Mubadalah.id – Sebagai manusia, kita sering merasa insecure dengan keadaan diri di depan teman-teman, rekan, bahkan bila bertemu orang baru. Merasa berbeda dan tidak seberuntung orang lain. Efeknya malah tidak percaya diri dan menjadi down, serta menyalahkan diri sendiri mengapa terlahir berbeda. Mengutuk keadaan dan lebih banyak mengeluh kepada Tuhan.
Setiap kita memiliki masalah yang berbeda, ini yang sering dilupakan oleh orang lain. Menyesali diri bukan solusi terbaik, ia hanya menjebak kita untuk menjadi lebih buruk dan mengerdilkan semangat. Mengapa tidak demikian bilamana yang ada dipikiran hanya membandingkan diri dengan pencapaian orang lain dengan nikmat orang lain hingga lupa melihat diri sendiri.
Salah satu contoh dalam kehidupan nyata manusia, ada seorang pengusaha sukses dan memiliki banyak cabang usaha di berbagai wilayah, anggap saja secara finansial sudah unlimited. Suatu hari tanpa gejala apapun ia tetiba pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Dokter memvonis pengusaha tersebut sebagai penderita penyakit yang berbahaya dan diharuskan untuk tidak memakan nasi putih lagi dan makanan berlemak lainnya termasuk juga kopi. Padahal pengusaha tersebut sangat menyukai makanan gorengan dan kopi.
Sedang kisah anak manusia lainnya, terdapat orang lain yang hidup sederhana di suatu desa, ia petani dengan keterbatasan finansial namun merasa cukup meski dilihat dari harta ia jauh dibanding dengan pengusaha dalam kisah di atas. Kehidupan petani ini jauh dari modern. Meski diusianya yang sepuh, ia sehat tanpa memiliki penyakit yang serius tanpa menjauhi makanan yang disuka yaitu gorengan dan ngopi. Ia sangat bersyukur dan merasa cukup dengan segala keadaan tersebut.
Dari dua kisah tersebut kita dapat membandingkan keadaan mana yang harus kita syukuri. Bergelimang harta namun nikmat makan dicabut, atau hidup sederhana dengan nikmat makan dan sehat. Sering kita memandang dan tersilaukan nikmat Tuhan itu hanya terbatas pada materi.
Jika kita mau mencerna betapa banyak rejeki, betapa kayanya diri kita seperti berkah diberi kesempatan hidup, dilahirkan dan memiliki orang tua yang baik sangat menyayangi kita dan mensupport apapun yang menjadi pilihan kita, oksigen yang gratis padahal jika mengalami sakit sesak nafas harus bantuan oksigen dan itu tidak gratis, bukan? Nikmat rejeki lainnya, badan sehat merupakan rejeki yang sangat luar biasa, betapa tidak bila bagian tubuh sakit, menyembuhkannya pun membutuhkan biaya yang banyak.
Apakah sebagai manusia kita tidak memiliki privilege? Kita bukan tidak memiliki keistimewaan. Kita hanya tidak menyadari betapa berharganya diri ini sejak terlahir dan terpilih sebagai manusia yang menjadi khalifah Allah. Masing-masing kita memiliki privileges yang berbeda dengan keadaan yang tidak sama.
Terlahir dari orang yang bergelimang harta maupun tidak, kita semua sama-sama manusia dengan keistimewaan yang berbeda. Tuhan pernah berfirman dalam QS. Al-Isra:70, “Dan Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” Ayat tersebut merupakan bukti kebaikan Tuhan dengan mengangkat derajat manusia di banding makhluk lainnya.
Kelebihan akal menjadikan kita berbeda dan lebih unggul, potensi yang begitu banyak dihadiahkan namun jarang kita gunakan sebab terlampau silau membandingkan diri dengan pencapaian orang lain. Dengan potensi akal, kita bisa berpikir dan memiliki pengetahuan sehingga kita mampu memilah antara yang baik dengan yang buruk.
Seperti Firman Tuhan dalam QS. Al-syam:7-10, “Demi jiwa serta penyempurnaan (cintaan)Nya, maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.”
Bila manusia berilmu ada pula privileges lain dari Tuhan yang membuatnya lebih mulia di banding manusia lainnya. QS. AL-Mujadalah:11, “Hai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis,” maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “ Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat tersebut menegaskan orang yang berilmu dengan yang tidak memiliki derajat yang berbeda. Baik di dunia maupun di akhirat. Semakin tinggi ilmu seseorang semakin ia menjadi dekat dengan Tuhan. Ilmu membuat seseorang takut dan memahami ke Maha Esaan Tuhan atas dunia dan segala ciptaan-Nya.
Atas ke-Maha Agungan Tuhan, mengapa kita masih merasa tidak memiliki privilege? Adakah manusia menjadi lebih hina dibanding lainnya hanya karena ketidak mampuannya dalam memiliki materi padahal ia memiliki keistimewaan yang tidak disadari.
Kemampuan dan kreativitas kita jarang orang lain mampu melakukannya. Jadi, stop membandingkan diri dengan pencapaian orang lain. Kita memiliki privilege berbeda. Mari kenali diri apa yang bisa dilakukan dan dikembangkan. Sebab diantara orang-orang yang sukses dan terkenal, mereka memulainya dengan proses yang panjang tidak secara instan. Waallahu a’lam. []