Mubadalah.id –
Ini bukan karena kamu yang semakin tidak bersahabat
Tetapi kamilah yang tidak lagi mengenalimu dari dekat
Bahkan menempatkmu sebagai budak yang terikat
Maka kami menginjak-injak mu tanpa martabat menggadai mandat
Ini bukan karena kamu yang semakin ganas
Tetapi kami lah yang tidak peka, semakin kehilangan sensitivitas
Bahkan menempatkannu sebagai obyek untuk dieksploitsi mengejar pertumbuhan tanpa batas
Maka kami mengoyak kulitmu, merogoh ke dalam lalu mengisap isi perutmu sampai (nyaris) habis
Keserakahan membuat penglihatan, pendengaran serta hati kami tidak berfungsi
Ini memang adalah penyakit yang ada dalam diri kami
Semakin lama semakin bertambah sehingga menyelimuti lalu meliputi tubuh kami
Maka kami pun tidak terkendali
Keadaan kami seperti orang yang berjalan dalam kegelapan malam pekat
Tidak bisa lagi mengenali tanda-tanda yang rapih tercatat
Tidak mampu membaca tanda-tanda yang terpampang melekat
Mengejar bayang-bayang semu yang tercipta dari khayalan memikat
Menjadikannya sebagai impian sejati yang mengikat
Sesekali memang kami berhenti dan terhenyak
ketika terbentur bencana yang datang menimpa silih berganti mengentak
Sayup-sayup ada suara yang mengingatkan tetapi terseret arus kemaruk
Sedangkan yang jernih tenggelam dalam air keruh yang membanjiri menggerutuk
Kini engkau tampak semakin merana
Keseimbanganmu jelas sudah rusak, parah, sehingga semakin labil
Celakanya apa yang terjadi padamu kami jugalah yang menanggung akibatnya
Kini, kamipun mengerang kesakitan, meradang dalam keadaan tidak stabil
Mungkinkah engkau akan membaik
Entahlah, sejauh ini jalan kedepan tampak semakin sulit tak terlacak
Sementara kami dilanda kebimbangan dan kecemasan yang mencekik
Diantara tekad berjalan terus ke depan dipandu keserakahan atau berhenti (menganggapmu budak) dan berbalik mengikuti iramamu dengan niat baik
Inilah senandung risauku untukmu
Bintaro, 6 September 2021