• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rekomendasi

Surga Untukmu Mbak Ning

Impresi batin saya menyimpulkan bahwa perempuan ini berbudi baik, berusaha ikhlas, gemar berbagi dan tidak mudah menyalahkan orang lain

Ahsan Jamet Hamidi Ahsan Jamet Hamidi
22/09/2024
in Rekomendasi, Sastra
0
Mbak Ning

Mbak Ning

709
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perempuan ramah berkerudung itu sudah berusia di atas kepala lima. Meski begitu, ia kelihatan lebih muda dari usia sebenarnya. “Mbak Ning”, saya biasa memanggilnya dengan nama itu tanpa tahu siapa nama panjangannya. Gaya bicaranya halus namun sarat keceriaan.

Dengan logat jawa khas Semarang ia bisa menjelaskan setiap perkara rumit menjadi mudah dimengerti. Logatnya medok tanpa dibuat-buat. Beda dengan logat jawa yang diucapkan oleh Dian Sastro dalam Film Gadis Kretek.

Saya diperkenalkan oleh istri sebagai teman satu sekolah dulu saat sama-sama tinggal di Semarang. Setelah duduk di mobil, telpon genggamnya berbunyi. Suara tukang ojek online itu terdengar jelas. Ia mengabarakan bahwa pesanan makanan sudah diantarkan ke kantor, tetapi tidak ada orang. Mbak Ning kaget, makanan yang ia pesan sore tadi itu untuk diantarkan besok pagi, dan akan disajikan untuk rapat staf di pagi hari.

Saya terkesan dengan caranya mengatasi masalah yang seharusnya menjengkelkan. Sikapnya tenang, ia memaklumi bahwa tukang ojol itu pasti tidak tahu menahu soal jadwal pemesanan. Alih-alih marah ia malah meminta pengantar makanan itu untuk membawa makanan itu ke rumah untuk disantap bersama keluargannya.

Peristiwa sekilas itu sungguh menakjubkan. Impresi batin saya menyimpulkan bahwa perempuan ini berbudi baik, berusaha ikhlas, gemar berbagi dan tidak mudah menyalahkan orang lain.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Kisah Asmara

Mbak Ning menikmati dunia kerja yang mampu mengantarkannya pada kehidupan nyaman di pinggiran Jakarta. Rumah pribadinya nyaman, asuransi kesehatan, tabungan hari tua. Semua telah ia persiapkan dengan matang. Ia tidak memiliki kendaraan pribadi karena sarana transportasi dari rumah ke kantornya cukup mudah. Waktu luang selama berada di kendaraan umum menuju kantor ia gunakan untuk membaca berita, cerpen hingga novel.

Sejak remaja, ia sudah terbiasa hidup mandiri. Ia mampu menyelesaikan semua persoalan hidupnya tanpa intervensi keluarga. Kedua orang tua dan saudara dekatnya hidup terpisah. Realitas kehidupan itu telah membentuk karakternya menjadi perempuan yang ulet, tekun, disiplin dan mendiri.

Dalam sebuah perjalanan dinas menuju Sulawesi, ia duduk bersebelahan dengan laki-laki sebaya yang kelihatan baik. Seperti skenario langit, malaikat telah mengatur tempat duduk dua makhluk itu duduk di kursi 42C dan 42B. Biasannya ketika sudah duduk di kursi pesawat dengan nyaman, ia akan segera memejamkan mata lalu tidur pulas. Kali ini matannya tidak bisa benar-benar terpejam. Suara hatinnya menuntun untuk menyisakan ruang kecil di kelopak matannya untuk bisa melihat wajah lelaki yang duduk di sebelahnya.

Getar Cinta

Saat pramugari menyajikan teh hangat, tiba-tiba terjadi turbulensi pesawat hingga menumpahkan air teh itu ke celana Mbak Ning. Secara spontan, lelaki itu mengeluarkan sapu tangan dan tisu sekaligus lalu menyodorkan kepadanya. Saking kagetnya, mata dia hanya mampu menatap tajam wajah lelaki itu namun mulutnya tertutup rapat.

Meski tisu dan sapu tangan sudah ada di tangannya, namun tetap tidak ia gunakan untuk mengelap celana yang basah. Batinnya bertumpu pada pesona rasa yang mendebarkan saat tangan perempuan dan laki-laki saling bersentuhan ketika menyodorkan kain sapu tangan. Sentuhan kecil itu laksana aliran listrik yang mengagetkan.

