Mubadalah.id – Biasanya yang terjadi ketika mendengar kata politik, yang terlintas dalam pikiran kita adalah tentang partai, tentang pemerintah, dan pasti tentang calon pemimpin. Padahal hal ini tidak melulu soal itu.
Menyoal kehidupan kita serta tatanan dalam hidup tentu saja cakupannya sangatlah luas. Gusdur dalam pesannya pernah menyampaikan bahwa yang lebih utama dari memahami politik adalah kemanusiaan.
Hal ini dapat berarti bahwa Tatanan hidup manusia dalam masyarakat, dan bernegara mulai dari unsur terkecil suatu negara yakni keluarga. Maka keluarga juga memegang kontrol lebih banyak dalam regulasi politik yang ada.
Kontrol Keluarga mampu menjadi sumber penguat
kita tahu bahwa masifnya politik di Indonesia menggiring statemen yang membentuk cara pandang di ruang publik. Hal ini menjadi faktor hilangnya peredaran politik di lingkungan keluarga. Keadaan ini dapat menjadi keadaan yang mendominasi dari banyaknya jumlah seluruh keluarga di Indonesia.
Titik awal berjalannya memahami politik adalah keluarga. Di mana keluarga terbentuk melalui pola perkawinan dengan prinsip politik maslahah. Maka mmembentuk segala hal dalam perkawinan dengan tujuan maslahah. Terjalinnya kehidupan yang mencapai kehidupan untuk kemaslahatan seluruh elemen dalam keluarga dapat membentuk cara pandang dalam memahami politik yang terjadi di lingkungan kita.
Merujuk pada pesan yang disampaikan oleh Gusdur mengenai politik adalah memanusiakan manusia hingga mampu memuliakan martabah kemanusiaan.
Maka keluarga bisa menghidupkan sirkulasi politik yang sehat dalam lingkup keluarganya dengan tujuan mampu memandang politik dengan tujuan yang sama, sehingga mewujudkan nafas politik yang menggunakan hak dan kewenangan untuk perjuangan semua martabat kemanusiaan, dan tidak akan mampu menutupi esensi dari pada kebaikan.
Cara kerja keluarga adalah kunci untuk memberikan kesadaran yang mendasar kepada masing-masing pihak (keluarga) untuk dapat berpartisipasi dengaan kesadaran tujuan bersama. Keluarga mampu menempati posisi control dalam membangun tatanan hidup bersosial masyarakat.
Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia
Pancasila adalah bukti regulasi berkeadilan yang nyata. Tidak ada dalam tiap silanya yang tidak mengandung keadilan. Ideologi adalah pondasi untuk berjalannya seluruh tatanan yang ada dalam suatu negara. Hal ini akan merambat hingga pada struktur paling inti suatu negara adalah keluarga.
Peran keluarga mampu menjadi ruang penguatan ideologi sejak dini. Praktik musyawarah, saling memberi pengertian dan pemahaman terhadap semua struktur yang ada dalam keluarga. Pengenalan dan penguatan ini penting.
Ketuhanan yang maha Esa, esensi yang sangat dalam. Ketika mendengar kalimat ini. Kita pasti lupa bahwa para pendahulu kita telah mengenalkan dan merawat sejak lama. Jika kita ingat tidak ada rangkaian upacara yang melewatkan momentum pembacaan pancasila.
Kesalingan Bagian Dari Realisasi Pancasila
Dalam mubaadalah kita kenal dengan istilah kesalingan. Kesalingan yang mampu beriringan menempa tatanan kehidupan yang bermartabat. Islam telah mengajarkan kepada kita, bagaimana Rasulullah memberikan teladan terhadap perilaku. Bagaimana kita harus berdampingan dengan umat beragama. Sebagaimana tindakan beliau adalah rahmat bagi Alam semesta. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Anbiya’ atyat 107 :
وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعاٰلَمِينَ
Artinya: “Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi alam semesta.”
Tentu saja dalam perjalanan politik di Indonesia sudah dirumuskan melalui berbagai hal. Sebagaimana yang tercantum dalam sila keempat tentang kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarahan perwakilan.
Pemimpin di Indonesia adalah sebagai perwujudan tercapainya cita-cita negara. Namun untuk mencapai itu semua bukan bearti itu hanyalah tugas dari pada pemimpin atau pemerintahan.
Masyarakat yang sensitive terkait kemaslahatan keluarga, mendorong melalui pendidikan keluarga sebagai bentuk satu kesatuan masyarakat Indonesia bersama-sama menjadi penjaga ideologi berbangsa.
Pendidikan politik Dalam Keluarga
Apa bisa berbicara soal memahami politik dalam keluarga? anak – anak memangnya nggak masalah kalau dikenalkan dengan politik di Indonesia? nggak bahaya tah kalau terlalu bicara soal politik dalam rumah?
Pertanyaan pertanyaan ini dapat menjadi hambatan. Artinya bermula melalui stigma dan budaya yang telah berjalan. Lantas bagaimana untuk mengambil jalan yang ramah ?
Keluarga adalah eksklusifitas yang memiliki waktu lebih banyak dibandingkan apapun itu. Keluarga mampu menjadi tempat pendidikan terlama yang dapat memberikan dampak permanen dalam pola pikir dan cara pandang.
Namun, tentu saja hal ini harus dengan pengetahuan dan juga kesadaran bahwa setiap elemen dalam keluarga adalah pelaku kebaikan. Sekecil apapun itu tidak ada yang tidak pantas untuk terus berjuang jika menyoal kemanusiaan.
Maka menanamkan pemahaman dalam keluarga juga bukan sesuatu yang mudah. Bukan juga perilaku yang di terapkan dengan metode doktrinisasi. Bukan dengan metode relasi kuasa dan bukan dengan metode subjektifitas.
Pendidikan politik yang di bangun dalam keluarga membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Hal ini mulai dari sejak kesadaran memulai hidup bersama pasangan. Kemudian dengan pola hubungan dalam relasi suami istri. Di mana posisi suami istri tidak lagi atas nama satu pihak yang memiliki kuasa paling banyak. Nmun relasi ini harus tumbuh sedemilkian rupa dengan kesadaran kesalingan.
Saling Peduli Terhadap Berlangsungnya Rumah Tangga
Bahkan, implementasi kesalingan ini hingga memiliki anak sampai pola asuh dan pendidikan dalam rumah tangga. Melakukan tugas secara bersamaan dengan bertukar pikiran melalui forum musyarwarah pasangan. Lebih jauh dari pada itu peran dan pola komunikasi yang menjunjung keadilan relasi, adalah pondasi awal untuk dapat ters berjuang hingga mencapai politik yang sehat dalam keluarga.
Di mana dapat kita mulai Politik dalam keluarga. Yakni mulai bagaimana cara orang tua memberikan pemahaman kepada anak terhadap hal-hal kecil. Hingga seiring berjalannya waktu dalam rumah mampu saling mentransformasi nilai kemakrufan yang dapat terus dilakukan, dan di manapun tempatnya.
Contoh kecil bagiamana seorang anak mempu menghargai bahwa hal yang sedang kita ajarkan kepadanya itu berharga? Yakni dengan memberikan contoh bahwa menyakiti adalah perilaku dalam agama yang tidak baik. Sebagaimana kita tidak menerima kondisi tersakiti, maka kita tidak berhak untuk memberikan rasa tidak nyaman itu kepada orang lain.
Seperti itu kira- kira, dan masih banyak sekali hal-hal dan kesempatan untuk membagi kepada keluarga, pasangan, teman, sanak saudara dan lainnya. []