Mubadalah.id – Benarkah suara perempuan aurat? Nah, sebenarnya Islam merupakan agama yang mengatur umatnya dengan sebaik-baiknya. Peraturan yang begitu detail namun fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman dan keadaan masyarakatnya. Kita tidak bisa langsung memaksakan kepada masyarakat harus menjalankan aturan seperti baginda Rasulullah dahulu.
Perbedaan geografis dan adat-istiadat juga memengaruhi kondisi ini, Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam kepercayaan. Hal ini menjadikan beberapa aturan Islam ketat tidak dapat kita terapkan secara tekstual. Salah satunya mengenai pembahasan terkait aurat.
Aurat merupakan suatu organ yang dipandang buruk untuk ditampakkan dan diperlihatkan kepada lawan jenis dimana bagian tubuh ini wajib ditutupi dan menimbulkan dosa apabila ditampakkan. Beberapa orang mungkin pernah mendengar atau menganggap bahwa suara perempuan adalah aurat. Perempuan seharusnya memiliki tutur kata yang lembut dan tidak boleh tampil di depan publik. Para perempuan tidak boleh berbicara selain dengan mahramnya, dan suaminya saja karena suara perempuan yang lembut dapat meningkatkan syahwat dan membawa fitnah.
Pandangan tentang aurat perempuan merupakan pembahasan yang kerapkali menuai perdebatan hingga saat ini. Mulai dari anggota tubuh yang boleh tampak hingga pakaian yang boleh dan tidak perempuan gunakan. Banyak hadis-hadis yang menyebutkan permasalahan perempuan karena pakaian yang ia kenakan untuk keluar rumah. Hadis yang kerap penceramah khotbahkan terkadang menyudutkan kaum perempuan baik itu sengaja ataupun tidak, sehingga apapun yang penceramah katakan seringkali ada anggapan bahwa itu kebenaran mutlak. Salah satunya yakni suara perempuan adalah aurat.
Salah Paham Hadis Suara Perempuan Aurat
Hadis-hadis tersebut ada yang menyalahartikan penafsirannya. Misalnya hadis yang berbunyi shautul mar’ah aurah artinya suara perempuan adalah aurat, menurut sebagian ulama hadis ini merupakan dhaif dan palsu. Adapun bukti bahwa kaum perempuan boleh bersuara yakni ketika Nabi Muhammad SAW sedang melakukan kajian di majlis, lalu ada seorang perempuan bertanya di hadapan beliau dan para jamaah lelaki namun beliau tidak melarangnya untuk bertanya.
Bahkan, beliau pun menyempatkan satu hari khusus untuk berdialog dan mengajarkan ilmu agama secara langsung kepada perempuan muslimah tanpa melalui istri-istrinya. Perbuatan ini sudah menerangkan bahwa suara perempuan bukanlah aurat dan sah-sah saja apabila perempuan bersuara di ruang publik untuk menyampaikan pendapatnya.
Ajaran Islam merupakan agama “rahmatan li al-‘alamin” (memberikan rahmat bagi seluruh alam). Islam adalah agama yang mengayomi dan memuliakan kaum perempuan di mana derajat antara laki-laki dan perempuan adalah sama yakni berdasarkan tingkat ketakwaan kepada Allah. Tidak ada dalam Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa perempuan merupakan sosok tidak berdaya, lebih rendah derajatnya dan puncak sumber fitnah. Bahkan, Al-Qur’an dan Rasulullah berupaya untuk membuka pandangan kita terkait kesetaraan perempuan di hadapan Allah.
Adapun suara seperti apa yang menyebabkan larangan yakni suara mendayu-dayu, melenggak-lenggokan suara, dan membuat-buat suara seperti mendesahkan agar merdu. Suara ini rentan menarik perhatian kaum lelaki sehingga merangsang nafsu birahi. Padahal godaan seperti ini datangnya tidak hanya dari kaum perempuan namun sebaliknya kaum lelaki juga dapat melakukannya.
Seperti yang kita lihat saat ini, di mana banyak lelaki yang mengikuti trend seperti tiktok, mereka memainkan raut wajah seperti mata dan bibir. Bukankah hal ini juga dapat merangsang syahwat perempuan? Apakah ini juga dibenarkan dan tidak perlu dipermasalahkan?
Dalam memahami atau mendengarkan sebuah ceramah, kita sebaiknya tidak terpaku pada satu sumber saja melainkan tetap mencari pandangan lain dan kebenarannya missal dari para ulama kontemporer. Perkembangan ilmu pengetahuan mendorong kaum perempuan zaman sekarang untuk memiliki beragam profesi yang setara dengan laki-laki seperti pembawa acara, guru, penyiar radio, penyanyi, penceramah, dan lain sebagainya.
Namun, ada penggiringan opini bahwa perempuan adalah aurat dengan menyebutkan hadis yang diriwayatkan oleh ulama terdahulu. Padahal kita tidak tahu penafsiran atau konteks yang tengah terjadi saat itu. Pemahaman seperti ini sangat disayangkan apabila mereka yang memiliki kemampuan luar biasa, mampu berkontribusi dan bermanfaat untuk masyarakat harus dikurung di rumah.
Hambatan Pemahaman yang Membatasi Perempuan
Pemahaman tentang perempuan memiliki hak yang terbatas apalagi hanya karena suaranya adalah aurat, akan menjadi hambatan bagi seseorang. Tentu saja mereka tidak boleh menjadi Qori’, hafidzah, dan penceramah agama. Hal ini menjadikan ketimpangan antara kaum laki-laki dan perempuan padahal agama islam menganjurkan akan pentingnya mencari ilmu bagi setiap manusia yang tidak terbatas usia dan jenis kelamin seseorang.
Orang yang mampu bermanfaat bagi orang lain merupakan sebaik-baik manusia. Selain itu, Allah maha mengetahui setiap hambanya yang beriman kepadanya baik dari golongan laki-laki maupun perempuan. Kita mempunyai kedudukan sama dan membedakannya hanyalah ketakwaan kepada yang maha kuasa.
Kaum perempuan memiliki potensi dan kemampuan yang sama dengan laki-laki, mereka mampu menjadi pemimpin, pengajar, pengabdi dalam bermasyarakat dan bernegara. Adanya ruang lingkup yang terbatas menghambat kaum perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan berkembang, sebagian golongan menggiring hadis untuk menyudutkan dan mendzalimi perempuan agar berada di bawah laki-laki.
Mereka menganggap apabila perempuan mendapat ruang, mereka tidak akan patuh sehingga mengurangi kehormatan kaum lelaki. Pandangan inilah akhirnya menimbulkan ketimpangan dan kemudharatan. Maka dari itu, baik kiranya kita memahami tentang sebuah hadis dan menelaahnya dengan bijak agar tidak merugikan orang lain. Semoga pertanyaan benarkah suara perempuan aurat atau bukan sudah terjawab []