• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Sedekah Maulid : Menggali Kearifan Lokal dalam Tradisi Maulid

Kearifan lokal merupakan modal sosial dalam perspektif pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan

Hilma Hasa Hilma Hasa
09/09/2024
in Pernak-pernik
0
Sedekah Maulid

Sedekah Maulid

860
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sedekah Maulid merupakan tradisi setiap malam 12 Maulid yang dilaksanakan oleh sebagian masyarakat terutama Masyarakat Sunda-Jawa. Hal ini di lakukan sebagai bentuk rasa syukur dan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kelahiran Nabi merupakan suatu kebahagiaan bagi setiap manusia yang ada di bumi.

Peringatan hari kelahiran Nabi SAW., sering dilakukan dengan berbagai tradisi di bulan Maulid. Di mana tradisi ini di lakukan tanpa meninggalkan syariat ajaran agama Islam. Semua tradisi maulid yang kita lakukan tidak lain sebagai bentuk mengagungkan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Yunus Ayat 58, berikut:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Artinya: “Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmatNya (Nabi Muhammad Saw) hendaklah mereka menyambut dengan senang gembira.” (QS.Yunus: 58)

Baca Juga:

Megengan: Warisan Budaya Muslim Jawa dalam Menyambut Ramadan

Peran Anak Muda dalam Menjaga Tradisi Petik Laut

Esensi Bulan Maulid Nabi Muhammad SAW

Konsep Kesalingan dalam Filosofi Budaya Sunda

Sebagaimana Nabi Muhammad SAW. bersabda: “Barang siapa mengagungkan hari kelahiranku, niscaya aku akan memberi syafa’at kepadanya kelak pada hari kiamat. Dan barang siapa mendermakan satu dirham di dalam menghormati hari kelahiranku. Maka seakan-akan dia telah mendermakan satu gunung emas di jalan Allah.”

Tradisi sebagai Kekayaan dan Asset Suatu Daerah

Seperti yang kita ketahui, bangsa Indonesia memiliki banyak sekali tradisi yang masih melekat di Masyarakat. Tradisi di suatu wilayah harus terus kita pertahankan karena sebuah kekayaan dan aset yang tidak bisa tergantikan oleh apapun.

Tradisi-tradisi yang berkembang pada masyarakat merupakan wujud dari unsur kebudayaan. Tradisi adalah sebagian dari identitas suatu daerah. Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya budaya dan tradisi adalah kekayaan bagi suatu daerah ataupun suatu lingkungan. Di mana suatu tempat yang memegang teguh budayanya berarti mempertahankan kekayaannya.

E Kosmajadi  dalam jurnalnya yang berjudul Peningkatan Kapasitas PKBM Ciptasasi Kencana Melalui Pengembangan Literasi Berbasis Kearifan Lokal. Dalam jurnal tersebut mengemukakan bahwa budaya dalam bentuk activities yang sudah menjadi tradisi orang Sunda banyak sekali. Sehingga dapat dikelompokan kepada tiga jenis aktivitas pokok, antara lain: Aktivitas ritual religious (kepercayaan); 2) Aktivitas mata pencaharian (ekonomi); 3) Aktivitas Sosial (sosial)

Mengutip pada apa yang Yudi Herman tuliskan, bahwa tradisi maulid nabi merupakan peringatan hari lahir nabi Muhammad SAW. Yang secara substansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam kegiatan peringatan maulid Nabi kita menghayati atau mengambil hikmah bahwa Rasulullah SAW. merupakan suri tauladan bagi kehidupan. Di seluruh dunia dapat kita temukan bahwa tradisi maulid Nabi Muhammad SAW .

Tradisi Sedekah Maulid Masyarakat Sunda

Dalam pengertian luasnya tradisi Sedekah Maulid adalah tradisi yang kebanyakan dilakukan oleh masyarakat Sunda dalam mengagungkan hari kelahiran Nabi SAW, yakni dengan berbagi makanan ataupun sejenisnya.

Adapun pengertian dari sedekah tersebut, kata sedekah berasal dari Bahasa Arab yakni adalah sadaqah. Dalam kamus Bahasa Arab, kata sadaqah kita artikan pemberian dengan tujuan mendapat pahala (dari Tuhan).

Sedekah dalam pengertian inilah yang dimaksudkan secara umum oleh masyarakat Jawa-Islam, yakni pemberian secara suka rela tanpa imbalan apapun sebagai bantuan kepada siapapun. Utamanya kepada mereka yang dalam keadaan kekurangan, kesempitan ataupun menderita, adapun tujuannya adalah ridha Allah SWT.

Di mana sedekah merupakan tradisi karuhun baheula (orang terdahulu) mengadakan kegiatan riung mumpulung (berkumpul dengan para kerabat dan masyarakat) untuk mempererat silaturahmi dan saling berbagi.

Terdapat beberapa hal yang menjadi ciri khas tradisi sedekah Maulid yang sering masyarakat Sunda-Jawa lakukan. Di antaranya adalah tradisi mawakeun, tradisi sedekah maulid, tradisi marhabanan, dan tradisi Berzanjian.