Perbincangan hangat selama dua jam terasa singkat. Pertautan batin keduannya terus tersambung secara intim melalui teknologi. Hubungan batinnya semakin menguat dengan saling berkunjung, saling mentraktir hingga saling memberi atensi pada persoalan yang lebih personal.

Sejak perkenalan, lelaki itu bersikap gentle dengan identitas dirinya sebagai duda dengan dua anak karena istrinya meninggal dunia. Puncaknya, lelaki itu ingin meningkatkan hubungan batinnya dalam ikatan perkawinan.

Perjanjian Pra Nikah

Tidak mudah bagi Mbak Ning untuk mengambil keputusan dalam perkara yang sangat penting dalam hidupnya. Langkah awal yang bisa ia lakukan adalah mengajukan penawaran dengan penuh keterusterangan kepada lelaki yang akan menikahinnya. Tawaran itu terdengar pahit, namun harus ia sampaikan dengan segala resikonya.

Pertama, Mbak Ning secara terbuka menyampaikan bahwa ia tidak terbiasa melayani pasangan di dalam hidupnya. Dia berharap, pasangan hidupnya memiliki spirit kemandirian yang sama. Mulai soal makan, pakaian, pemenuhan keperluan pekerjaan dan seterusnya. Untuk urusan domestik akan dibagi bebannya dalam prinsip kesalingan.

Kedua, perempuan ini tidak pernah memiliki pengalaman mengasuh anak. Ke depan, ia pun tidak berkeinginan untuk bisa melahirkan anak dari rahimnya. Baginya, usia yang sudah lebih dari 48 tahun  sangat rawan untuk bisa mengandung dan melahirkan seorang bayi.

Ketiga, ia berkomitmen mengasuh dan mendidik anak bawaan dari suami secara bersama-sama. Pola asuh yang akan diterapkan kepada mereka sesuai dengan budaya dan karakter kemandirian hidup yang sudah terbangun di dalam dirinya selama ini.

Keempat, sebelum menikah, ia sudah memiliki properti, tabungan hari tua, asuransi dan seterusnya. Kepemilikan hal-hal tersebut tetap akan menjadi milik Mbak Ning, karena semua itu diperoleh dari hasil keringat sendiri jauh sebelum menikah.

Kelima, sebelum menikah, pasangan ini akan menandatangani surat perjanjian pra nikah yang memuat klausul di atas. Jika di kemudian hari ternyata ada ketidakcocokan sehingga tautan pernikahan berakhir, maka surat perjanjian ini akan menjadi rujukan.

Menikah

Setelah terjadi kesepakatan, ia bersedia dinikahi lelaki berusia 55 tahun. Dua orang anak bawaan suami akan menyertai kehidupan rumah tangga pasangan ini. Anak pertama perempuan kelas 3 SMA. Anak kedua laki-laki berumur 4 tahun. Tekadnya bulat untuk menjadi ibu dari ke dua anak yatim piatu itu.

Butuh waktu cukup lama untuk menoleransi suasana batin atas hadirnnya tiga orang baru di lingkungan hidupnya. Kehadiran tiga orang dengan tiga ragam kepribadian berbeda itu telah mengubah orientasi hidupnya.

Bisa dibayangkan, Mbak Ning besar dalam keluarga Jawa, sekarang harus hidup bersama suami yang berlatar belakang Sulawesi. Kedua anaknya, terbiasa diasuh oleh ibu dari Sumatera. Tekad kuat itu telah menjadi energi untuk membangun kultur baru di rumahnya. Ternyata, niat yang kuat mampu menaklukkan semua kesulitan.

Empat tahun menjalani kehidupan rumah tangga, pasangan ini merasakan kebahagiaan berarti. Keinginan keduannya untuk merintis sebuah budaya baru di dalam rumah tangga semakin terasa hasilnya. Suami menjadi sosok ayah yang sangat mandiri.

Anak-anak setiap hari melihat perilaku kedua orang tua yang sangat mendiri, sehingga tidak sulit bagi keduannya untuk menauladaninya. Kedua anak ini sudah mulai terbiasa melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan masing-masing secara mandiri.

Prahara

Tantangan berat muncul di keluarga kecil ini saat wabah Covid 19 datang. Sang bapak yang ternyata memiliki komorbid tidak mampu menahan serangan virus hingga ajal menjemputnya. Kesedihan begitu dalam dirasakan oleh keluarga ini.

Pedihnya, ketika kabar kematian itu tersiar, tidak ada satupun keluarga dari mediang suami ataupun ibu dari anak-anak yatim piatu ini yang hadir. Alasan pembatasan aktivitas karena wabah virus 19 bisa menjadi permakluman, ke tiga orang ini bisa memakluminya.

Dua anak ini menjadi yatim piatu setelah kematian sang ayah. Wajah murung hingga larut dalam kesendirian terus berlangsung selama beberapa waktu. Suatu malam menjelang tidur, Mbak Ning memanggil keduannya untuk berdiskusi.

“Setelah ayah meninggal, mama menyerahkan sepenuhnya kepada kalian berdua. Mama sangat senang jika kalian tetap tinggal di rumah ini hingga kapanpun. Namun, jika kalian memiliki pilihan lain mama tetap akan mendukung”. Tanyanya

Setelah terdiam beberapa saat, anak perempuan yang kini sudah duduk di bangku kuliah itu langsung menajwab dengan tegas; “saya ikut mama di sini, di rumah ini”

“Bagaimana dengan adik?” Tanya Mbak Ning

Dengan wajah penuh kesedihan ia menjawab;

“saya ikut kakak dan mama tinggal di sini”

Pasca Duka

Pertemuan malam itu diakhiri dengan aksi saling berpelukan dengan hangat. Air mata Mbak Ning tumpah karena kegembiraan yang belum pernah ia rasakan seumur hidupnya. Di dalam hatinya ia tak henti hentinya mengucap “alhamdulillah” sambil terus mengucap;

“Ya Allah, nikmat apa lagi yang bisa aku dustakan, sungguh aku bersyukur ya Allah…”

Selang beberapa bulan pasca kedukaan, tiba-tiba keluarga almarhum lelaki ini datang menemui ke dua yatim piatu itu. Mereka meminta tanda di surat kematian. Surat tersebut akan mereka gunakan sebagai bukti di dalam musyawarah keluarga untuk pembagian tanah warisan di kampung halaman.

Beberapa bulan berikutnya, keluarga almarhumah ibu ke dua anak yatim piatu itu juga datang jauh dari kampung halaman. Keperluannya sama, mereka meminta keduanya menandatangani surat kematian ibunya yang sudah beberapa tahun lamannya. Surat tersebut juga diperlukan untuk pembagian tanah warisan.

Beberapa tahun berlalu, kedua anak yatim piatu itu tidak pernah lagi mendapat berita apapun tentang pembagian tanah warisan dari almarhum Bapak atau almarhumah Ibu. Hanya ada kabar angin dari saudara jauh bahwa tanah warisan dari kakek-neneknya sudah habis dibagi kepada saudara-saudara Bapak.

Begitupun kabar remang-remang dari keluarga almarhumah ibu. Bagi anak perempuan pertama yang sedang menempuh kuliah di bidang hukum, kenyataan itu terus menyisakan pertanyaan yang tidak pernah ia temukan jawaban.

Dua anak yatim piatu itu terus berjuang menaklukkan tantangan hidup demi merintis harapan. Sementara saudara bapak dan ibunya berpesta menikmati warisan kakek-neneknya. Mbak Ning terus bekerja keras menemani dua makhluk Allah yang mulia itu untuk menggapai harapan.

Mbak Ning, jalan ke surga telah engkau rintis. Meski lelah, namun sinar matahari dan bulan itu selalu menerangi jalanmu. Ia nampak terang sekali, meski ada dalam kegelapan mata. Karena menyantuni anak yatim itu mulia, maka surga itu ada padamu. (Bersambung).

Tags: cerita pendekMbak NingperempuanPerjanjian Pra Nikahsurga
Ahsan Jamet Hamidi

Ahsan Jamet Hamidi

Ketua Ranting Muhammadiyah Legoso, Ciputat Timur, Tangerang Selatan

Terkait Posts

Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Perempuan Fitnah

Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

15 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Kebebasan Berekspresi

Kebebasan Berekspresi dan Kontroversi Meme Prabowo-Jokowi

13 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version