Mubadalah.id – Di Aceh, ada tokoh besar perempuan. Namanya Teungku Fakinah. Teungku adalah gelar kehormatan yang masyarakat Aceh berikan untuk seorang yang memiliki pengetahuan keagamaan yang tinggi dan luas.
Di Jawa, ia kita sebut kiai atau ajengan. Ia lahir sekitar tahun 1856 M di Desa Lam Dran, Kampung Lam Bunot (Lam Krak), Aceh Besar.
Gelar “tengku” yang melekat pada namanya memperlihatkan bahwa ia merupakan seorang ulama. Ia telah membangun dayah, istilah di Negeri Serambi Makkah itu untuk pesantren sebagai pusat pendidikan Islam.
Pesantren yang ia bangun kita kenal dengan nama Dayah Lam Diran yang merujuk kepada nama lokasi di Desa Lam Diran.
Dayah tersebut terbuka untuk lelaki dan perempuan, dengan tempat atau asrama yang terpisah. Di dayah itu, selain ilmu-ilmu agama, juga mengajarkan ilmu umum dan kerajinan tangan, seperti menjahit dan bertukang.
Teungku Fakinah tumbuh dan besar dalam keluarga ulama. Ibunda Teungku Fatima ialah tempatnya mengaji dan belajar membaca al-Qur’an serta ilmu-ilm keislaman melalui kitab-kitab yang berbahasa Melayu.
Selain itu, ia juga belajar keterampilan dan kerajinan tangan, seperti menjahit, menenun, memasak, dan menyulam. Adapun kepada ayahnya, Datu Mahmud, Teungku Fakinah belajar bahasa Arab, hukum Islam, tasawuf, dan akhlak.
Kemudian, ia juga belajar sejarah, tafsir, dan hadits. Situasi sosial politik pada saat itu menuntut Teungku Fakinah untuk belajar dan aktif dalam dunia militer. Ia mengikuti pendidikan militer menjelang meletusnya Perang Aceh. []