Mubadalah.id – Kekerasan terhadap perempuan kerap terjadi, Komnas Perempuan merekamnya dalam angka yang fantastis. Catatan tahunan (catahu) 2022 Komnas Perempuan mencatat terdapat 338.496 kasus kekerasan terhadap perempuan berbasis gender yang penagduannya langsung kepada Komnas Perempuan, melalui lembaga layanan dan Badilog. Pelaku kekerasan umumnya adalah orang terdekat korban.
Kekerasan banyak terjadi, padahal sebenarnya tindakan mendapat kutukan di mana-mana termasuk agama.
Mari mengutip statement Imam besar Al Azhar yang mengharamkan kekerasan terhadap perempuan berbasis gender.
Syekhul Azhar Ahmad Thayyib menyatakan, pelaku kekerasan terhadap perempuan itu berakal sempit, jelas bodoh, tidak berbudi baik, dan tentu perbuatan ini haram secara syari’at. Hal ini tersampaikan melalui redaksi Shautul Azhar edisi Rajab 1443 H. Syekh mengecam perilaku kekerasan.
Pernyataan Imam Besar Al Azhar
Pernyataan Syekh Azhar Ahmad Thayyib berlandaskan hadis Nabi yang mengatakan:
إنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ
Yang bermakna, “sesungguhnya perempuan adalah partner laki-laki, yang tidak boleh mendapatkan kekerasan apalagi berbasis gender dan harus kita jaga hak-haknya.” Partner berarti perempuan sama seperti laki-laki memiliki hak dan kewajiban.
Dalam praktiknya perempuan partner laki-laki juga berarti perempuan dibolehkan dan didukung beraktivitas sosial dan berkegiatan ekonomi. Perempuan yang menempati posisi sosial tertentu diberikan hak-haknya, tidak dibedakan pendapatannya hanya karena ia perempuan. Perempuan berhak mendapati posisi baik di pekerjaan karena kecakapannya, diberikan kesempatan yang sama seperti laki-laki tidak dihalangi hanya karena ia perempuan.
Nabi tidak Mencontohkan Kekerasan
Syekh Azhar Ahmad Thayyib juga mengemukakan bahwa Nabi tidak mencontohkan kekerasan, baik kepada istrinya, khadim, bahkan kepada yang berbuat buruk kepadanya sekalipun. Kecuali pada perkara membela Allah. Tauladan ini terdokumentasi dalam hadis Nabi:
عن السيدة عائشة⸲ رضي الله عنها⸲ قالت: (( ما ضرب رسول الله⸲ صلّ الله عليه و سلّم⸲ شيئا قطّ بيده⸲ ولا إمرءة⸲ ولا خادما⸲ إلّا أن يجاهد في سبيل الله⸲ و ما نيل منه شيئ قطّ⸲ فينتقم من صاحبه⸲ إلّا أن ينهتك شيئ من محارم الله⸲ فينتقم لله عزّ و جلّ)) (أخرجه مسلم)
Dari Aisyah ra, berkata: Bahwa Rasulullah Saw tidak pernah memukul siapapun dengan tangannya, tidak pada perempuan (istri), tidak pada pembantu, kecuali dalam perang di jalan Allah. Nabi Saw juga ketika diperlakukan sahabatnya secara buruk tidak pernah membalas, kecuali kalau ada pelanggaran atas kehormatan Allah, maka ia akan membalas atas nama Allah Swt. (Shahih Muslim)
Mempraktikkan kekerasan sama sekali bukan tanda orang kuat. Orang kuat bukanlah yang paling keras melakukan kekerasan, orang kuat adalah yang mampu mengontrol amarahnya seperti yang telah Nabi ajarkan pada hadis di bawah ini;
قال صلّ الله عليه و سلم: ((ليس الشديد بالصرعة⸲ إنّما الشديد الّذي يملك نفسه عند الغضب)) (متفق عليه)
Yang artinya adalah: “Orang yang kuat itu bukanlah yang pandai bergulat, tetapi yang dapat menguasai diri di kala ia marah.” (Muttafaqun Alayhi)
Demikian pandangan indah dari khazanah Islam ini perlu kita naikkan lagi ke permukaan. Bahwa segala bentuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan ternyata tidak sama sekali kita indahkan. Legitimasi agama mana yang pelaku kekerasan ambil.
Sedangkan Nabi saja yang seharusnya umat sanjung dan puja ternyata berlaku lembut, kepada siapapun. Baik kepada istri, keluarga, dan para sahabat. Nahkan kepada yang berperilaku buruk kepadanya sekalipun. Nabi selalu memuliakan siapa saja yang orang-orang yang berada di sekitarnya. Jadi, teladanilah akhlak Nabi kita yang mulia ini. []
Sumber: Shautul Azhar, edisi Rajab 1443 H.