Tradisi Sedekah Maulid dan Budaya Mawakeun Masyarakat Sunda

Tradisi sedekah maulid adalah tradisi di mana jika memasuki bulan Rabiul Awal (maulid atau mulud dalam kalender Jawa), masyarakat akan memasak beberapa hidangan untuk terbagikan ke masyarakat setempat. Sehingga masyarakat di suatu desa akan saling bertukar dan mengantar makanan yang kita sebut dengan Mawakeun.

Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa budaya mawakeun hanya dilakukan oleh seorang adik kepada kakaknya jika keduanya sudah sama-sama menikah.

Seorang adik harus mawakeun (membawakan / mengantar) makanan kepada kakaknya, jika kakaknya berjumlah 3 maka sang adik harus mawakeun (membawakan/mengantar/ mengirim) kepada tiga kakaknya. Dan sang adik yang melakukan budaya mawakeun akan mendapatkan haknya jika dia memiliki adik.

Tradisi mawakeun dilakukan minimalnya satu tahun sekali setiap satu hari sebelum Ramadan yang kita sebut dengan sedekah Ramadan. Selain di waktu sedekah Ramadan, tradisi mawakeun juga sering dilakukan dalam berbagai peringatan seperti dalam peringatan sedekah Maulud (12 Maulud), Sedekah Rajab, Sedekah Asyura (10 Muharam) Sedekah Rewah (14 sya’ban sebelum melaksanakan nisfu sya’ban), sedekah Ramadan (setiap pertengahan Ramadan) atau menjelang Idulfitri, dan sedekah Raya Agung (Iduladha).

Filosofis dari Budaya Mawakeun Masyarakat Sunda

Berbicara mengenai budaya mawakeun dalam tradisi sedekah maulid berarti kita sedang berbicara mengenai budaya lokal Indonesia. Hal ini sangat berkesinambungan dengan apa yang pernah saya tulis dalam buku yang berjudul Imajinasi Nusantara (Budaya Lokal dan Pengetahuan Tradisional dalam Masyarakat Indonesia Kontemporer) yang diinisiasi oleh Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko RI), Friedrich-Ebert-Stiftung (FES) dan Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK).

Bahwasanya ada beberapa hal yang bermakna filosofis dari budaya mawakeun (membawakan/mengantarkan) di antaranya budaya mawakeun (membawakan/mengantarkan makanan) mengandung makna saling berbagi serta saling menghormati. Selain itu juga budaya mawakeun (membawakan/mengantarkan makanan) mengandung makna mempererat tali silaturahmi dan peduli terhadap sesama.

Begitupun tradisi sedekah Maulid yang mengandung beberapa makna berbagi dengan sesama. Di bulan yang kita agungkan sebagai bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain itu juga dapat mengembangkan tradisi yang sudah menjadi kearifan lokal masyarakat Sunda.

Kearifan Lokal dalam Tradisi Sedekah Maulid

Kearifan lokal merupakan modal sosial dalam perspektif pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Sehingga sangat penting untuk di gali, di kaji, di kembangkan dan di lestarikan. Agar dapat menuju pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang selaras dengan budaya masyarakat.

Terdapat beberapa hal yang menjadi kearifan lokal dalam bulan Maulid yang sering masyarakat Sunda-Jawa lakukan. Di antaranya adalah tradisi mawakeun, tradisi sedekah maulid, tradisi marhabanan, tradisi muludan dan tradisi  ngariung mungpulung. Sebagai bentuk penguatan tali silaturahmi antar masyarakat dan mempererat persaudaraan

Kembali mengutip dari buku majinasi Nusantara (Budaya Lokal dan Pengetahuan Tradisional dalam Masyarakat Indonesia Kontemporer) yang di inisiasi oleh Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko RI), Friedrich-Ebert-Stiftung (FES) dan Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK). Supaya kita mampu lebih jauh melihat kearifan lokal mengenai filosofis Sunda.

Filosofi hidup orang Sunda tersebut tidak jauh dari kearifan lokal masyarakat Sunda itu sendiri. Di mana yang sering kita dengar yaitu filosofi hidup “silih asah, silih asih dan silih asuh”. Menurut Aam Masduki, silih asah merupakan fokus tujuan dan penerapan nilainya kepada peningkatan kualitas berpikir, mengasah kemampuan untuk mempertajam pikiran dengan ilmu dan pengalaman.

Hal tersebut tercermin dalam paribasa Sunda “Cikaracak ninggang batu laun-laun jadi legok” artinya air tempias menimpa batu lama-lama batunya akan berlubang. Paribasa Sunda tersebut mengandung makna bahwa sebodoh-bodohnya manusia jika terus berusaha belajar. Maka suatu saat akan ada bukti dari hasil belajar tersebut. []

Tags: Budaya Mawakuenbulan Maulidkearifan lokalSedekah MaulidTradisi MaulidTradisi Sunda
Hilma Hasa

Hilma Hasa

S1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Institut Pendidikan Indonesia (IPI) Garut. Pengajar honorer di salah satu sekolah swasta di Kabupaten Garut  

Terkait Posts

KB

KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

20 Mei 2025
KB dalam Islam

KB dalam Pandangan Islam

20 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!
  • KB dalam Pandangan Islam
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version