Teman-teman Lintas Iman Cirebon menggelar doa bersama untuk KH. Maimoen Zubair (Mbah Moen) yang digelar Pelita Perdamaian bersama Fahmina Institute dan Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) di kampus setempat, Minggu, 11 Agustus 2019.
Mbah Moen merupakan ulama kharismatik yang juga Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini wafat di sela menunaikan ibadah haji di Mekah, Arab Saudi, Selasa, 6 Agustus 2019 lalu.
Kiai kelahiran Sarang, Rembang, pada 28 Oktober 1928 ini, mengasuh Pesantren al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Beliau juga merupakan putra dari Kiai Zubair, Sarang. Bapaknya merupakan seorang murid dari Syekh Saíd al-Yamani dan Syekh Hasan al-Yamani al-Makky.
Sekertaris Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Marzuki Wahid mengatakan, wafatnya Mbah Moen tidak hanya dirasakan oleh umat Islam saja melainkan semua umat beragama merasakan hal yang sama, yakni kehilangan sosok Mbah Moen.
“Ini tanda kewalian, semua orang berduka. Saya lihat di Katolik, Kristen, Hindu, Budha ikut mendoakan. Mbah Moen juga di rumahnya tidak pernah menolak tamu dari latar belakang mana pun,” kata Kiai Marzuki.
Semasa hidupnya, Mbah Moen terakhir kali ikut Musyawarah Nasional (Munas) di Lombok. Mbah Moen juga turut mengikuti majelis bahsul masail.
Dalam majelis tersebut rupanya ada soal yang sulit dipecahkan. Saat semuanya merasa kesulitan, kata Kiai Marzuki, akhirnya Mbah Moen menjawab dan memberikan pandangannya dengan cemerlang dan permasalahan bisa terpecahkan.
“Beliau merupakan teladan, sosok kiai yang begitu tawadu, dan sosok ulama alim yang ahli bahsul masail,” tegasnya.
Nasionalis
Menurut Kiai Marzuki, Mbah Moen juga seorang yang sangat nasionalis, lebih lanjut, ia juga termasuk yang menerjemahkan dan mempopulerkan lagu Yalal Waton yang ditulis Mbah Wahab Hasbullah.
Selain itu, Mbah Moen adalah guru bangsa. Karena ketika bangsa ini memiliki problem yang pelik, maka mereka akan datang ke Mbah Moen. Dan Ketawadhuan Mbah Moen merupakan teladan untuk untuk bangsa Indonesia.
“Semakin banyak isinya (ilmunya), semakin merunduk. Hal ini ada pada Mbah Moen yang alim allamah dan tawadu,” tutupnya.
Untuk diketahui, selain doa bersama, kegiatan tersebut diisi dengan nyate bersama, tahlil dan refleksi kesaksian para santri atas hidup dan perjuangan Mbah Moen. (RUL/ZEN)