Mubadalah.id – Kehidupan pasangan yang memutuskan untuk nikah muda di sosial media, acapkali menampilkan sebuah relasi yang “dreamble”. Yaitu sebuah kehidupan yang menjadi dambaan dan impian remaja untuk usia sebayanya. Bangun tidur ada kekasih hati disampingnya, rumah minimalis dengan tatanan yang instagramable, dan tak lupa sebuah city car yang mengisi kekosongan garasi rumah.
Sepulang suami kerja, istri menyambut dengan physical touch baik melalui ciuman kening atau cium tangan. Berlanjut dengan acts of service, istri membawakan tas suami dan menyiapkan kebutuhan makan dan mandi suami. Semua tercermin seolah nikah muda adalah solusi terbaik untuk semua permasalahan yang remaja hadapi.
Nilai sekolah jelek, kemarahan orang tua, tidak punya uang untuk hang out, ingin deep talk dengan kekasih setiap saat, memiliki masalah finansial, gagal seleksi SNMPTN, gagal interview kerja semua akan selesai dengan menikah. Setidaknya itu yang ada di benak para remaja yang kegandrungan dengan relasi pasangan nikah muda di sosial media.
Nikah Muda dalam Kehidupan Nyata
Lantas bagaimana dengan yang terjadi di dunia nyata? Apakah semua kehidupan pasangan nikah muda sesempurna yang tergambar di sosial media? Tunggu dulu.
Kita menyepakati bahwa menikah itu, baik untuk pasangan nikah muda maupun nikah di usia ideal ataupun nikah di usia lanjut bertujuan untuk menciptakan perasaan tenang, nyaman, dan juga terpenuhinya kebahagiaan fisik maupun psikis. Namun kesiapan dalam membangun sebuah rumah tangga juga tidak bisa sepele. Karena nikah muda memiliki dampak yang luar biasa untuk kehidupan keluarga di tahun-tahun selanjutnya.
Maksud nikah muda dalam tulisan ini adalah menikah di usia Quarter Life Crisis dengan rentang usia di atas 19 tahun, di bawah 22 tahun. Masa di mana seseorang berada dalam perasaan yang terus terbayangi ketakutan akan masa depan, baik di bidang pendidikan, perekonomian, maupun asmara.
Di usia ini, banyak tuntutan dari pihak luar yang harus terpenuhi. Tuntutan untuk segera memiliki penghasilan, tuntutan untuk bisa segera membalas budi pada orang tua, tuntutan untuk segera memiliki pasangan, dan tuntutan untuk bisa menyeimbangi pencapaian yang teman sebayanya dapatkan. Di tengah tuntutan tersebut, mereka merasa menikah muda akan bisa menjadi solusi dan jalan keluar.
Lantas syarat apa sajakah yang harus terpenuhi oleh pasangan yang memutuskan untuk nikah muda? Simak penjelasan lebih lanjut berikut ini.
Memiliki rencana finansial yang terukur
Allah memang telah menjamin rezeki bagi setiap makhluk hidup (al-Hud ayat 6). Pun Allah juga telah menjamin akan membukakan pintu berkah bagi pasangan yang menikah. (an-Nur ayat 32). Namun juga tidak boleh terlupakan bahwa di ayat yang sama menjelaskan bahwa pintu berkah yang Allah jamin tersebut harus kita peroleh dengan sebuah usaha (ikhtiyar).
Maka sebelum menentukan untuk nikah muda, pihak laki-laki maupun perempuan harus memiliki rencana finansial yang terukur. Rencana finansial tidak harus terukur dengan apa pekerjaannya, dan standar gaji yang ia terima setiap bulannya.
Namun rencana finansial yang harus terukur adalah sumber pendapatan yang akan terkelola saat membangun rumah tangga. Siapa yang akan bekerja, bagaimana pekerjaan rumah akan terselesaikan ketika salah satu pihak sedang bekerja, dan target yang akan tercapai secara material saat membangun rumah tangga.
