Mubadalah.id – Saat membuka ponsel pertama kali Jam 7 pagi ini, kubaca pesan Mba Dosen Nur Rofiah . “Sari, kayaknya perlu bikin ucapan bela sungkawa untuk Prof Huzaemah.” Seraya menyertakan foto berisi kalimat Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun yang saat ini begitu sering keluar dari corong masjid, televisi dan gadget. Sangat akrab menyertai perbincangan kita sehari-hari.
Kabar ini, sebetulnya tidak mengejutkan meski tetap bikin hati hangat dan mata panas. Sejak mencuat kabar almarhumah yang beberapa waktu masuk IGD di RSUD Serang, Banten, dan membutuhkan donor plasma konvalesen (metode pengambilan darah plasma dari penyintas Covid-19 yang dapat diberikan pada sebagai terapi untuk pasien covid yang sedang dirawat), di benak ini sudah membayangkan kemungkinan terburuk. Samar dalam hati mengatakan kalau beliau sulit untuk bertahan lama.
Bukan mendahului takdir. Tapi ini bisa dinalar dengan mudah. Usia beliau yang semakin menua dan rentan memiliki komorbid, rasanya pesimis bisa kembali sehat. Kondisi ini sangat bergantung pada kata KEAJAIBAN. Realistis sajalah. Saat ini ketersediaan alkes – nakes sangat terbatas dan Rumah Sakit selalu penuh, sementara penyebaran virus mulai merata merambah ke berbagai daerah tanpa cela.
Media senantiasa up to date memberitakan itu. Tapi, pemandangan jalanan selalu penuh dengan derap roda kendaraan, hilir-mudik masyarakat berjalan seperti biasa, menandakan denyut perekonomian tetap berjalan normal, meski tentu situasi ekonomi saat ini juga tidak baik tersebab pandemi.
Kabar kepulangan beliau menuju rumah keabadiannya pada jam 6 Pagi tadi, direspon secepat kilat oleh banyak pihak. WAG penuh ucapan kehilangan akan sosok beliau. Bahkan sejak Jam 9 pagi link zoom terkait Prosesi Pemakaman almarhumah juga sudah tersiar. Menurut penuturan Prof Dr. KH. Muhammad Amin Summa, permohonan keluarga pribadi dan keluarga besar kampus baik UIN Jakarta maupun IIQ Jakarta, agar almarhumah dimakamkan di Pemakaman UIN Jakarta dengan protokol kesehatan yang ketat, alhamdulillah diizinkan.
Dari ruang zoom ini tampak 1000 partisipan yang berasal dari para keluarga, sahabat, kolega, murid, memberi kesaksian tentang kiprah almarhumah semasa hidup. Acara ini juga disiarkan secara live melalui kanal youtube FSH UIN Jakarta. Sementara itu, Tim Pemakaman yang berada di Komplek Pemakaman UIN Jakarta di Ciputat dan Tempat Penyelenggaraan Shalat Jenazah di Asrama IIQ, Cinangka, Sawangan, Depok, juga bersiap-siap. Tepat pukul 12.30 wib almarhumah dishalatkan dan sekira pukul 13.00 wib jenazah almarhumah dilepas ke liang lahad.
Kesaksian
Selama 4 jam mengikuti prosesi pemakaman almarhumah melalui link zoom, terasa nyata kehilangan yang luar biasa. Laki-laki-perempuan, Guru Besar – para mahasiswa, kalangan kampus maupun non kampus, memberikan kesaksian tentang sosok almarhumah. Dari beberapa yang saya catat, sosok Prof Huzaemah baik sebagai pribadi, guru, kolega, mitra kerja, meninggalkan kesan sebagai pribadi pendidik yang penuh dedikasi.
Beberapa diantara mereka menceritakan kesan dan pengalamannya, yang salah satunya datang dari KH. Dr. (HC) Muhyiddin Junaidi, MA, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (2020-2025). Baginya, Prof Huzaemah adalah sosok yang hangat untuk diajak berdebat, khususnya dalam fiqhul muqoorin. Beliau ingat betul saat almarhumah berdiskusi dengan Pimpinan Taliban di Afghanistan, Sayyid Baradar, yang meninggalkan kesan yang sangat baik.
Usai itu, Pemimpin Taliban itu memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada almarhumah dengan mengirimkannya hadiah. Ini bukan saja bentuk apresiasi yang tinggi terhadap MUI yang memberikan kebebasan kepada perempuan untuk bergabung, tapi juga kesan mendalam kepada almarhumah secara pribadi atas keluasan ilmunya.
