Mubadalah.id – Sementara ini menyebar keyakinan di kalangan masyarakat bahwa perkosaan terhadap perempuan dan anak-anak terjadi akibat konsumsi miras atau narkoba. Tidak sedikit para tokoh, akademisi, politisi, dan pemerintah meyakini hal ini. Polisi juga seringkali mengalihkan persoalan perkosaan ke pidana sosial soal miras dan atau narkoba. Dengan cara pandang ini, tindak perkosaan seseorang bisa menjadi lepas dan diabaikan. Akibatnya, perempuan menjadi tak terlindungi,bahkan bisa jadi disalahkan. Pandangan perkosaan bukan faktor miras adalah pandangan yang mendekati kebenaran.
Pandangan sebaliknya adalah pandangan yang menyesatkan dan memiliki ekses yang sangat berbahaya. Tidak saja karena mengabaikan faktor ketimpangan relasi gender yang fundamental, tetapi juga perempuan korban bisa tak terlindungi atau bahkan disalahkan. Demikian diucapkan Yuli Muthmainnah, dosen Hukum Internasional Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta.
Mengutip pada analisis Catherine MacKinnon (1989), Yuli menyatakan bahwa “Perkosaan bukan hanya soal nafsu syahwat, tetapi juga tentang tindakan brutal, sadis, dan penyiksaan dari orang yang merasa lebih kuat dan berkuasa kepada orang yang lemah atau dibawah kuasanya”.
Jika dicermati, menurutnya, “Perkosaan dipengaruhi oleh relasi kuasa yang tidak setara antara korban dan pelaku. Dengan perbuatan itu laki-laki merasa menang dan perempuan
korban dianggap sebagai musuh yang harus dihancurkan. Pelaku sesungguhnya ingin
‘bersenang-senang’ dengan menganggap rendah perempuan, menganggap perempuan milik laki-laki, ingin memamerkan kuasa dan membuktikan kekuatan dirinya atas perempuan”.
Perkosaan adalah tindakan kejahatan dan pelanggaran terhadap hak asasi
perempuan dan tentu saja melanggar HAM. Yuli menegaskan: “Sampai kapanpun perkosaan adalah kejahatan, tindakan kriminal, pelaku harus mempertanggungjawabkannya dimuka hukum. Alasan mabuk, dorongan nafsu, sakit, kesurupan, bahkan hilang ingatan sekalipun adalah alasan yang tidak bisa diterima. Karena pada dasarnya manusia dapat mengendalikan emosi, hawa nafsu, dan akalnya melalui kontrol kemampuan diri”.
Tentu saja narkoba dan miras adalah haram dan memiliki efek buruk pada seseorang. Tetapi sayang sekali kalau ini selalu dijadikan alibi oleh penjahat kelamin, dan masyarakat percaya, lalu faktor fundamentalnya soal relasi kuasa menjadi terlupakan. Padahal ketimpangan inilah yang harus dilawan. Dan perlawanan inilah adalah sebaik-baik jihad dalam Islam.
Penulis: Faqih Abdul Kodir, biasa disapa Kang Faqih adalah alumni PP Dar al-Tauhid Arjawinangun, salah satu wakil ketua Yayasan Fahmina, dosen di IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan ISIF Cirebon. Saat ini dipercaya menjadi Sekretaris ALIMAT, Gerakan keadilan keluarga Indonesia perspektif Islam.