• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kasus Rempang, Investasi yang Kurang Humanis?

Setiap keputusan yang Pemerintah ambil haruslah berdasarkan kepentingan rakyat, dan bukan kepentingan partikular dari kalangan elit saja

Indah Fatmawati Indah Fatmawati
26/09/2023
in Publik
0
Kasus Rempang

Kasus Rempang

6.7k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Istilah eco city sudah sangat ramah, namun bagaimana implementasinya pada kasus Rempang? Apakah sudah ramah dan humanis untuk masyarakat?

Mubadalah.id – Beberapa hari yang lalu media sempat memberitakan kejadian miris berupa aksi aparat yang menembakkan gas air mata ke sekolah-sekolah di Rempang. Kasus ini tidak hanya memberikan trauma bagi anak-anak tetapi juga para guru dan masyarakat. Kelompok rentan yang seharusnya mendapat perlindungan.

Menurut pemberitaan, kasus Rempang, Batam tersebut sampai sekarang juga masih belum menemui titik terang. Konflik bermula dari keinginan pemerintah untuk membangun kawasan Eco City. Makna dari eco city sendiri berarti kota ramah lingkungan, yakni pemukiman manusia yang meniru struktur dan fungsi ekosistem alami yang mampu menopang dirinya sendiri.

Definisi ini pertama kali dicetuskan oleh sebuah organisasi nirlaba Ecocity Builders milik Richard Register. Istilah tersebut terdengar sangat ramah. Namun bagaimanakah dengan pengimplementasian proyek eco city itu sendiri? Apakah sudah ramah dan humanis untuk masyarakat?

Proyek yang Menimbulkan Konflik

Pembangunan tersebut tentu saja melibatkan investor dan rencana bertempat di Pulau Rempang, Batam. Namun sayangnya komunikasi yang terjalin dengan masyarakat adat setempat yang sudah bertahun-tahun tinggal di tempat tersebut kurang maksimal.

Puncaknya terjadi konflik antara warga dan aparat yang hendak merelokasi kawasan tersebut. Warga bersikeras untuk tetap mempertahankan tanah adatnya. Sementara pemerintah tetap ingin proyek pembangunan Eco City tersebut terlaksana. Tambahan lagi, tekanan dari para investor yang menginginkan agar lahan sudah kosong mulai tanggal 28 September 2023 ini.

Baca Juga:

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Kemanusiaan sebelum Aksesibilitas: Kita—Difabel

Masyarakat merasa terpaksa dengan adanya relokasi tersebut. Banyak yang melakukan penolakan dengan aksi protes yang menimbulkan ketegangan antara aparat dan warga. Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan warga, sehingga jauh dari kata humanis.

Pembangunan yang Mendapat Banyak Sorotan

Banyak pihak yang menyoroti kejadian miris ini. Alih-alih mengayomi dan melindungi masyarakat, ternyata pemerintah malah berpihak kepada investor. Hal demikian akhirnya menimbulkan gejolak di masyarakat Rempang itu sendiri untuk melakukan penolakan yang berujung pada aksi anarkis.

Adanya aksi anarkis pada akhirnya menimbulkan banyak korban. Beberapa anak harus mengalami trauma.  Kejadian yang menimbulkan trauma menakutkan dan membutuhkan penyembuhan. Begitu juga beberapa warga yang harus menjalani penahanan oleh pihak kepolisian karena dinilai menjadi provokator.

Mengutip dari detiknews, Komnas HAM yang menyoroti kasus ini menghendaki adanya dialog antara masyarakat dan pemerintah untuk segera dilakukan penyelesaian. Lebih lanjut wakil ketua MPR dalam laman Instagram resminya juga memberikan tanggapan agar investasi harus humanis dan tidak mengorbankan rakyat.

Simpang Siur Pemberitaan

Banyaknya pemberitaan dan simpang siur berita menjadikan konflik Rempang semakin menajam. Terlebih masalah ganti rugi dari pemerintah dan keinginan keras warga untuk tetap bertahan. Bahkan berita terakhir warga menyatakan siap mati terkubur di tanah mereka sendiri demi mempertahankan tanah adat tinggalan nenek moyang.

Di sisi yang lain, pihak pemerintah Batam menyatakan bahwa masyarakat awalnya setuju untuk direlokasi dengan mendapatkan tempat tinggal serta ganti rugi. Terdengar pula bahwa masyarakat tidak bersedia direlokasi meskipun mendapatkan ganti rugi. Lantas mana yang harus dipercayai?

Dari sudut pandang para investor sebagai pemenang proyek pun menanggapi konflik ini sebagai konflik bisnis. Konflik yang berawal dari ketidaksenangan investor asing yang kalah tender. Sehingga melakukan propoganda terhadap masyarakat.

Pembangunan Harus Mengedapankan Sikap Humanis

Sebenarnya kasus seperti ini sudah sering terjadi di negeri ini. Berulangkali masyarakat harus mengalami relokasi dan ganti rugi yang rasanya tidak sebanding. Sehingga hal seperti inilah yang menimbulkan gejolak di masyarakat. Termasuk yang terjadi pada suku Dayak Kalimantan beberapa tahun silam.

Proyek-proyek pemerintah acap kali menggusur pemukiman warga yang sudah tinggal lama di sana. Di mana mereka menggantungkan nasib dari hasil ekonomi di tempat tersebut. Pemerintah saat merelokasi tidak memberikan solusi jaminan lapangan pekerjaan kepada masyarakat, sehingga hal ini memberatkan masyarakat apalagi jika mereka terpaksa.

Proyek-proyek pemerintah harusnya berpihak pada rakyat, karena pemerintah adalah wakil rakyat dan mendapatkan mandat untuk mengelola sumber daya alam yang ada untuk sebaik-baiknya kepentingan rakyat. Setiap keputusan yang Pemerintah ambil haruslah berdasarkan kepentingan rakyat dan bukan kepentingan partikular dari kalangan elit saja.

Perlu juga mempertimbangkan bagaimana dampak dari relokasi tersebut untuk anak-anak, para perempuan yang tinggal di sana dan juga kelompok rentan lainnya. Sehingga proyek-proyek semacam ini tidak dipenuhi dengan ganti rugi tapi ganti untung.

Negara tidak akan perhitungan untuk memberikan ganti untung yang lebih humanis untuk rakyat, jika saja proyek bertujuan untuk menyejahterakan rakyat. Demikian juga, adanya dialog dan sosialisasi yang memadai antara pemerintah dan masyarakat juga menjadi kebutuhan untuk mencapai kesepakatan dan kemajuan dalam pembangunan bersama. []

Tags: BatamEco CityKasus RempangkemanusiaanRelokasi Lahan
Indah Fatmawati

Indah Fatmawati

Sebagai pembelajar, tertarik dengan isu-isu gender dan Hukum Keluarga Islam

Terkait Posts

Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Relasi Kuasa

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID