Mubadalah.id – Jika modal mawadah itu untuk memperoleh energi cinta dari pasangannya, maka rahmah adalah bagaimana suami istri bertanggung jawab mengisi energi tersebut.
Seseorang tidak cukup hanya mengenali kebutuhan diri sendiri lalu menuntut pasangannya untuk memenuhinya. Tetapi juga mengenali kebutuhan pasangannya lalu bersedia untuk melayani.
Kemungkinan modal mawadah akan berkurang karena suatu hal, misalnya karena seiring bertambahnya usia.
Namun, jika modal rahmah terus hidup dan dijaga oleh suami kepada istri dan istri kepada suami, maka kehangatan akan terus menyala dan menumbuhkan kebahagiaan bersama.
Sementara rahmah yang melekat pada setiap orang perlu dihidupkan dan dikuatkan. Sehingga membesar dan memompa rasa tang gung jawab untuk menghadirkan kebaikan, kehangatan, dan kebahagiaan kepada pasangan dan keluarga.
Sebagian besar kehidupan rumah tangga adalah soal tanggung jawab. Tanggung jawab ini berat dan berpotensi besar melahirkan kebosanan dan kejenuhan dalam relasi berumah tangga.
Inilah mengapa Islam memandang berpasangan atau pernikahan sebagai bagian dari ayat-ayat Allah Swt. (QS. ar-Rum (30: 21), sebagai bagian dari Sunnah Nabi Muhammad Saw. (Shahih al-Bukhari, no. 5118), dan bisa kita kategorikan sebagai cara kita beribadah kepada Allah Swt.
Pernikahan dianggap ayat Allah Swt., Sunnah Nabi-Nya, dan bagian dari ibadah kepada-Nya hanya ketika ia melahirkan sikap tanggung jawab.
Berdoa kepada Allah Swt
Pada akhirnya, mawadah dan rahmah, semua kebutuhan dan keinginan yang sebagian besarnya adalah hal-hal yang bersifat imateriel.
Sesuatu yang imateriel harus selalu kita kaitkan dengan kekuatan imateriel yang jauh lebih besar, yaitu Allah Swt. Di sinilah, mengapa doa-doa menjadi penting dan niscaya.
Sejatinya, doa-doa manusia bukan untuk meminta, karena Allah Swt. Mahatahu dengan kebutuhan makhluk-Nya.
Namun, doa-doa itu untuk mengekspresikan kemelekatan makhluk kepada-Nya. Bahwa kita—semua yang ada dalam diri kita—adalah dari-Nya, bersama-Nya, dan akan kembali kepada-Nya.
Doa-doa dan semua ibadah adalah ekspresi dari kemelekatan dan sekaligus untuk menjaga kesadaran akan kemelekatan. Demikianlah yang kita maksud dengan ketakwaan. []