• Login
  • Register
Selasa, 8 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Sejarah Ulama Perempuan yang Membisu dalam Bayang-bayang Kolonialisme Ekonomi

Ulama perempuan adalah bagian dari denyut sejarah bangsa, yang kini saatnya kita dengarkan kembali, lebih nyaring dari sebelumnya.

Shella Carissa Shella Carissa
08/07/2025
in Pernak-pernik
0
Sejarah Ulama Perempuan

Sejarah Ulama Perempuan

959
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Minggu, 06 Juli 2025, dalam seminarnya, Samia Kotele mengatakan bahwa sejarah keulamaan perempuan berdampak pada arah peradaban suatu bangsa. Ungkapan ini memuat kebenaran yang dalam, sebab sekecil apapun suara perempuan mempertanyakan haknya sebagai manusia, ia dapat memicu pemikiran yang sama pada perempuan-perempuan kritis yang lain. Atau menjadi percikan semangat bagi mereka yang ingin bebas dari belenggu kolonialisme.

Namun mengapa sampai saat ini, suara dan perjuangan ulama perempuan pada masa itu belum menyeruak? Hal tersebut mengantarkan kita pada satu ungkapan yang sempat menyembul di jagat sosial media bahwa sejarah memang ditulis oleh para pemenang.

Dalam konteks ini dominasi laki-laki begitu kuat hingga kegelisahan dan interupsi dari perempuan belum terdengar meluas. Pada kala itu ia masih berbisik samar dalam pengajian, dalam perbincangan santai di beranda, atau dalam diskusi tertutup _ yang itupun hanya bagi mereka yang beruntung mendapat kesempatan dan akses di ruang pendidikan formal. Bahkan tak sedikit pula yang terkubur dalam budaya patriarkis hingga gugur begitu saja terbawa angin.

Terkait hal ini, dalam Halaqoh Nasional bertema “Penulisan Ulang Sejarah Ulama Perempuan” itu, Marzuki Wahid menegaskan bahwa setiap kontributor penulisan sejarah keulamaan perempuan harus berhati-hati terhadap narasi sejarah yang cenderung maskulin dan negara-sentris.

Penjajahan yang Menyasar Ruang Publik

Tanggapan Farish A Noor pun cukup menyadarkan, bahwa memang, suara mereka belum sekuat itu. Belum terdengar sebab penjajahan kala itu menyasar ruang-ruang publik yang dapat menghasilkan kekayaan material sepert hasil bumi, komoditas, atau tenaga kerja pabrik yang menguntungkan.

Baca Juga:

Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

Sedangkan suara mereka saja masih berbisik takut dalam ruang-ruang tertutup. Karenanya tak heran jika praktik Kolonialisme Ekonomi Belanda kala itu mengabaikan suara mereka karena dianggap tak relevan bagi proyek kolonial.

Seiring berjalannya waktu kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi perempuan pasca kemerdekaan mulai tumbuh. Bersama itu pula pemikiran serta perjuangan yang dulu tenggelam mulai muncul ke permukaan. Pendidikan yang mulai hadir mematangkan pikiran, menyalakan keberanian serta menuntun perempuan untuk bersuara lebih keras.

Mensejajarkan diri dengan mereka yang berpengaruh, lalu menyerukan bahwa sejak zaman dahulu, penjajahan, peran perempuan sudah terlibat dalam pendidikan dan ikut menggagas keputusan publik, bahkan sejarah menguak jika mereka juga berperan aktif dalam perang hingga pergerakan politik.

Meski masih sedikit perempuan yang terlibat langsung dalam pergerakan sejarah kolonialisme, hal itu sudah menjadi akar bahwa pada masa itu, keulamaan perempuan sudah perempuan yang mulai tumbuh — bahkan jauh sebelum kemerdekaan dinyatakan. Samia Kotele juga membuktikan pada masa itu, ulama perempuan aktif menyuarakan gagasannya dan terlibat dalam mendirikan ruang pendidikan terkhusus bagi perempuan.

Penelitian Lebih Jujur

Pentingnya riset dan penelitian lebih mendalam dan jujur sangat kita perlukan untuk mengangkat nama-nama ulama perempuan yang selama ini tersembunyi. Mereka telah lebih dulu menabur benih kesadaran, agar perempuan tak lagi dianggap bayangan, melainkan pelita dalam kegelapan penjajahan.

Pergerakan mereka tentu ingin didengar, dipahami, dan diakui sebagai manusia utuh, yang bisa berpikir, menyuarakan, dan berdampak. Sebagai motifasi generasi masa kini untuk melanjutkan perjuangan.

Farish A Noor mengingatkan meskipun negara sudah merdeka, kolonialisme mungkin tak lagi hadir secara fisik, tetapi dalam cara berpikir dan sistem sosial, negara masih mewarisi watak-wataknya. Mau tak maupun kita masih hidup dalam zaman itu. Sehingga mereka yang berkuasa dan lebih kuat bisa mengaburkan fakta terkait perjuangan ulama perempuan dan mengabaikan pengaruh mereka.

Sejarah yang menyebut ulama perempuan sebagai subjek pun belum mencuat. Mereka masih menganggapnya sebagai pelengkap perjuangan laki-laki, atau hanya sebagai catatan usang yang hanya hadir dalam tulisan, bukan sebagai penggerak kemerdekaan.

Sekali lagi, kolonialisme ekonomi dahulu berfokus pada eksploitasi sumber daya alam, bukan pada pengembangan intelektualitas atau kemanusiaan bangsa jajahan. Pendidikan pun, ketika diberikan, bersifat terbatas, diskriminatif, dan dimaksudkan untuk mencetak tenaga kerja murah dan pegawai rendahan. Mereka yang terdidik hanyalah alat, bukan pemilik masa depan bangsanya.

Sejarah Perlu Kita Tulis Ulang

Eksploitasi demi keuntungan material itu telah lama meminggirkan suara-suara lain — suara perempuan, suara hak, suara merdeka. Tapi inilah saatnya menyalakan kembali suara-suara yang dulu tersembunyi. Sejarah perlu tertulis ulang — dengan jujur, adil, dan berpihak pada mereka yang selama ini terpinggirkan.

Ulama perempuan bukanlah pengecualian. Mereka adalah bagian dari denyut sejarah bangsa, yang kini saatnya kita dengarkan kembali, lebih nyaring dari sebelumnya.

Adanya Halaqah ini bisa menjadi pengantar bahwa jika dalam suatu kesempatan riset mendalam hadir untuk mengulik lebih banyak ulama perempuan yang terpendam, maka keadilan harus menjadi kunci. Dengan kunci itu maka penulisan ulang sejarah ulama perempuan tidak lagi timpang atau tidak netral kepada mereka yang terpinggirkan.

Tidak menjadikan mereka pelengkap semata, melainkan sebagai sosok yang hadir dan berdiri ikut terjun dalam pergerakan. Bahkan kita masih melihat keterlibatan ulama perempuan sebagai kisah-kisah lalu dalam sejarah, bukan sebagai bagian utuh dari sejarah bangsa. []

Tags: Farish A NoorHalaqah NasionalPendekatan DekolonialPenulisan Sejarah PerempuanSamia KoteleSejarah Ulama Perempuan
Shella Carissa

Shella Carissa

Masih menempuh pendidikan Agama di Pondok Kebon Jambu Al-Islamy dan Sarjana Ma'had Aly Kebon Jambu. Penikmat musik inggris. Menyukai kajian feminis, politik, filsafat dan yang paling utama ngaji nahwu-shorof, terkhusus ngaji al-Qur'an. Heu.

Terkait Posts

relasi laki-laki dan perempuan yang

Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis

8 Juli 2025
IBu

Kasih Sayang Seorang Ibu

7 Juli 2025
Kasih Sayang Orang Tua

Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

7 Juli 2025
Kewajiban dan hak

Jangan Hanya Menuntut Hak, Tunaikan Juga Kewajiban antara Orang Tua dan Anak

7 Juli 2025
Bekerja adalah bagian dari Ibadah

Bekerja itu Ibadah

5 Juli 2025
Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Retret di sukabumi

    Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Ulama Perempuan yang Membisu dalam Bayang-bayang Kolonialisme Ekonomi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menimbang Kebijakan Nikah Massal
  • Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis
  • Sejarah Ulama Perempuan yang Membisu dalam Bayang-bayang Kolonialisme Ekonomi
  • Kasih Sayang Seorang Ibu
  • Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID