Mubadalah.id – Aku terhenyak kaget mendengar kabar bahwa seorang aktivis perempuan dari India, Kamla Bhasin tutup usia pada 25 September 2021 pukul 3 pagi waktu India. Beranda media sosial menjadi penuh ungkapan belasungkawa yang mengiringi kepergiannya. Video lawas tentang Kamla Bhasin saat membacakan sajaknya, menjadi makin mudah dicari. Yang menarik pada sajak Kamla adalah partisipasi khalayak dalam meneriakkan slogan “Aazadi”. Yang belakangan baru kuketahui bahwa slogan “Aazadi” berarti “Kebebasan”.
“Kami perempuan ingin – Aazadi | Anak-anak perempuan kami ingin – Aazadi | Dari kekerasan tanpa akhir – Aazadi | Dari diam tidak berdaya – Aazadi | Dari (budaya) patriarki – Aazadi | Dari semua (tindakan) hirarki – Aazadi | Untuk (dapat) bernafas dengan bebas – Aazadi | Untuk (dapat) bergerak bebas – Aazadi | Untuk (dapat) bernyanyi dengan nyaring – Aazadi | Untuk (dapat) menari dengan leluasa – Aazadi | Untuk kebebasan berekspresi – Aazadi | Untuk (melakukan) perayaan – Aazadi | Kami sangat membutuhkan (semuanya) – Aazadi | Kami sangat mencintai (semuanya) – Aazadi | Ayo katakan dengan nyaring – Aazadi.” Adalah sajak terkenal dari seorang Kamla Bhasin.
Sangat mudah dibayangkan bagaimana keadaan India saat itu. Sehingga Kamla Bhasin dapat menuangkannya dalam sajak singkat yang sarat makna. India dengan budaya patriarkinya yang kental, hirarki tak berkesudahan, kekerasan dan pembungkaman terhadap perempuan marak terjadi. Menjadi wajar jika Kamla Bhasin melalui sajaknya mengungkapkan keinginan para perempuan dan anak-anak perempuannya untuk dapat menghirup udara kebebasan.
Harapannya agar mereka dapat bergerak secara leluasa, bebas berekspresi, menyanyi dengan riang dan menari dengan gembira bahkan bebas melakukan perayaan tanpa diselimuti rasa takut dan khawatir. Slogan “Aazadi” kian membuat sajak Kamla Bhasin menjadi hidup.
Slogan “Aazadi” yang seolah telah menyatu dengan pribadi Kamla Bhasin, ternyata pertama kali didengar oleh Kamla pada 1980 dari kaum feminis di Pakistan. Pada tahun itu, Pakistan diperintah oleh presiden Zia-ul-Haq yang mendapatkan jabatannya melalui sebuah kudeta berdarah atas Presiden sebelumnya, yakni Ali Bhutto.
Menariknya, kelompok pertama yang bangkit untuk melawan Zia-ul-Haq bukanlah partai politik, melainkan sekelompok feminis Pakistan. “Aurat ka naara – aazaadee / bachchon ka naara – aazaadee / ham leke rahenge – aazaadee / hai pyaara naara – aazaadee” adalah nyanyian yang didengar oleh Kamla Bhasin di Pakistan, yang dinyanyikan oleh para feminis di sana. Yang artinya “Slogan perempuan adalah Aazadi (kebebasan), slogan anak-anak adalah Aazadi, kita akan meraih Aazadi, slogan cinta adalah Aazadi”.
Hari ini, slogan Aazadi menjadi seruan umum di hampir setiap protes dan demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa. Bahkan pada 2016 silam, slogan “Aazadi” bergema dalam orasi Kanhaiya Kumar seorang aktivis politik India, dalam menyuarakan kebebasan (Aazadi) dari diskriminasi, brahminisme dan kemiskinan di Universitas Jawaharlal Nehru pada protes anti CAA-NRC (Citizenship Amendment Act-National Register of Citizen) atau Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan dan Daftar Warga Negara.
Dimana dalam peristiwa itu, perilaku diskriminatif sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia, Brahminisme yang masih mempercayai sistem kasta juga menempatkan sosial masyarakat dalam tingkatan tertentu, dan kemiskinan jelas merupakan sumber permasalahan sosial. Kebebasan (Aazadi) dari ketiga hal inilah yang digaungkan oleh seorang Kanhaiya Kumar. Sekali lagi slogan “Aazadi” yang ditenarkan oleh Kamla Bhasin mampu menghidupkan makna dari sebuah orasi.
Kamla Bhasin dan slogan Aazadi-nya akan tetap abadi, selama tuntutan dalam sajak Kamla belum terpenuhi semuanya. Karena sampai hari ini, keinginan perempuan untuk terbebas dari kekerasan, ketidakberdayaan, hirarki dan belenggu patriarki masih terus berkobar.
Sajak dari Kamla Bhasin seolah telah mewakili keinginan kaum perempuan yang selama ini masih mengalami ketidakadilan. Sehingga tuntutan yang terkandung dalam sajak, juga mewakili keinginan kaum perempuan secara garis besar. Yakni keinginan untuk dapat bebas bernafas dan bergerak tanpa risau, bebas berekspresi tanpa takut dan bebas beribadah tanpa diliputi kekhawatiran. Rest in power, Kamla Bhasin, percayalah, kaum perempuan akan mampu meneruskan cita-cita besarmu. []