Ada dualisme ketika perempuan dihadapkan pada persoalan parfum. Satu sisi seperti tercantum dalam kitab-kitab kuning di pesantren dan seruan da’i di majelis taklim tentang keharaman perempuan untuk menggunakan parfum, tapi yang terjadi di masyarakat parfum sudah menjadi kebutuhan sehari-hari seperti sabun dan pasta gigi khususnya bagi perempuan. Lalu bagaimana hukum keharaman parfum yang seringkali para da’i menyampaikannya? Ada apa dengan hukum parfum? Bagaimana pemahaman hadits perempuan memakai parfum?
أيما إمرأة تزينت وتطيبت وخرجت من بيت زوجها بغير إذنه فإنها تمشي في سخط الله وغضبه حتي ترجع
“Wanita yang berhias dan memakai harum-haruman lalu keluar dari rumah tanpa seizin suaminya, ia benar-benar dalam kemarahan dan kemurkaan Allah hingga ia kembali.”
Salah satu sebab keharaman parfum bagi perempuan adalah hadits perempuan memakai parfum di atas, seperti yang terungkap dalam kitab-kitab munakahat. Ulama menafsirkan hadits ini bahwa semerbak parfum perempuan yang menyebar wangi akan menimbulkan fitnah, seakan memperkuat anggapan perempuan sebagai sumber fitnah. Sementara kondisi kehidupan perempuan dalam era ini tidak melulu sebagai ibu rumah tangga, tapi berkarier, bekerja di ruang publik seperti PR (public relation), guru, karyawati dan lain-lain yang dalam pergaulannya dituntut untuk tampil bersih, cantik dan elegan. Bagaimana mungkin perempuan dengan aktifitas tinggi dan bertemu dengan banyak orang tampil lusuh, berkeringat dan bau? Jelas ini amat memalukan, maka itu, parfum adalah salah satu kebutuhan wajib yang dimiliki para perempuan di zaman sekarang.
Hadits tersebut dalam kajian telaahnya diriwayatkan oleh abu Nu’aim dalam kitab Hilyat al-Awliya: al-Khatib juga meriwayatkan dalam jalur abu Nu’aim dalam kitab Tarikh Baghdad (Juz VI, h.201) dari Anas. Dalam hadits ini terdapat Ibrahim bin Hudhbah yang dituduh berdusta. Assuyuthi menghukumi hadits ini sebagai hadits Hasan (Al Jamiusshoghir, juz I h.399), sementara Al Munawi membantahnya dan ia lebih condong untuk menghukumi hadits ini sebagai hadits maudhu’ (Fayadh al Qodir, juz III, h. 138).
Dan kami lebih memilih pendapat Al Munawi tentang hukum hadits tersebut di atas, karena bagaimanapun penjagaan kebersihan, keindahan yang berpangkal pada kesehatan lebih disukai dalam Islam, apalagi jika terkait dengan etika pergaulan dan bermasyarakat. Sebagaimana Allah mencintai keindahan dan kebersihan. Yang tidak diperbolehkan adalah jika penggunaan parfum diniatkan untuk tujuan yang tidak baik seperti menarik hasrat lawan jenis dan semacamnya. Wa Allahu ‘alam