Mubadalah.id – Haji Berkeadilan adalah tagline haji tahun ini selain Haji Ramah Lansia. Ini merupakan terobosan penting dan berani dari Menteri Agama RI yang juga Amirul Hajj, Gus Yaqut Cholil Qoumas. Terobosan yang mengundang apresiasi berbagai kalangan.
Haji Berkeadilan berdasarkan atas pemikiran perlunya kehadiran perempuan sebagai petugas haji di semua bidang tugas dan jenjang. Yakni demi pelayanan haji yang adil dan maslahat bagi laki-laki dan perempuan.
Petugas haji perempuan ada di setiap bidang tugas dan jenjang, mulai petugas daerah, kloter, hingga Amirul Hajj. Mulai bagian konsumsi, kesehatan, pelayanan lansia, perlindungan jamaah, hingga bimbingan dan konsultasi ibadah.
Haji berkeadilan tahun ini diwujudkan dengan adanya penambahan jumlah petugas perempuan dalam semua bidang tugas khususnya bimbingan dan konsultasi ibadah, juga adanya perempuan dalam jajaran Amirul Hajj yang merupakan pemimpin misi haji Indonesia.
Khusus untuk Amirul Hajj, tahun 2023 ini, pertama kalinya dalam sejarah perhajian Indonesia terdapat perempuan di dalamnya. Ada tiga perempuan dari 13 orang rombongan Amirul Haj, yakni Alissa Wahid (BKM), saya Badriyah Fayumi (KUPI) , dan Indah Pratiwi Nataprawira (KB PII).
Alasan Pentingnya Kehadiran Perempuan sebagai Amirul Hajj
Keberadaan perempuan dalam jajaran Amirul Hajj dalam penyelenggaraan dan pelayanan ibadah haji, setidaknya karena alasan berikut :
Pertama, Jamaah haji Indonesia lebih banyak perempuan. Adalah adil dan niscaya perempuan ada dalam jajaran Amirul Hajj yang merupakan pemimpin misi haji Indonesia sebagai wujud haji berkeadilan.
Kedua, Kehadiran anggota Amirul Hajj perempuan dengan latar belakang yang berbeda memerankan fungsi membantu menjalankan tugas-tugas Amirul Hajj secara umum sebagai bagian dari tim, dan menjalankan tugas-tugas secara khusus sesuai dengan kompetensinya masing-masing.
Untuk tahun ini ada yang ahli manajemen, pemetaan, strategi dan eksekusi lapangan. Ada yang ulama perempuan, dan ada yang ahli komunikasi. Masing-masing berkontribusi sesuai keahliannya.
Ketiga, Adanya perempuan dalam jajaran Amirul Haj menjadikan penyelenggaraan ibadah haji dan pelayanan jamaah lebih peka pada keadaan dan kebutuhan perempuan yang tidak selalu sama dengan jamaah laki-laki. Baik dalam soal ibadah dan manasik haji, layanan kesehatan, perlindungan keamanan dan keselamatan selama di tanah suci, akomodasi termasuk tenda dan toilet, konsumsi, maupun transportasi.
Keempat, Amirul Hajj perempuan, juga petugas haji perempuan, bisa menjadi tempat mengadu dan konsultasi jamaah haji perempuan yang merasa lebih leluasa dan nyaman. Terlebih jika masalah dan aspirasinya tersampaikan kepada sesama perempuan.
Kelima, Amirul Hajj perempuan memberi perspektif perempuan dalam kebijakan, fikih, maupun implementasi dan tindakan-tindakan di lapangan.
Keenam, Sebagai sesama perempuan, Amirul Hajj dan petugas haji perempuan dapat melakukan kontak fisik kepada jamaah perempuan. Yakni dalam rangka pelayanan maupun penguatan psikologis dengan leluasa kepada jamaah haji perempuan yang sakit, yang perlu dipeluk dan kita beri perhatian khusus, terutama lansia.
Sebab, masalah pelik seringkali selesai dengan peluk. Untuk urusan ini hanya Amirul Hajj dan petugas haji perempuan yang boleh melakukannya kepada jamaah haji perempuan.
Kita berharap kebijakan haji berkeadilan ini menjadi tradisi dalam penyelenggaraan haji Indonesia seterusnya. (bersambung)