Mubadalah.id – Hari ini, tepatnya pada Minggu 18 April 2021 saya kembali mengikuti kelas intensif ramadhan, 20 hari ngaji kitab Manba’ussa’adah bersama 20 ulama perempuan Nusantara. Tema pada hari ke dua ini adalah tentang “Hak Tubuh: Hak atas istirahat yang cukup”. Tema ciamik ini disampaikan oleh Ibu Nyai Mufliha Wijayati dan dimoderatori oleh host kece Kak Sari Narulita.
Ibu Nyai Mufliha membuka kajian tersebut dengan mengutip dan memaknai sebuah kisah tentang nasihat Salman kepada sahabatnya Abu Darda. Kira-kira begini kisahnya:
“Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan bad mood. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Ummu Darda menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.”
Kemudian Abu Darda datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda pun tidur kembali.
Ketika Abu Darda bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya, “Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.“
Lalu setelah itu, Abu Darda mendatangi Nabi Saw dan menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari no. 1968).
Ibu Nyai Mufliha memberikan tiga catatan dalam merespon kisah di atas. Pertama, tentang pentingnya mengatur ritme kehidupan, Ibadah itu memang penting, tetapi jangan sampai mengabaikan hak tubuh dan hak orang di lingkungan kita. Kedua, memberikan pesan bahwa laki-laki di zaman Nabi juga melakukan pekerjaan domestik, yaitu memasak. Lalu ketiga, yang terakhir adalah mengajarkan tentang pentingnya menghormati tamu, dengan ikut makan bersama walaupun Abu Darda tengah berpuasa sunnah.
Kemudian selanjutnya, Ibu Nyai Mufliha juga menyampaikan bahwa setiap manusia itu berhak untuk menjeda atau memberi waktu pada tubuhnya untuk beristirahat. Tentu bentuk relaksasi istirahat ini setiap orang akan berbeda-beda. Sesuai dengan hobi atau keinginannya masing-masing.
Menurut saya menjeda itu memang sangat penting. Sebab, selama ini banyak dari kita, terutama anak muda yang sering abai terhadap hak tubuhnya. Misalnya kita terbiasa untuk melakukan segala hal dengan cepat, seperti kerja lembur bagay kuda tanpa punya waktu untuk rehat, atau bergadang dan tidak mengatur pola tidur dengan baik.
Pola hidup yang seperti itu merupakan kebiasaan yang tidak baik, karena bisa membuat tubuh menjadi lelah, tidak bugar dan mungkin akan gampang terserang penyakit. Oleh sebab itu, pak Faqih dalam kitab Manba’ussa’adah menyarankan pada kita semua untuk belajar mengatur waktu istirahat, salah satunya dengan tidur. Karena tidur juga merupakan nikmat yang Allah berikan kepada setiap makhluk hidup.
Di sisi lain, fungsi tidur juga sangat baik, yaitu menumbuhkan semangat baru, memenuhi kebutuhan badan untuk rehat dan menenangkan jiwa dari hiruk pikuk kehidupan. Selain itu, tidur juga mendatangkan banyak manfaat, salah satunya adalah membuat akal tetap sehat dan bisa berpikir jernih. Jadi, masihkah kita akan terus bergadang di malam hari, dan kerja lembur bagai kuda di siang hari tanpa rehat? Mari kita renungkan bersama.
Selain itu, beberapa waktu yang lalu saya juga pernah menonton sebuah video karya Adjie Santosoputro berjudul “Melambat”. Dalam video tersebut saya diingatkan untuk belajar mengatur ritme hidup saya supaya lebih seimbang dan menyenangkan. Sesekali mungkin kita boleh berjalan cepat atau bahkan berlari sekencang mungkin.
Tetapi dalam waktu yang lain, kita juga perlu untuk pelan dan tidak tergesa-tergesa dalam menyelesaikan sesuatu lalu memberi ruang tubuh untuk beristirahat sejenak, sebelum lanjut melakukan hal lain.
Karena hidup itu bukan tentang siapa cepat, maka dia hebat. Tetapi tentang bagaimana kita bisa bahagia dengan apapun yang kita lakukan.
Oleh karenanya, jika dalam beberapa waktu yang lalu saya berasa ditampar oleh setiap kata-kata Adjie Santosoputro. Maka hari ini, ketika ikut ngaji manba’ussa’adah, saya seperti di tampar berkali-kali. Karena, selama ini saya sering sekali mengabaikan hak atas tubuh saya sendiri.
Dan yang terakhir, selain mengistirahatkan tubuh yang berbentuk fisik. Ternyata kita juga penting untuk memperhatikan sekaligus memberi waktu untuk rehat pada hati, mental serta pikiran kita. Seperti halnya yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib “Hiburlah hati dan jiwamu dengan menelusuri hikmah. Karena sejatinya hati juga bisa lelah seperti juga ragamu.”
Terimakasih Ibu Nyai Mufliha dan Pak Faqih sudah memberikan pencerahan. Semoga saya bisa mengamalkannya, minimal pada diri saya sendiri. Tetapi, tentu saja saya juga berharap pengetahuan seperti ini dapat dipahami oleh lebih banyak orang. Supaya kita tidak lagi mengabaikan hak-hak diri kita sendiri, dan juga hak diri orang lain dalam mendapatkan waktu yang cukup untuk beristirahat. []