Keduanya harus menyadari bahwa memenuhi finansial keluarga tidak harus menjadi tanggung jawab ke satu pihak. Karena jika hanya kepada satu pihak, maka pihak lain akan terus menuntut ketika merasa kebutuhan finansialnya tidak terpenuhi. Berdasarkan laporan BPS di tahun 2022, angka perceraian yang pihak istri ajukan sebanyak 75,34 persen dengan alasan ketidaksanggupan suami dalam memberikan nafkah.
Alih-alih mencari solusi, pihak istri memilih untuk bercerai daripada harus mencari solusi. Hal ini membuktikan bahwa pemenuhan finansial saat ini memang masih dilimpahkan kepada satu pihak saja. Jika tidak terencana dengan baik, maka pemenuhan finansial yang tidak disepakati akan berdampak pada kemunculan konflik.
Mengetahui hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga
Kedua belah pihak harus mengetahui bahwa haknya saat menjalani rumah tangga adalah bahagia, dan kewajibannya adalah membahagiakan pasangan. Hak dan kewajiban dalam rumah tangga harus berjalan seimbang. Namun untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, maka pasangan suami istri harus sama-sama mendahulukan kewajibannya daripada menuntut haknya.
Hakikat perkawinan bukan hanya menyatukan dua biologis laki-laki dan perempuan, namun juga menyatukan jiwa menjadi satu tujuan, satu rasa, dan satu sepenanggungan. Baik bahagia maupun duka harus mereka jalani berdua, tidak ada pihak yang terus merasa terdzolimi, dan tidak ada pihak yang terus menuntut untuk merasa bahagia.
Jika menikah hanya bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan, namun tidak berusaha untuk membahagiakan pasangan, maka jalan untuk nikah muda bukan menjadi jawabannya. Justru akan menambah beban yang selama ini menjadi tanggungan.
Memiliki landasan spiritual yang kuat
Nyai Nur Rofiah dalam buku Nalar Kritis Muslimah menyebutkan tentang tujuan dalam membangun rumah tangga adalah memperoleh ketenangan jiwa (sakinah). Untuk mewujudkan ketenangan jiwa, butuh rasa cinta dan kasih (mawaddah dan rahmah). Untuk memperoleh ketenangan jiwa, maka suami istri harus harus mempertimbangkan tiga level etika ketika menjalani rumah tangga.
Pertama, apapun tindakan yang suami istri lakukan dalam rumah tangga harus boleh dan tidak menurut agama. Jika boleh maka harus halal. Seperti berhubungan suami istri boleh menurut agama, namun memaksa pasangan untuk memenuhi kebutuhan biologis saat istri sedang haid tidak halal.
Kedua, apapun tindakan suami istri dalam rumah tangga harus kita pastikan baik atau tidak. Jika putusan dan tindakan tersebut baik maka harus thayyib. Seperti merencanakan kehamilan dalam rumah tangga adalah baik, namun memaksa istri untuk terus hamil dengan tanpa sepersetujuan istri sebagai pemilik utama atas otoritas tubuhnya bukan hal yang thayyib. Maka semua harus terkomunikasikan dan disepakati oleh keduanya.
Ketiga, apapun tindakan suami istri dalam rumah tangga harus memastikan pantas atau tidak. Jika perbuatan atau tindakan tersebut pantas, maka harus ma’ruf. Menegur pasangan jika melakukan kesalahan adalah hal yang wajar dalam rumah tangga. Namun menegur di muka umum, melalui status di whatsapp, membuat caption di instagram, facebook, maupun twitter bukan perbuatan yang ma’ruf.
Maka sebelum memutuskan untuk nikah muda, baik laki-laki maupun perempuan harus benar-benar memiliki rencana finansial yang matang, mengetahui hak dan kewajiban suami istri, dan memiliki landasan spiritual yang tegas. Jika nikah muda hanya bertujuan untuk lari dari permasalahan dan mendambakan kebahagiaan semu. Sebagaimana direpresentasikan oleh influencer di sosial media, siap-siap akan menghadapi kekecewaan. Karena sejatinya, kehidupan rumah tangga adalah sebuah perjalanan baru yang harus dimulai dengan kesiapan fisik, mental, dan psikis yang kuat. []