• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

9 Mudarat Politik Uang Menurut Harun Al Rasyid

Politik uang menabrak prinsip menjaga agama, karena Islam jelas tidak mengajarkan pada kita dengan perilaku tidak adil dan tidak jujur

Sulma Samkhaty Maghfiroh Sulma Samkhaty Maghfiroh
05/09/2022
in Publik
0
Politik Uang

Politik Uang

355
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Suatu ketika seorang murid bertanya kepadaku mengapa politik uang dilarang. Seketika, pertanyaan itu mengingatkanku pada 9 mudarat politik uang yang ditulis oleh Harun Al Rasyid dalam bukunya “Fikih Korupsi, Analisa Politik Uang di Indonesia dalam Perspektif Maqashid al Syari’ah”. Mudharat dalam perspektif maqashid syariah tentu saja didasarkan pada akibat, dampak, serta pengaruhnya bagi kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, hingga bangsa dan negara.

Maqashid syariah ada lima, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Lantas apa saja mudarat dari politik uang yang disinyalir telah bertentangan dengan maqashid syariah? Inilah 9 mudarat dari politik uang menurut Harun Al Rasyid, sosok yang pernah berkarir di KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi):

9 Mudarat Politik Uang

Pertama, keadilan tidak akan mungkin tercapai dengan adanya politik uang. Karena semua keputusan yang berdasarkan pada money politik dapat kita pastikan selalu bersifat diskriminatif. Benar saja, alih-alih membuat keputusan yang adil lagi bijak, keputusan yang mereka ambil tentulah yang paling menguntungkan pihaknya.

Kedua, harta maupun benda yang menjadi materi yang telah pemberi keluarkan, tentu saja merupakan sebuah keniscayaan. “Tidak ada makan siang yang gratis” adalah pepatah yang paling sesuai untuk menggambarkan situasi ini. Pelaku tentu saja akan mencari ribuan cara agar apa yang telah dikeluarkannya, dapat kembali pada diri dia dengan besaran yang minimal sama, atau bahkan lebih banyak.

Ketiga, menghilangkan sifat jujur. Padahal kejujuran adalah modal utama bagi setiap calon pemimpin atau pemangku kepentingan. Jelas telah menggadaikan jiwa para calon pemimpin kepada kekuatan uang dan para pemberinya yang telah memuluskan langkahnya dalam memenangkan pemilihan.

Baca Juga:

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Pesan Nyai Alissa Wahid di Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Keempat, menimbulkan sikap pesimistis. Sikap merasa bahwa segala hal yang bahkan belum kita upayakan telah gagal, enggan mencoba dan berusaha lebih. Menganggap bahwa hanya dengan uang-lah semua keinginan dan tujuannya dapat tercapai.

Menyuburkan Korupsi dan Sikap Pragmatis

Kelima, membuat korupsi semakin tumbuh subur. Rasanya sudah tidak perlu lagi mencari siapa saja pejabat publik yang telah terjerat kasus korupsi. Politik uang membuat para pejabat publik harus mengeluarkan banyak harta dan benda untuk membeli suara masyarakat sebagai modal pemenangannya. Maka, tidak mengherankan jika saat dia menjabat, dia mengambil apa yang bukan menjadi haknya sebagai sebuah upaya “balik modal”.

Keenam, dalam pemenangan Pemilu menutup pintu persaingan antar peserta Pemilu. Hal ini tentu saja terjadi, jika transaksi jual beli suara dalam rangka pemenangan telah berlaku, persaingan apa lagi yang akan mereka lakukan? Visi, misi dan program kerja seakan menguap begitu saja.

Ketujuh, politik uang menyebabkan terbentuknya jiwa-jiwa kerdil dan pemalas yang hanya mengandalkan kekuatan uang untuk mencapai tujuannya. Keyakinan bahwa uang dapat membeli segalanya jelas membuat pelaku meremehkan segala sesuatu. Dia hanya mempercayai bahwa semuanya dapat ia selesaikan dengan uang, maka segala bentuk usaha bukanlah hal yang penting baginya.

Kedelapan, mengakibatkan orang yang lemah kehilangan hak dan kesempatannya. Sudah terlalu banyak contoh yang terlihat dari fenomena ini. Politik uang telah menjadikan suara rakyat murah dan mudah mereka akomodir dengan uang. Maka bagi orang jujur, kompeten, dan berintegritas namun tidak kaya atau memainkan politik uang, niscaya hak dan kesempatannya untuk terpilih akan hilang begitu saja.

Tidak Sesuai dengan Prinsip Maqashid Syariah

Kesembilan, mengakibatkan berkurangnya kualitas Sumber Daya Manusia yang terampil, profesional, dan berintegritas. Jika semuanya kita selesaikan dengan uang, akankah masih ada ruang bagi Sumber Daya Manusia yang unggul, terampil, profesional dan berintegritas? Mereka yang baik akan tergerus secara instan oleh para pelaku politik uang.

Politik uang benar-benar berseberangan dengan semua prinsip maqashid syariah. Jelas-jelas membuat pelakunya tidak mengindahkan akal, sehingga tidak mampu membedakan hal baik dan buruk. Politik uang juga menabrak prinsip menjaga agama, karena Islam jelas tidak mengajarkan perilaku tidak adil dan tidak jujur. Selain itu juga melupakan poin menjaga jiwa setiap warga, karena justru membeli suara warga demi pemenangannya.

Tidak hanya itu, politik uang juga mencederai poin menjaga harta milik warga negara. Karena embio dari korupsi di negara ini salah satunya adalah uang. Bahkan tidak mungkin mampu melaksanakan tugas menjaga martabat dan generasi penerus bangsa. Karena dengan adanya politik uang, mereka yang berpikiran sempit, pesimis, hingga pemalas dari generasi penerus makin hari makin marak kita temukan. Sungguh tidak ada maslahah apapun, yang ada justru mudarat yang tidak ada habisnya. []

Tags: IndonesiaKebangsaanPemilupolitikPolitik Uang
Sulma Samkhaty Maghfiroh

Sulma Samkhaty Maghfiroh

Penulis Merupakan Anggota Komunitas Puan Menulis, dan berasal dari Ungaran Jawa Tengah

Terkait Posts

Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Relasi Kuasa

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID