Mubadalah.id – Pernahkah kita membayangkan mangkuk minum Nabi? Di tengah kebiasaan kita yang punya cawan, botol, dan mug pribadi dengan jumlah tertentu, atau bebas pakai apa saja saat minum. Terutama saat keluar rumah lebih memilih membawa botol (tumbler) sendiri atau membeli air mineral kemasan. Sadar tidak sadar, ternyata kebiasaan kecil ini bisa berdampak besar pada lingkungan.
Coba kita bayangkan, seandainya satu orang, dua orang, dan banyak orang membiasakan diri membawa botol minumnya sendiri saat keluar rumah, berapa banyak sampah plastik kemasan mineral yang berkurang? Seperti yang terlaporkan oleh data olahan ASPADIN (Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia) dan lembaga riset AC Nielsen, bahwa sampah plastik yang berasal dari kemasan air minum menyumbang 328.117 ton dari 11,6 juta ton sampah sepanjang tahun 2021. Wow, banyak juga ya!
Nampaknya masing-masing kita belum mampu berkontribusi untuk pelestarian alam dan keselamatan kehidupan makhluk di atas bumi nih! Alih-alih berkontribusi baik, kita justru membuat bumi dan alam menjadi sakit, rapuh, bahkan sekarat dengan ulah-ulah yang menurut kita tidak berarti dan sepele. Alm. Prof. Ali Yafie sebagai tokoh agama yang salah satu fokusnya adalah tentang alam juga berkata, kerusakan alam baik di darat, laut (maupun udara) adalah akibat dari dosa/ulah manusia. Termasuk bencana banjir yang kerap kita alami, lagi-lagi sampah adalah penyebabnya.
Para aktivis dan ilmuan dari berbagai latarbelakang keilmuan sudah mengedukasi dan mensosialisasikan hal ini dengan tanpa henti. Yuk kita perhatikan dan mulai pelan-pelan lakukan, bukan untuk orang lain, melainkan untuk pertanggungjawaban diri sendiri jika kelak kita kembali, dan untuk kehidupan generasi-generasi selanjutnya yang lebih sejahtera.
Ini bisa kita mulai dengan membiasakan diri memiliki botol minum sendiri. Saat ingin keluar, bawa ia, isi kembali saat kosong. Tentang berapa jumlah air yang harus dibawa dan fasilitas tempat persediaan isi ulang ada dimana, kita harus pintar-pintar mengaturnya. Mulailah merasa berdosa saat membuang sampah kemasan air minum.
Pembiasaan Baik
Kebiasaan ini adalah kebiasaan yang baik dan harus kita mulai dengan kesadaran diri yang penuh. Karena walaupun tampak sepele, namun hal ini bukanlah hal yang mudah untuk kita lakukan. Niat dan keteguhan sikap benar-benar harus kita buktikan dengan sebuah pembuktian. Siapa yang dapat menyana, kebiasaan untuk menjaga alam dengan memiliki tempat minum sendiri ini sudah lebih dulu Kanjeng Nabi ajarkan. Salingers tentu tahu, bahwa Kanjeng Nabi memiliki cawan atau gelas yang selalu beliau gunakan untuk minum.
Gelas ini tersimpan oleh putrinya, Sayyidatuna Fathimah, sepeninggal beliau. Kemudian disimpan oleh Sayyiduna Hasan dan Sayyiduna Hesein secara bergantian. Dan terjaga oleh keturunan-keturunannya selama 14 Abad di London, hingga pada akhirnya kini tersimpan di negara Chechnya, pecahan Uni Soviet. Setiap Maulid Nabi, gelas atau mangkuk minum Kanjeng Nabi ini selalu dibawa keluar dari tempat penyimpanannya agar dapat terlihat oleh para pengunjung.
Saat melihat mangkuk minum Nabi tersebut, apa yang akan terbesit dalam hati kita? Wah, keren banget ya mangkuknya! Wah, barang antik yang mahal nih! Apakah begitu sederhananya Kanjeng Nabi, sampai tempat minumnya pun tidak terbuat dari emas maupun perak? Apa istimewanya gelas ini hingga masih ada hingga sekarang? Yupz, kita harus mengambil pesan penting dalam keberadaan gelas Nabi tersebut. Pesan penting apa? Banyak banget guys, berikut kami susunkan:
Pesan Penting Nabi
Pertama, hidup zuhud itu bukan berarti tidak memiliki harta, tetapi pilihan hidup untuk bermanfaat bagi semesta. Apakah Kanjeng Nabi miskin? Tentu tidak. Bahkan ia menolak tawaran Rabb-nya ketika gunung dan bukit-bukit rela menjadi emas untuknya (HR. Tirmidzi). Apa yang beliau lakukan itu? Beliau berusaha menyelematkan alam dari keserakahan dan kebutuhan manusia yang tidak akan ada habisnya. Kebutuhan manusia yang membuat mereka lalai kepada Rabb-nya.
Kebutuhan yang pada akhirnya merugikan kehidupan manusia dan generasi-generasi setelahnya. Termasuk dalam hal kepemilikan peralatan rumah dan dapur, bahkan gelas untuk minumnya hanya itu saja yang selalu ia pakai berulang-ulang(HR. Bukhari). Bukan karena tidak mampu, melainkan ia lebih memilih untuk hidup seadanya dan sederhana demi keberlangsungan semesta.
Kedua, bahan ramah lingkungan. Gelas Kanjeng Nabi ini terbuat dari bahan yang ramah lingkungan. Yakni kayu yang tebal yang dilingkari dengan besi, bahkan saat retak pun tidak ia ganti dengan yang baru. Melainkan beliau tambal atau disambung dengan perak (mungkin kalau istilah sekarang disolder). Guna meminimalisir sampah, Kanjeng Nabi sampai harus mencontohkan gaya hidup yang demikian agar umatnya dapat betul-betul memperhatikan pentingnya menjaga dan tidak menjadi konsumtif (budak dunia) terhadap suatu hal.
Konsep yang Kanjeng Nabi ajarkan ini tidak lain adalah konsep reuse dan recycle atas pertanggungjawaban kita terhadap pemakaian suatu benda. Dalam konteks sekarang ini, apapun bentuk bendanya, kita harus dapat menjamin bagaimana akhir dari benda-benda tersebut. Apakah dapat kita gunakan kembali (baik oleh diri sendiri dan orang lain), apakah dapat didaur ulang untuk menjadi barang baru yang bernilai guna dan ekonomis, atau justru berakhir menjadi sampah yang mendatangkan banyak petaka bagi manusia, alam, dan lingkungan.
Mangkok Minum Nabi
Ketiga, isi mangkuk minum Nabi. Yupz, jika kita melihat artefak mangkuk minum yang kosong tersebut, tentu kita bertanya-tanya. Apa sih yang yang Nabi minum dengan gelas itu semasa hidupnya? Ya, seperti yang kita tahu, Kanjeng Nabi memiliki beberapa jenis minuman kesukaannya, seperti air rendaman kurma (Nabeez/infused water), susu, air putih, dan minuman yang menyegarkan. Mangkuk minum Nabi yang kita lihat itu memberikan nasihat kepada kita, agar senantiasa mengisi gelas kosong yang kita miliki dengan minuman-minuman yang memberikan manfaat pada kesehatan tubuh.
Keempat, adab terhadap mangkuk dan isinya sebagai sebuah keteraturan alam. Sebagaimana kita tahu, bahwa terdapat sunnah-sunnah yang menjadi adab saat kita menikmati isi segelas air. Seperti baiknya minum dengan duduk, baiknya air diminum dalam beberapa tenggakan, baiknya tidak bernafas di dalam cawan saat sedang minum, dan sebagainya. Di mana hal ini bertujuan untuk kemaslahatan kesehatan manusia itu sendiri.
Adab Saat Minum
Keberadaan adab yang menjadi sunnah saat minum ini menunjukkan, bahwa ada yang namanya aturan, ada yang namanya sebab-akibat, ada yang namanya kemaslahatan, yang keseluruhannya saling berkaitan dan dikendalikan oleh tangan-tangan manusia.
Bagaimana nasib alam kedepannya? Semuanya kembali kepada kesadaran masing-masing individu. Kita semua harus bergerak maju dan optimis demi kebaikan bumi tempat kita hidup ini. Karena saat Malaikat meragukan penciptaan manusia yang akan merusak bumi, Dia meneguhkan kita sebagai Khalifah fi al-ardl (Albaqarah 30) yang juga akan merawatnya dengan doa dan ikhtiar baik bersama (QS. Al-A’raf 56).
Jadi, apakah kita akan mengikuti jejak Nabi dengan memiliki tumbler untuk memulai menyelamatkan bumi? Yuk bareng-bareng melakukannya! Tumbler itu bisa kita tulis dengan tulisan-tulisan yang bermakna. Sebagaimana Kanjeng Nabi menulis mangkuknya dengan tulisan salawat, atau juga dengan identitas diri. Menggunakan tumbler dan gelas pribadi itu sunnah muakkadah, dianjurkan dan harus kita biasakan (kecuali dalam kondisi-kondisi darurat yang memiliki illat). Dan mari menjadi manusia yang bertanggungjawab, agar kelak saat kita ditanya, kita sungguh-sungguh mampu menjawab. []