• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Suami dan Istri Saling Melayani

Nur Anisa Nur Anisa
04/04/2019
in Kolom
0
Hak Suami dan Istri

Hak Suami dan Istri

32
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saya terkejut suatu waktu menemukan tulisan di salah satu grup Facebook. Tulisan itu berjudul “Fitrah Istri”. Isinya adalah cerita tentang keseharian seorang istri yang selalu melayani suaminya, layaknya seorang pembantu istana dengan seorang raja. Dalam cerita tersebut, dia mengatakan bahwa suaminya telah berhasil dia layani sebaik mungkin, bahkan melewati batas yang seharusnya. padahal suami dan istri saling melayani itu baik.

Aku pun kepo dan baca sampai tuntas tulisan itu. Penulis itu menjelaskan kalau dia adalah orang Minang. Ketika kecil dia menangkap sebuah gagasan bahwa laki-laki atau suami adalah raja dan istri adalah pelayanannya.

Dan kini setelah dia menikah dia memperlakukan suaminya sama seperti yang dilihatnya pada keluarga besarnya. Bahkan dia menganggap suaminya adalah junjungannya dan dia adalah hambanya. Dia beranggapan tugasnya adalah melayani suami, semua kebutuhan suami.

Tidak hanya itu bahkan dia tidak pernah meminta suaminya untuk membantunya dalam mengerjakan rumah dan mengurus anak. Suami hendak memegang gagang sapu pun dia protes. Usia pernikahannya sudah 10 tahun dan dia tidak pernah mengijinkan suaminya menyapu lantai, mencuci piring apalagi menjemur pakaian keluar rumah.

Dia tidak pernah menyuruh suaminya membuatkan susu anak, memandikan anak, bahkan hanya sekedar menggantikan popok sang buah hati. Baginya, tugas suami adalah mencari nafkah dan bermain bersama anaknya. Kalaupun suami sedang libur kerja, suami hanya dibiarkan tidur-tiduran saja dan menurutnya itu adalah anugerah.

Baca Juga:

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

Alarm Kekerasan Terhadap Anak Tak Lagi Bisa Diabaikan

Fondasi Kehidupan Rumah Tangga

Tulisan itu ingin mengasumsikan bahwa surga istri ada pada suami. Tapi menurut saya hal itu tidak adil dan bukan gambaran keluarga yang baik. Karena bukankah seharusnya surga kita ada pada pasangan kita, bukan hanya istri yang akan mendapatkan surga dari suami, akan tetapi suami pun berhak mendapatkan surga dari istrinya.

Suami mengurangi pekerjaan sang istri bukankah itu membantu dan menyenangkan hati sang istri? Bukankah meringankan beban orang lain adalah pahala? Mengapa tidak ada ketentuan suami yang meringankan beban istri? Apakah akan menjadi dosa bagi suami?

Kalau bicara hubungan yang ideal antara suami dan istri seperti apa, izinkan saya menceritakan tentang kehidupan keluarga Nabi Muhammad yang dikabarkan sebuah hadis.

“Dari Aswad bin Yazid, berkata: “Saya bertanya kepada Aisyah ra mengenai apa yang diperbuat Nabi Saw di dalam rumahnya.” Aisyah menjawab: “Ia melayani keluarganya, ketika datang waktu sholat, ia bergegas pergi sholat.” (Shahih Bukhari, no. Hadist: 680).

Hadis itu saya ambil dari buku 60 Hadist yang ditulis oleh Dr. Faqihuddin Abdul Kodir, pada halaman 206, hadis ke-58.

Nabi melayani keluarganya dan membantu istrinya. Nabi tidak membiarkan istrinya menanggung lelah mengatasi pekerjaan rumah tangga seorang diri. Alangkah indahnya ketika semua pekerjaan rumah dikerjakan bersama. Misalnya ketika di dapur, istri yang masak suami yang cuci piring. Atau ketika sedang mencuci baju, dilakukan bersama sambil cipret-cipretan air. Kan mesra tuh. Jadi asik dan ringan. Bahkan lelah pun menjadi lillah.

Lalu saya pun kembali berpikir, kok ya ada seorang istri yang rela tidak ingin membagikan lelahnya pada suami? Bahkan hanya ingin suaminya itu bersantai-santai ria ketika berada di rumah? Hanya karena melihat sebuah kebiasaan di lingkungan keluarganya.

Saya membayangkan betapa lelahnya sang istri. Bukankah tidak ada manusia yang tidak merasakan lelah dan sakit ketika tenaga terus-terusan terkuras untuk melakukan semua pekerjaan rumah sendirian.

Betapa sempitnya pengetahuan istri sehingga hanya ingin suami saja yang bahagia. Lalu berkata, saya mah nanti juga dapat pahala. Haloo, Mbaaak! Mbak pun berhak atas kesehatan dan kebahagiaan dalam berumah tangga. Bukannya tugas utama suami dan istri itu saling melayani dan dilayani? Dan pernikahan itu bertujuan untuk saling meringankan beban satu sama lain dengan dikerjakan bersama.[]

Tags: anakHaditsislamistrikeluargamelayanirumah tanggasuami
Nur Anisa

Nur Anisa

Nur Anisa, Mahasiswi Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) asal Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

Terkait Posts

Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Pandangan Subordinatif

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

31 Mei 2025
Perempuan Penguasa

Sejarah Para Perempuan Penguasa Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan

31 Mei 2025
Joglo Baca SUPI

Joglo Baca SUPI: Oase di Tengah Krisis Literasi

31 Mei 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Ruang Aman bagi Anak

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

30 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jilbab

    Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID