Mubadalah memerlukan strategi kebudayaan yang komprehensif agar pemahaman keadilan, kemaslahatan, kesalingan, dan kesetaraan menjadi kekuatan yang mengikat dan dapat menyatu dalam perilaku masyarakat.
Strategi kebudayaan yang dimaksudkan adalah bagaimana menciptakan pola pikir yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam berbagai lini kehidupan, seperti pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang sama.
“Saya sebagai pekerja seni di Malaysia, saya mempunyai strategi baru bagaimana mubadalah ini dikemas dalam bentuk yang baru, misalnya narative (cerita), story talling (mendongeng), melalui pementasan-pementasan, teater dan banyak hal lainya dan saya kira ini akan mudah di terima,” kata Anak Seni Kuala Lumpur, Azzad Mahdzir, saat ditemui mubadalah di kantor Sisters In Islam (SIS) Malaysia, belum lama ini.
Dengan cara seperti itu, lanjut Azzad, ia akan bebas berbicara tentang keadilan, kesetaraan kepada siapa pun dengan kemasan yang baru. “Bagi saya menggunakan jalur lembut seperti seni itu penting juga,” tuturnya.
Dengan adanya perspektif mubadalah, lanjut Azzad, orang-orang tidak akan lagi menilai mana teks-teks yang bersifat menindas atau mendiskriminasi.
“Saya rasa banyak juga sisi reinterpretasi itu dan mempunyai spirit yang sejalur ke arah global atau spirit universal Islam dengan metode ini,” ungkapnya.
Ia pun berharap, jika hal ini bisa terwujud, berbagai persoalan mulai dari kekerasan, pelecehan seksual, hingga diskriminasi, bisa dihapuskan.
“Mubadalah adalah salah satu gerakan yang baik, yang memberikan pemahaman bahwa keadilan itu hak bagi semuanya (laki-laki dan perempuan),” tandasnya. (RUL)