Mubadalah.id – Jika merujuk perspektif mubadalah tentang prinsip dalam akikah, maka prinsipnya adalah tidak boleh ada pandangan dan tindakan yang merendahkan salah satu jenis kelamin.
Akikah disyariatkan untuk merayakan kehadiran manusia baru. Karena itu, di tengah budaya dan tradisi yang masih merendahkan anak perempuan, Islam, baik melalui al-Qur’an maupun Hadis, menegaskan pemihakan dan dukungan kepada perempuan.
Dalam sebuah Hadis riwayat Imam Bukhari (no. 14039 dan no. 6061), disebutkan bahwa jika kita ikut ambil bagian mengasuh dan mendidik anak perempuan, maka ia akan menjadi perisai dari api neraka.
Dari Aisyah r.a., berkata: Suatu ketika datanglah seorang perempuan dengan membawa dua putrinya meminta sesuatu (untuk dimakan).
Saat itu, aku tidak memiliki sesuatu kecuali satu buah kurma, lalu aku berikan kepadanya. Beliau membelah kurma itu menjadi dua bagian, dan beliau berikan pada kedua putrinya, lalu berdiri, keluar, dan pergi.
Ketika Nabi Saw. masuk rumah, aku menceritakan tentang hal itu. Kemudian Nabi Saw. bersabda:
“Barang siapa yang mengasuh anak-anak perempuan (menjadi wali atas mereka). Lalu benar-benar berbuat baik untuk mereka, maka mereka akan menjadi perisai yang menghalanginya dari api neraka.” (Shahih al-Bukhari, Kitab al-Adab, no. 6061).
Demikian ini adalah tradisi kami dalam hal akikah. Bahwa siapa yang ingin melakukan akikah bagi anaknya, cukup satu kambing, baik anak laki-laki maupun perempuan.
Praktik akikah ini tidak wajib, melainkan sunnah saja. Praktik ini sudah biasa orang-orang lakukan.
Orang yang melakukan akikah sama seperti ibadah kurban, tidak boleh hewan (cacat), seperti hewan yang buta, yang lemah dan kurus kering, yang patah tulang, dan yang sakit.
Daging (akikah) tidak boleh orang tua jual sedikitpun, tidak juga kulitnya. Tulangnya juga (tidak) boleh ia patahkan. Keluarga boleh memakan (daging) akikah dan menyedekahkannya. Anak (bayi yang diakikah) tidak boleh terkena darah dari hewan tersebut”. (Muwaththa, Kitab al-Aqiqah, no. 1076). []