. Entah mereka yang menjadi pekerja seks komersil atau perempuan para korban kekerasan seksual, sehingga kemudian tertular penyakit seksual lantas menjadi penderita HIV.
Lalu pada tanggal 2 Desember yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Perbudakan. Tentu ketika mendengar kata perbudakan ingatan kita akan langsung mengingat pada zaman jahiliyah dahulu. Di mana perempuan diperlakukan seperti budak yang tidak berharga dan bebas diperjualbelikan, boleh digunakan secara seksual oleh tuannya, atau bahkan diwariskan oleh suaminya kepada orang lain.
Tak berhenti disitu, berlanjut pada tanggal 3 Desember yang merupakan Hari Internasional bagi Penyandang disabilitas, dan 5 Desember sebagai Hari Internasional bagi Sukarelawan, kemudian mendekati puncak ada 6 Desember sebagai Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan Terhadap Perempuan.
Selama 16 hari itu bukan hanya sekedar seremonial belaka. Melainkan peringatan penuh terhadap siapapun, bahwa tidak ada toleransi bagi mereka yang melakukan kekerasan terhadap perempuan. Dan puncaknya adalah 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia Internasional. Hari dimana kita di ingatkan mengenai setiap mereka yang bernyawa mempunyai hak asasi yang sama.
Hak itu, tak memandang rupa dan kedudukan. Juga sekaligus menjadi puncak peringatan bahwa perempuan merupakan bagian dari manusia, perempuan mempunyai hak untuk bebas dari segala bentuk kekerasan yang ada, dan setiap kekerasan yang diterima oleh perempuan merupakan bagian dari pelanggaran HAM. Perempuan berhak untuk merdeka seutuhnya.
Karena itu, Komnas Perempuan dan para aktivis kemanusiaan lainnya mengajak para perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam kampanye yang diadakan selama 16 hari tersebut, menjadi bagian dari gerakan menolak setiap kekerasan dalam bentuk apapun, yang dilakukan terhadap perempuan.
Tahun ini, Komnas Perempuan mengambil gerakan besar dengan tema “Gerak Bersama: Jangan Tunda lagi, Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.”
Tema tersebut tentu bukan tanpa sebab, hal ini dilakukan karena belum disahkannya RUU PKS yang sudah mangkrak selama bertahun-tahun. Sehingga menjadi pertanda bahwa pemerintah belum sepenuhnya mendukung perempuan untuk bebas dari kekerasan. Karena sampai saat ini, DPR justru mencabut RUU PKS dari Prolegnas prioritas 2020 karena pembahasannya dianggap terlalu sulit.
Entah bagian mana yang menyulitkan, apakah pemerintah masih beranggapan bahwa belum ada kedaruratan yang mengharuskan RUU ini di sahkan? Padahal angka kekerasan terhadap perempuan sangat mengkhawatirkan, bahkan semakin naik apalagi dimasa pandemi ini.
Padahal RUU PKS menjadi tumpuan harapan bagi para perempuan untuk bisa terbebas dari kekerasan. Untuk itu, mari kita ambil bagian untuk mengawal RUU ini agar segera disahkan, jangan sampai dibiarkan hanya karena dianggap pembahasannya yang menyulitkan. #GerakBersama #SahkanRUUPKS #JanganTundaLagi.
Demikian sekilas terkait sejarah kampanye 16 HAKTP. Semoga kita bisa belajar dan merenungi dari sejarah gerakan dan kampanye 16 HAKTP. [Baca juga: Gerakan #MeToo dan Momentum 16 HAKTP]