Mubadalah.id – Selain perayaan Hari Raya Idulfitri, Bulan Syawal memiliki kesan tersendiri sebab di bulan ini begitu banyak suka cita yang terjadi, termasuk di dalamnya banyaknya undangan pernikahan yang mendatangi. Barangkali, Salingers termasuk yang mendapat banyak undangan atau yang mengundang di bulan ini?
Namun, ternyata sebelum Islam datang justru Bulan Syawal menjadi bulan patangan untuk melakukan pernikahan. Lalu, mengapa banyak umat muslim kini menggelar pernikahan di bulan ini? Adakah Syawal menyimpan keistimewaan tersendiri?
Syawal merupakan bulan ke-10 dalam penanggalan Hijriah. Menurut Ibnu Manzur dalam Lisanul Arab-nya menjelaskan bahwa nama Syawal diambil dari kalimat Syalat an-naqah bi dzanabiha, yang memiliki makna unta betina yang menegakkan ekornya. Karena pada bulan ini banyak fenomena yang terkenal dengan istilah Tasywil laban al-ibil, alias kondisi susu unta yang sedikit.
Oleh karena itu, Syawal diambil dari kata Syawwala yang bermakna “menjadi lebih sedikit dari sebelumnya”. Asal-usul kata syawal itulah yang menjadikan Bulan Syawal dianggap tabu atau menjadi pantangan oleh masyarakat Arab untuk melakukan pernikahan. Hingga akhirnya Islam datang untuk meluruskan pemahaman yang keliru tersebut.
Syawal, Bulan Pantang untuk Menikah
Masyarakat Arab Jahiliyah menjadikan Syawal sebagai bulan pantangan untuk melakukan pernikahan. Sebab kalimat Syalat an-naqah bi dzanabiha yang bermakna seekor unta betina. Di mana ia menegakkan ekornya dianggap sebagai kecenderungan unta-unta betina untuk enggan didekati oleh unta jantan.
Dengan kata lain menandakan sebuah penolakan dan perlawanan, darisanalah timbul kesimpulan bahwa di Bulan Syawal dilarang melakukan pernikahan. Di Syawal ini pula, Masyarakat Arab Jahiliyah menjadikannya sebagai bulan untuk pantang berperang karena sudah mendekati bulan-bulan haram.
Kemudian Islam datang untuk meluruskan seluruh anggapan tentang Bulan Syawal. Islam tak hanya mengajarkan ketauhidan, namun juga menata ulang tradisi dalam masyarakat yang kurang tepat. Termasuk di antaranya menghapus segala mitos tentang kerugian menikah di Bulan Syawal serta membolehkan mengangkat senjata di bulan ini, terbukti dengan tercatatnya beberapa peristiwa penting dalam sejarah Islam.
Yaitu perang Uhud pada pada tanggal 17 Syawal tahun ke-3 H, perang Khandaq/Ahzab pada tahun ke-5 H, dan perang Hunain pada tahun ke-8 H, yang semuanya terjadi di Bulan Syawal. Islam mengajarkan bahwa semua hari dan semua waktu adalah saat yang baik, sehingga menganggap Syawal sebagai bulan sial merupakan sebuah kesyirikan.
“Thiyarah (anggapan sial terhadap sesuatu) adalah kesyirikan. Dan tidak ada seorang pun di antara kita melainkan (pernah melakukannya), hanya saja Allah akan menghilangkannya dengan sikap tawakkal”.
Untuk menghapus tradisi Masyarakat Arab Jahiliyah tersebut, Nabi Muhammad memberi contoh dengan menikah di Bulan Syawal untuk menepis anggapan sial mengenai pernikahan di Bulan Syawal. Istri nabi yang dinikahi, ialah:
Saudah binti Zam’ah
Saudah binti Zam’ah adalah sahabat perempuan yang memeluk Islam di awal dakwah Nabi Muhammad. Saudah merupakan perempuan pertama yang Nabi Muhammad Saw nikahi sepeninggalan Khadijah. Sebelumnya, Saudah meruppakan istri dari As-Sakran bin Amr yang sempat ikut hijrah ke Habasyah dan di sana pulalah suaminya meninggal dunia.
Setelah menjanda, Saudah binti Zam’ah kemudian Rasulullah nikahi pada bulan Syawal tahun ke-10 kenabian. Tepatnya setelah istri pertama beliau, Khadijah binti Khuwailid menutup usia. Ia mulai membina rumah tangga bersama Rasulullah Saw di Makkah. Saudah wafat di akhir masa pemerintahan Umar bin Khatab, tepatnya pada Syawal 54 H.
Aisyah binti Abu Bakar
Rasulullah juga menikahi Aisyah binti Abu Bakar pada bulan Syawal. Sebagaimana pengakuan Aisyah dalam sebuah hadist : “Rasulullah SAW menikahiku pada Syawal dan mengadakan malam pertama pada bulan Syawal. Istri Rasulullah mana yang lebih beruntung dari diriku di sisi beliau?” (HR. Muslim) .
Imam An-Nawawi berkata, hadis ini menunjukkan anjuran menikahkan, menikah, dan membangun rumah tangga pada bulan Syawal.
Ummu Salamah
Ummu Salamah memiliki nama asli Hindun binti Abi Umayyah Al-Makhzumiyah. Sebelumnya, Ummu Salamah merupakan istri dari Abdullah bin Abdil Asad Al-Makhzumi atau yang akrab disapa Abu Salamah. Abu Salamah kemudian mengembuskan napas terakhirnya tak lama setelah perang Uhud, tepatnya pada 4 Jumadil Akhir tahun 4 Hijriah dan di Syawal tahun yang sama itu pula lah Rasulullah akhirnya menikahi Ummu Salamah.
Ummu Salamah terkenal sebagai sahabat yang cerdas dan kritis, juga banyak meriwayatkan hadist. Ummu Salamah diberkahi umur yang panjang hingga menjadi istri Rasulullah yang terakhir wafat. Yakni pada tahun 59 H. Bahkan beliau sampai pada masa pembunuhan Husein bin Ali, cucu Rasulullah.
Berdasarkan penjelasan di atas, setelah Islam datang Syawal tidak lagi dianggap tabu atau bulan sial untuk melakukan pernikahan. Justru sebaliknya di bulan ini terdapat anjuran menikah sesuai sunnah Rasulullah. Itulah mengapa banyak saudara muslim kita yang mengadakan acara pernikahan. []