Mubadalah.id – Salah satu ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa khithbah dan peminangan adalah tahap berikutnya yang diperlakukan untuk memantapkan pilihan.
Dalam hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Saw bersabda:
نهى النبي صلى الله وسلم اْن يبيع بعضكم على بيع بعض ولا يخطب الرجل على خطبة اْ خيه حتى يترك الخا طب قبله اْو ياْدْن له الخا طب
Artinya : “Nabi melarang seseorang dari kamu menjual sesuatu yang sudah menjadi milik saudaranya.
Dan janganlah seseorang meminang perempuan yang sudah menjadi pinangan saudaranya.
Hingga saudara yang sebelumnya meminang itu membatalkan pinanganya atau memberikan izin kepadanya”.
Dengan khithbah, Bu Nyai Badriyah memaparkan, calon suami dan istri dapat lebih memantapkan hati agar tidak ragu lagi dan memagari diri agar tidak menengok sana-sini.
Setelah khithbah, kata dia, calon suami istri bisa semakin mendekatkan pola pikir dan cara pandang.
Termasuk dalam hal-hal yang krusial namun sering menganggapnya tabu.
Misalnya tentang keuangan, masalah ini, kata dia, perlu saling terbuka dan membicarakannya, bukan dalam kerangka membangun materialisme.
Tetapi lebih pada kejujuran dan keterbuakan agar calon suami-istri memiliki gambaran dan kesiapan menatap masa depan sesuai dengan keadaan yang ada.
Perjanjian perkawinan juga bisa menjadi instrumen efektif untuk menepis kegamangan. Tak hanya berisi pengaturan harta dalam perkawinan, perjanjian perkawinan juga bisa mencantumkan hal-hal yang penting untuk menyelesaikannya.
Misalnya, istri tetap berkarir setelah menikah tanpa mengorbankan keluarga, atau suami-istri akan saling setia dalam perkawinan monogami, atau istri bebas bersilaturahim dengan orang tua dan keluarga. (Rul)