Mubadalah.id – Tauhid secara bahasa berarti mengesakan Allah Swt. Yaitu, keimanan dan keyakinan bahwa Tuhan yang benar hanyalah satu atau esa.
Dalam ungkapan bahasa Arab adalah wahid, yang menjadi kata asal dari istilah tauhid itu sendiri. Kalimat yang representatif adalah la iliha illa Allah, Tidak ada Tuhan selain Allah. Inilah kalimat tauhid. Surat dalam al-Qur’an yang menjadi representasi dari ajaran tauhid adalah surat yang ke-112. Yaitu surat al-Ikhlas, atau surat kemurnian dan ketulusan.
(1) Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. (2) Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (3) Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. (4) Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. (QS. al-Ikhlas, 112: 1-4).
Tetapi pengertian tauhid dalam Islam, tidak sekedar pengakuan keesaan Allah Swt, yang bersifat transendental semata. Tauhid juga memiliki implikasi horizontal, untuk manusia dan kemanusiaan.
Karena sejatinya, tauhid juga untuk manusia. Bukan untuk kepentingan Allah Swt. Kita bisa merujuk pada beberapa ayat al-Qur’an mengenai ketauhidan terhadap Allah Swt.
Surah al-Ikhlas, sebagai inti ajaran tauhid, seperti telah disebutknya, di dalamnya disebutkan mengenai beberapa ajaran penting tentang tauhid, yakni Allah adalah Esa, Allah adalah tempat bergantung, Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, serta tidak ada satu pun makhluk di alam semesta ini yang menyamai Allah.
Keteladanan Rasulullah Saw
Dalam keteladanan Rasulullah Saw, keyakinan bahwa tidak ada manusia yang setara dengan Allah. Dan tidak ada anak dan titisan Tuhan pada gilirannya melahirkan gerakan kesetaraan manusia sebagai sesama makhluk Allah.
Termasuk tidak ada manusia nomor satu dan manusia nomor dua. Karena manusia pada hakikatnya sama. Raja bukanlah tuhan bagi rakyat, suami bukanlah tuhan bagi istri, orang kaya bukanlah tuhan bagi orang miskin.
Oleh karena mereka bukan Tuhan, maka rakyat tidak boleh mempertuhankan rajanya dan pemimpinnya, bawahan tidak boleh mempertuhankan atasannya dan istri tidak boleh mempertuhankan suaminya.
Ketakutan dan ketaatan tanpa syarat kepada raja, pemimpin, atasan atau suami yang melebihi ketaatan dan ketakutan kepada Allah merupakan pengingkaran terhadap tauhid. []
Sumber: Buku Pertautan Teks dan Konteks dalam Muamalah karya Dr. Faqihuddin Abdul Kodir