• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Suatu Kisah Sejarah, Rasulullah Pun Rindu Diziarahi

Meski beberapa orang merasa yang percaya bahwa ziarah kubur tidak ada perintahnya. Namun ternyata Rasulullah pun rindu diziarahi. Berikut adalah kisahnya

Hesti Anugrah Restu Hesti Anugrah Restu
24/04/2023
in Hikmah
0
Rindu Ziarah

Rindu Ziarah

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Umat muslim di Indonesia memiliki tradisi yang indah, tak hanya berkunjung kepada mereka yang masih hidup, di awal dan akhir Ramadan, kita kerap mendatangi kubur atau berziarah ke makam saudara, kerabat, keluarga, maupun nenek moyang yang telah berpulang lebih dahulu kehadirat Allah Swt.

Meski beberapa orang merasa yang percaya bahwa ziarah kubur tidak ada perintahnya. Namun ternyata Rasulullah pun rindu diziarahi. Berikut adalah kisahnya.

Adalah Bilal bin Rabah Al-Habasyi, seorang mantan budak yang dimerdekakan oleh Abu Bakar, Bilal adalah seorang pengikut setia Rasulullah Saw. yang amat merdu suaranya ketika melantunkan azan. Selepas wafatnya sang teladan, Bilal memutuskan untuk tak lagi tinggal di Madinah.

Bukan karena ia tidak lagi mengimani Rasulullah Saw. Bukan pula karena ia tak lagi menyenangi kota itu. Namun karena tiap kali ia menginjakkan kakinya di tanah kota Madinah, amat banyak kelebat kenangan yang membuat ia demikian rindunya terhadap Nabi Muhammad. Air matanya mengucur, luka akan kepergian sang teladan begitu membekas di hatinya yang lembut.

Bilal pun menguatkan tekadnya untuk berpindah ke daerah Syam, meninggalkan Madinah, kota yang amat Rasulullah cintai. Ia memutuskan untuk tidak mengumandangkan azan sama sekali, sebab ia tak sanggup jika harus mengumandangkan azan. Sedangkan yang pertama kali memerintahkannya untuk mengumandangkan azan telah tiada.

Baca Juga:

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah Tokoh Perempuan (Part 3)

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah (Part 2)

Sunat Perempuan dalam Perspektif Moral Islam

Jamilah binti Abdullah: Kisah Perempuan yang Mendampingi Dua Syuhada

Mimpi Bilal Bertemu Rasulullah

Di suatu malam yang hening di kota Syam, Bilal menangis tersedu-sedu dan terbangun dari tidurnya. Malam itu, Rasulullah Saw. hadir di mimpinya dan bertanya, “Apakah engkau tak rindu kepadaku, Wahai Bilal? Mengapa engkau tak menziarahiku?”
Pertanyaan Rasulullah Saw. dalam mimpi Bilal malam itu membuatnya bergegas berangkat ke kota Madinah, ia segera melakukan perjalanan untuk menziarahi kekasihnya, Rasulullah Saw.

Sesampai di makam Rasulullah Saw., Bilal menangis tersedu-sedu. Betapa ia amat rindu, bagaimana mungkin ia tak merindukan seseorang yang amat baik budi pekertinya, yang mengangkat Bilal dari lembah kehinaan dan menjadikannya sahabat. Seseorang yang memintanya menjadi orang pertama yang mengumandangkan azan. Orang yang tak pernah memandang Bilal dari warna kulitnya yang legam.

Mendengar Bilal telah tiba kembali di Madinah, para sahabat bergembira. Umar, yang menjadi khalifah saat itu, bersama kedua cucu kesayangan Rasulullah Saw., Hasan dan Husein, meminta Bilal mengumandangkan azan. Sungguh, mereka juga amat sedih dengan kepindahan Bilal. Mereka merindukan suara merdunya yang tak lagi terdengar selepas wafatnya Rasulullah.

Bilal Kembali Azan di Depan Makam Nabi

Karena permintaan yang kuat dari Umar, kedua cucu Rasulullah, juga seluruh penduduk kota yang mengetahui Bilal telah kembali. Akhirnya Bilal pun berdiri untuk mengumandangkan azan di depan makam Rasulullah Saw. Namun apa yang terjadi?

Belum selesai azan dikumandangkan hingga akhir, air mata Bilal telah jatuh sederas-derasnya. Ia tak lagi mampu melanjutkan azan, beribu kenangan ketika Rasulullah Saw. masih hidup memenuhi dadanya.

Masyarakat Madinah yang mendengar suara azan Bilal yang menyayat itu pun menangis. Satu kota berduka dengan tangisan yang amat pilu dalam catatan sejarah. Alkisah, itu adalah tangisan paling menyedihkan penduduk Madinah, selain tangisan ketika kabar Rasulullah telah wafat memenuhi kota.

Maka, jika Rasulullah Saw. saja rindu diziarahi oleh sahabatnya, tentu kerabat, keluarga, saudara kita yang telah wafat pun rindu kita ziarahi. Mari berziarah dan melepas rindu dengan orang-orang yang kita sayangi, meski sudah tidak bersama di dunia ini. []

 

Tags: Hikmahsahabat nabiSunah NabiTeladan NabiTradisi LebaranZiarah
Hesti Anugrah Restu

Hesti Anugrah Restu

Perempuan yang suka belajar, sedang berkhidmah di Afkaruna.id dan Rumah KitaB, bisa dihubungi melalui Facebook: Hesti Anugrah Restu Instagram: @perikecil97_______

Terkait Posts

Perceraian dalam

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

1 Juli 2025
Fikih Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

1 Juli 2025
amar ma’ruf

Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

1 Juli 2025
Fikih

Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

1 Juli 2025
Wahabi

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

30 Juni 2025
Taman Eden

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama
  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID