Mubadalah.id – Tokoh cemerlang dalam dunia keilmuan Islam ialah Ibnu Hazm dari Andalusia. Para ahli fiqh mengenalnya sebagai ahli fiqh literalis (zhahiri).
Buku Ibnu Hazm yang terkenal tentang fiqh zhahiri ialah Al-Muhalla. Namun, sesungguhnya ia juga seorang teolog, pemikir bebas, dan sastrawan besar. Ia sangatlah produktif. Karyanya konon mencapai 400 judul buku.
Pengetahuan Ibnu Hazm yang multidimensi itu ia peroleh pertama-tama dari para perempuan. Dari mereka, ia belajar membaca al-Qur’an sekaligus menghafalnya, menulis, dan memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan dasar.
Dalam bukunya, Thauq al-Hamamah (Kalung Merpati), Ibnu Hazm menceritakan:
“Aku sering bertatap muka dengan para perempuan dan aku mengetahui banyak rahasia mereka, karena aku dididik di pangkuan mereka.”
“Kemudian, aku tumbuh besar di tangan mereka. Aku tak mengenal laki-laki kecuali setelah aku menjadi dewasa. Para perempuanlah yang mengajariku al-Qur’an, puisi-puisi, dan kaligrafi.”
Khadijah binti Suhnun
Ada pula Khadijah binti Sahnun. Nama lengkapnya ialah Khadijah binti al-Imam Abdussalam Sahnun bin Sa’id at-Tanukhi. Ia lahir di Qairawan, Tunisia, pada 160 H. Ia adalah perempuan ulama.
Al-Imam al-Qadhi Iyadh (w. 1149 M), penulis kitab Asy-Syifa, menulis dalam buku Tartib al-Muluk wa Tartib al-Masalik fi Ma’rifah A’lam Madzhab Malik:
“Khadijah binti Sahnun adalah perempuan ulama, cendekia, cerdas, dan pribadi yang indah. Pengetahuan agamanya sangatlah luas, bahkan mengungguli kebanyakan ulama laki-laki. Ia memberi fatwa keagamaan dan melakukan advokasi-advokasi sosial-kemanusiaan.”
Khadijah bukan hanya memperoleh pengetahuan keagamaan yang luas, melainkan juga kepribadian yang luhur: rendah hati, santun, pemurah, dan religius.
Popularitasnya sebagai perempuan ulama sangatlah menonjol. Ayahnya, Sahnun, adalah seorang hakim Mahkamah Agung. Konon, sang ayah selalu meminta pertimbangan dan pendapat putrinya yang cerdas itu, sebelum ia mengetukkan palu di pengadilan.
Lalu, nama ulama perempuan lain yang juga cemerlang ialah Zainab binti Sulaiman bin Ibrahim (w.705 H). Ia adalah guru dari Syekh Taqiyuddin as-Subki, penulis kitab ushul fiqh populer, Jam’u al-Jawami’.
Kemudian, nama terakhir ialah Zainab binti Abdul Halim bin Taimiyah (w. 725 H). Ia adalah guru dari Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani.
Imam adz-Dzahabi, dalam Mu’jam Syuyukh adz-Dzahabi, menyebut sejumlah guru perempuannya yang cemerlang. Ia sering mengatakan, “Tuwuffiyat syaikhatuna (guru perempuanku telah wafat).” []