Mubadalah.id – Pada momentum Sumpah Pemuda, Institut Leimena bekerjasama dengan Masjid Istiqlal mengadakan webinar internasional dengan tajuk “Sumpah Pemuda dan Literasi Keagamaan Lintas Budaya: Merekat Perbedaan, Menjalin Kemanusiaan. Webinar yang diikuti hampir 1.300 peserta dari berbagai negara ini diselenggarakan pada Rabu, 26 Oktober 2022 (19.00-21.00 WIB), dengan dimoderatori oleh saudara Karim Bakri.
Dengan memutar video lahirnya Sumpah Pemuda sebagai pembuka, moderator menutup prakatanya dengan menegaskan, bahwasanya literasi keagamaan lintas budaya merupakan sebuah pendekatan untuk kita semua. Yakni para pemuda bersatu-padu tanpa kehilangan jati diri yang mereka miliki.
Selaku Direktur Eksekutif Institut Leimena, Bapak Matius Ho juga menyatakan semangat serupa. Menurutnya, keberagaman Indonesia sesungguhnya merupakan sebuah anugerah, namun di sisi lain juga dapat berubah menjadi sumber polarisasi dan perpecahan. Inilah yang menjadi kejeniusan pemuda Indonesia saat itu, mereka mengikat janji menjadi satu dengan menghargai perbedaan di antara mereka. Ada kepentingan bersama yang menjadi titik temu di antara mereka.
Semangat Sumpah Pemuda
Semangat ini adalah semangat yang selalu relevan di setiap masa, termasuk dalam menghadapi tahun politik yang kerap menggunakan politik identitas guna mencapai kepentingan-kepentingan sempit kelompok tertentu. Oleh karena itu, semangat Sumpah Pemuda tentang persatuan dan kesatuan terhadap perbedaan di antara kita haruslah kita bangun dan jaga.
Selaku pembicara Kunci, Prof. Dr. K. H. Nasaruddin Umar, M. A. (Imam Besar Masjid Istiqlal) memberikan semangat yang menggugah darah juang para pemuda. Beliau menegaskan bahwa kita semua harus yakin dan paham, sejatinya yang menciptakan Indonesia adalah para pemuda.
Tidak hanya Indonesia, tetapi semua bangsa. Semua Nabi dilantik ketika masih muda, tidak ada nabi yang dilantik ketika berusia uzur, juga tokoh-tokoh pembuat sejarah di berbagai belahan dunia, mereka semua merupakan anak muda. Sebut saja Mahatma Gandhi dari India, gagasan-gagasan persatuannya tercipta bukan saat ia sudah berumur senja, melainkan saat ia masih begitu muda.
Termasuk Ir. Soekarno, salah satu pemuda Indonesia yang merupakan tokoh pembaharu, Karl mark, dan Juga kanjeng Nabi Muhamamd Saw. Perlu ditekankan, kehebatan pemikiran para pemuda ini besar dipengaruhi oleh dukungan-dukungan yang sama besarnya yang diberikan oleh perempuan/istri yang mereka miliki.
Prof. Nasar juga menyampaikan, bahwasanya Sumpah pemuda tidak datang di ruang kosong, bukti-bukti kepeloporan pemuda Indonesia (Nusantara) itu disebabkan karena keberagaman etnik dan karakter yang dimiliki, namun dapat menciptakan satu komuniti kultur maritim yang sangat solid, salah satunya adalah berbentuk Sumpah Pemuda.
Kultur Maritim Nusantara
Mengutip temuan sejarawan Prancis, Denys Lombard, Prof. Nasar meneguhkan bahwa kultur maritim sangat berperan dalam membentuk persatuan dan kesatuan Nusantara. Di mana pantai adalah milik umum, air tawar/sungai tidak boleh dimonopoli oleh perorangan, dan api yang harus selalu kita bagi bersama.
Termasuk konsep nasionalisme NKRI yang memiliki ciri khasnya tersendiri, sebagai negara dengan kultur maritim, NKRI memiliki konsep terbuka. Di mana ada elaborasi nilai-nilai asing (Arab, eropa, India, Cina, dan lain-lain) yang melebur bersama dengan nilai-nilai budaya ke-Indonesiaan.
Prof. Nasar memberikan kesimpulan atas materinya, “Jika kita ingin menggali Sumpah Pemuda, maka kita harus menginklusifkan nilai-nilai Pancasila sebagai akumudator untuk membingkai perbedaan-perbedaan yang ada menjadi satu bingkai keindonesiaan di bawah NKRI. Perbedaan adalah kewajaran, bukan kebablasan. Manusia semakin modern, harusnya ia semakin bermartabat dengan rasionya.”
Menjadi pembicara selanjutnya, Gracia Paramitha, Ph. D. (G20 Analyst dan Co-founder Indonesian Youth Diplomacy (IYD)) menyatakan bahwa Sumpah Pemuda merupakan pondasi penting dalam menjaga persatuan, sehingga para pemuda sudah seyogyanya berkolaborasi untuk menghindari pokitik identitas dan menolak disinformasi guna mewujudkan perdamaian dunia. Ia percaya bahwa saat para pemuda bekerja dan merangkul bersama, maka kita sebagai dunia akan bangkit dan bangun lebih kuat.
Tantangan di Masa Depan
Faisal Ilyas (Finalis Y20 Awards 2022 (Pakistan)) sebagai narasumber ketiga memulai pembicaraannya dengan mengungkap tantangan yang Pakistan alami saat ini, seperti terorisme, kelaparan, pengangguran, dan banjir bandang yang akibat perubahan iklim.
Dalam konteks pemuda global, ia menyeru kepada para pemuda untuk saling bekerjasama sebagai umat manusia (dengan berbagai perbedaannya) untuk melindungi dunia yang kita tinggali bersama. Pemuda harus memiliki banyak hal, khususnya terhadap perubahan pola pikir, dari negatif menjadi positif, dari eksklusif menjadi inklusif, dan lainnya.
Melanjutkan pembahasan tema yang didiskusikan, Dr. Faried F. Saenong, M. A. (Kabid Pendidikan dan Pelatihan Masjid Istiqlal), menarasikan proses lahirnya Sumpah Pemuda yang mencapai puncaknya pada sidang di tanggal 27 dan 28 Oktober 1928 di Jakarta.
Persatuan pemuda-pemuda Indonesia dalam konteks Sumpah Pemuda dapat mengajak banyak organisasi pemuda saat itu, seperti Jong Java, Jong Sumatra, Jong Jong Islamieten Bond, Jong Ambon (diwakili Bapak Leimena), Pemuda Kaum Betawi, Jong Batak, dan lainnya. Teknologi dan media komunikasi yang sangat terbatas tidak membuat para pemuda kehilangan semangat untuk mewujudkan mimpi persatuan bersama.
Dr. Faried memaparkan setidaknya ada tiga nilai utama dalam Sumpah Pemuda. Al-ittisholiyah/konektifitas, dalam bentuk spirit dan semangat para pemuda, menjaga orisinalitas, dan progesifitas dunia. Inklusifitas/syumuliyah, berasal dari budaya, agama, etnik, yang berbeda dan bersatu dalam satu semangat serta tujuan yang berbentuk kemerdekaan. Lepas dari penjajahan/ counter-colonialism dengan memaksimalkan potensi-potensi yang para pemuda miliki.
Persatuan adalah Kekuatan Kita
Menjabat sebagai ketua Osis Muslim Perempuan pertama di Sekolah Katolik Regina Pacis Surakarta, membuat BRAj. Gayatri Kusumawardhani (Finalis Y20 Awards 2022 (Indonesia)) belajar, memahami, dan merasakan makna menghargai dan toleransi.
Sebagai sesorang yang lahir dan besar di budaya Keraton Solo, ia dibesarkan dengan nilai open minded atas segala bentuk keberagaman. Ia berbagi pengalaman, di saat OSIS yang ia pimpin melakukan rapat di bulan puasa, dan konsumsi rapat pun ia bagikan. Teman-teman ternyata tidak mengetahui bahwasanya ia menganut agama Islam. Kemudian ia mengatakan bahwa ia seorang Muslim dan sedang menjalankan puasa.
Di luar dugaannya, yang terjadi kemudian semua temannya keluar ruangan untuk menikmati konsumsi yang telah ia bagikan tersebut. Ia mengakui bahwa yang terjadi itu di luar ekspektasinya. Namun ia dapat benar-benar merasakan bagaimana teman-temannya yang berbeda menghargai apa yang sedang ia yakini, jalankan, dan alami.
Sebagai penutup ia menegaskan bahwa persatuan adalah kekuatan kita, dan keberagaman adalah pemersatu yang menguatkan kita. Melihat sudut pandang lain dan belajar tentang keberagaman. Berada di tengahnya adalah salah satu cara untuk dapat menghargai dan dihargai oleh orang lain.
Menjadi pembicara akhir, Zeenat Rahman (Executive Director Institute of politics University of Chicago). Ia memberi nasihat yang sangat penting dalam menjaga kesatuan dan persatuan. Yakni dengan menjauhkan diri dari sikap fanatisme, terutama terhadap agama, ras, suku, dan budaya. Ia juga mendorong para pemuda untuk menavigasi perbedaan, mencari kesamaan, memajukan dan membangun masyarakat dalam mencapai tujuan bersama. Dan itu adalah esensi utama dari menyikapi perbedaan.
Yuk kawan-kawan, mengingat tahun politik sudah semakin dekat, mari bersama-sama membangun narasi perdamaian dan persatuan di antara kita semua. Mari kita tunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa dengan kultur maritim yang Kuat dan Hebat. []