Kesaksian lain datang dari Prof. Amany Lubis. Di mata Rektor UIN Syarif Hidayatullah UIN Jakarta ini, kehilangan almarhumah sama halnya kehilangan ulama perempuan yang sangat mumpuni dan berjasa besar bagi UIN Jakarta. Keluasan ilmu dan pengakuan keilmuannya diamini di tingkat nasional sampai tingkat internasional. Bukan hanya di Majlis Ulama Indonesia, tapi juga di Majma’ Fiqh Internasional,
Pada Februari 2020 menjelang Indonesia memberlakukan PSBB Tahun 2020, Prof Amany bersama almarhumah menemani Menteri Luar Negeri, Ibu Retno Marsudi, berdialog dengan para Menteri perempuan di Afghanistan. Mereka datang membawa misi peningkatan peran perempuan di Afghanistan serta perdamaian dunia.
Testimoni yang tak kalah menyentuh terdengar dari KH Syarif Rahmat. Sambil terisak-isak, ia bercerita betapa almarhumah merupakan sosok ulama perempuan yang penuh dedikasi. Saat bulan Ramadhan lalu, dengan bersepeda beliau sowan ke kediaman almarhumah.
“Saya sowan bicara tentang tulisan saya. Yang saya ingat betul beliau sampaikan begini, ‘Syarif, yang ada di pikiran saya itu bagaimana melahirkan ulama-ulama perempuan. Dulu jumlah mahasiswi di IIQ masih 500. Tapi sekarang sudah 2500! Saya berpikir, bagaimana ya menempatkan beliau-beliau itu?’”
Mengenal secara pribadi selama 20 tahun memberikan kesan mendalam di hati Kyai yang khas dengan blangkon di kepalanya itu. “Beliau adalah satu-satunya puncak Ulama Perempuan di Indonesia,” ujarnya terbata-bata. Sambil terus mengenang, ia menaruh harapan besar pada kedua anak perempuannya yang kini tengah berkuliah di Al-Azhar Kairo Mesir dan Maroko, untuk melanjutkan legacy keilmuan Prof Huzaemah.
Pengakuan dalam hal ilmu di bidang Fikih dan Ushul Fikih ini diamini seluruh jamaah zoom yang hadir. Mulai dari Prof Said Agil Munawwar, yang sudah mengenal almarhumah sejak berkuliah di Al-Azhar, Kairo, Mesir. Demikian pula KH. Cholil Nafis, yang dengan bangga mengklaim sebagai sebagai murid almarhumah sekaligus mitra di MUI. Ia mengenang hal manis saat mengikuti Pendidikan Kader Ulama MUI Tahun 1998 serta saat berguru kepada almarhumah di Pascasarjana UIN Jakarta.
“Saat di Munas MUI, beliau aktif dan sangat bertanggungjawab. Sebagian kita mungkin canggung jika bekerjasama dengan guru, tapi tanpa ambisi apapun, beliau tetap meneladani dengan memberikan yang terbaik. Seluruh hidupnya diabdikan untuk ilmu dan ibadah kepada Allah. Kita semua kehilangan ulama perempuan di Indonesia, orang pertama yang meraih gelar Doktor di Al-Azhar, Kairo. Insya Allah saya akan meneruskan ilmu yang beliau telah ajarkan…”
Masih dari MUI, KH Abdul Rahman Dahlan juga menceritakan kesannya yang mendalam tentang almarhumah. Bertahun-tahun bersama-sama dengan Prof Huzaemah di Komisi Fatwa MUI, ia mengenangnya sebagai sosok yang konsisten terhadap apa yang diyakini.
“Kadang memang harus sama-sama bersuara tinggi mengemukakan pendapat. Berdebat sangat alot. Tapi… itu semua untuk mempertahankan kebenaran, konsisten mempertahankan pendapat yang terkuat dari yang kuat.” Tangisnya seketika pecah. Sambil terisak ia menambahkan, “Tapi begitu selesai rapat, perbedaan itu hilang. Justru rasa persaudaraan diantara kami semua cukup tinggi….”
Perbandingan Mazhab & Hukum (PMH)
Mengenang almarhumah sama halnya mengenang kembali saat menghabiskan waktu berkuliah di Jurusan PMH Fakultas Syariah UIN bertahun-tahun lalu. Sosok almarhumah telah mengampu mata kuliah fikih muqorin dengan sangat luar biasa. Kepakaran Prof Huzaemah di bidang fikih perbandingan mengantarkan PMH sebagai Jurusan yang menjadi core keilmuan Fakultas Syariah.
Berkali-kali oleh Dr. Kamarusdiana, MA, Dosen Fakultas Syariah UIN Jakarta yang memimpin jalannya acara di zoom tadi pagi, mengatakan hal tersebut. Ini juga diamini Prof. Dr. Euis Nurlaelawati, MA, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakart) yang menyatakan bahwa Prof Huzaemah adalah fondasi jurusan perbandingan mazhab dan hukum di UIN Jakarta.
Akan hal tersebut, Siti Hanna, perwakilan dari Program Studi Fakultas Syariah PMH UIN Jakarta menguatkan, “Beliau memang sangat konsen terhadap Prodi ini. Menurutnya, PMH ini adalah core keilmuan Syariah yang harus dipertahankan, apapun kendalanya.”
Kebanggaan Al-Khairat
Tak sedikit partisipan pada ruang zoom tadi pagi dihadiri para guru dan murid yang pernah mengenyam pendidikan di Al-Khairat, Palu, Sulawesi Tengah. Hal ini dikarenakan almarhumah merupakan salah seorang putri terbaik lulusan Al-Khairat yang berguru langsung kepada pendirinya, Al-Habib Idrus bin Salim Al-Jufri atau lebih dikenal dengan Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri atau Guru Tua.
Gani Jumat, seorang partisipan dari Palu yang pernah tinggal di kediaman almarhumah menyatakan bahwa Prof Huzaemah adalah Ulama Wanita yang sangat dicintai. Rasa cintanya terhadap ilmu terlihat dari caranya menghormati sang guru, Habib Idrus bin Salim Al-Jufri. “Saya menyaksikan betul bagaimana almarhumah saat membangun rumahnya di Ciputat dulu, ternyata juga membangun sebuah kamar khusus untuk gurunya. ‘Supaya kamu tahu, itu kamar untuk guru saya.’ Itu cara almarhumah menghormati guru-gurunya.”
Habib Ali Jufri yang merupakan zurriyyat dari sang guru almarhumah, menyampaikan kesaksian bahwa Prof Huzaemah adalah putri Al-Khairat yang sangat membanggakan. Beliau belajar langsung kepada Habib Idrus bin Salim dan juga Habib Assegaf bin Muhammad Al-Jufri. Sanad keilmuannya tidak terputus karena belajar langsung dari kedua ulama besar tersebut.
Legacy
Semua kesaksian di atas mengingatkan saya akan sosok Sayyidah Nafisah binti Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Sosok guru tercinta Imam Asy-Syafi’i, perempuan yang selalu menjadi tempat berdiskusi dalam hal agama seputar fikih, hadis, hingga persoalan-persoalan ibadah. Bahkan Imam Ahmad bin Hanbali pun pernah mendatangi Sayyidah Nafisah untuk meminta doa darinya. Tentu saja selain kedua Imam Mazhab tersebut, ada banyak para alim ulama yang melakukan hal yang sama.
Apa yang dilakukan para ulama terdahulu ternyata begitu jelas dilakukan alim ulama, dosen, mahasiswa, akademisi, pejabat, dalam ruang zoom prosesi pemakaman Prof Huzaemah tadi pagi. Begitu banyak yang memberikan testimoni dan kesan yang manis terhadap sosok almarhumah selama menjadi murid, santri, mitra dan kolega di kampus maupun di luar kampus. Baik mereka yang mengenal almarhumah sejak mahasiswa sampai beroleh Guru Besar seperti halnya Prof Huzaemah.
Sehingga tak heran bila pemikiran dan karya-karya beliau sampai kini dijadikan referensi utama dalam membicangkan ilmu fikih wabil khusus dalam ranah perbandingan mazhab. Fikih Perempuan Kontemporer dan Fiqih Anak adalah sedikit karya yang sampai kini dijadikan pegangan di kalangan kampus.
Dan tentu saja, laku lampah sepanjang hidup yang ditunjukkan merupakan legacy yang harus terus dilanjutkan. Sebagaimana dikatakan Dr. Suwendi, perwakilan dari Pendis Kemenag RI dalam ruang zoom, bahwa salah satu bentuk keteladanan yang ditinggalkan beliau adalah dengan melakukan kaderisasi sosok seperti almarhumah.
Dan tepat pukul 13.15, akhirnya Prof Said Aqil Munawwar memimpin doa melepas kepergian sang guru besar. Ditutup ucapan permohonan maaf dan terimakasih atas apresiasi dari sang anak, Dr Syarif Hidayatullah. Lalu diakhiri ucapan selamat jalan dari Prof Nasarudin Umar, dari tempat pemakaman.
Selamat jalan ya Prof. Saya tidak akan lupa sambutan prof di rumah kala itu. Membiarkan saya mewawancarai panjenengan untuk Majalah Hidayah, sambil ngemong Rayya yang masih TK. Dengan senyum sumringah penganan kecil dikeluarkan untuk Rayya, sambil memperlihatkan tumpukan Majalah Hidayah, yang ternyata dulu menjadi salah satu pelanggan tetapnya.
Prof Huzaemah adalah Perempuan Ulama dan Guru Besar dalam arti yang sebenarnya. Insya Allah husnul khatimah. Aamiin. []