Mubadalah.id – Meskipun banyak perbedaan pada Film Tanda Tanya maupun Film Riyanto sama-sama masih turut membahas tentang perjuangan seorang anggota Banser
Latar Belakang Pembuatan Film
Ketika menonton film “Tanda Tanya” yang merupakan garapan dari Hanung Bramantyo, mungkin kita akan ingat bahwa ada kejadian besar yang menewaskan seorang banser karena kegigihannya dalam melindungi seluruh masyarakat. Ia lari sembari membawa bom keluar gereja, dan akhirnya meledak bersama itu juga.
Hanung membuat scene tersebut karena mendapatkan inspirasi dari sosok Riyanto. Yakni seorang Banser asal Mojokerto yang turut tewas ketika sedang berjaga di gereja saat tengah perayaan malam misa. Alur kejadiannya ia buat hampir sama, meskipun memiliki kisah keseluruhan yang berbeda.
Setelah film tersebut rilis, akhirnya banyak pihak dari romo dan berbagai pihak lain menghubungi Kukun Triyoga, seorang penggerak Gusdurian Mojokerto. Mereka sama-sama menanyakan, bagaimana testimoni istri dari Riyanto terkait kejadian yang menimpa suaminya.
Di sini Kukun bingung, karena Riyanto sebagaimana yang masyarakat kenal, belum memiliki istri. Bahkan usianya masih tergolong muda pada saat itu. Akhirnya setelah itu Kukun berinisiatif untuk membuat kisah fenomenal tersebut menjadi sebuah pementasan teater.
Riset Panjang
Ia pun melakukan riset selama tiga bulan melalui wawancara berbagai pihak. Diantara narasumbernya adalah ibu sang korban, adiknya, Gus Ipung, polisi yang berada di tempat kejadian, dan Ketua Satuan Koordinator Cabang Banser Mojokerto.
Setelah mendapatkan gambaran sosok Riyanto, dan bagaimana kejadian tersebut terjadi. Kukun Triyoga mulai menuliskan naskah, dan berlatih pentas. Sayangnya, pada hari H pementasan, hujan mengguyur Kota Mojokerto begitu deras. Akhirnya pentas pun gagal digelar.
Hingga suatu waktu pada 2021, Jawa Pos Radar Mojokerto (JPRM) mengadakan Short Movie Competitition (SMC) memperingati ulang tahun ke-20. Kebetulan tema yang diberikan adalah “Saudara dalam Kemanusiaan”. Kukun yang mendengar berita ini pun akhirnya semangat untuk membongkar naskahnya, dan menjadikannya sebagai sebuah film pendek.
Selama tiga minggu penggarapan film pun ia lakukan. Penyesuaian terhadap waktu dan suasana menjadi pertimbangan lamanya pengambilan angle dan adegan yang pas. Dan setelah penilaian berakhir, film karya Kukun Triyoga menang menjadi juara 2.
Kisah Riyanto dalam Film
Film yang berdurasi 12 menit ini tidak banyak bercerita terkait hal-hal di luar kuasa Riyanto. Dalam film ini sendiri, sang penulis mengisahkan sosok Riyanto memiliki kesibukan sebagai seorang pengrajin sepatu di rumahnya.
Suatu hari, ia mengalami sedikit perseteruan dengan adiknya yang tidak ingin bersekolah. Riyanto sebagai kakak menasehati bahwa dengan memiliki pendidikan tinggi lah adiknya bisa mendapatkan pekerjaan yang baik. Namun adiknya mengelak, dan mengatakan bahwa ia merasa lebih suka membantu kakaknya untuk membuat sepatu ketimbang harus memiliki pekerjaan baik tapi tidak menikmatinya.
Akhirnya adiknya pun menyindir kakaknya yang merupakan anggota Banser. Ia ragu bahwa menjadi Banser adalah benar-benar keinginan kakaknya. Dan Riyanto dengan ekspresi sabar memberikan pengertian pada adiknya bahwa menjadi seorang Banser penting untuk menjaga kesatuan.
Malam harinya Riyanto mendapatkan undangan untuk rapat bersama pimpinan. Di situ ia bersama kawanannya yang lain mendapatkan mandat untuk turut menjaga keamanan gereja pada perayaan misa dan natal. Perdebatan di antara anggota pun terjadi terkait keraguan mereka untuk menjaga gereja.
Keraguan dan Keyakinan
Mereka takut akan dianggap sebagai liberal, dan merasa bahwa sudah cukup polisi yang menjaganya. Namun dari Ketua Kesatuan Koordinator Cabang Banser Mojokerto memberikan keyakinan bahwa ini merupakan perintah dari atasan. Dan menjaga gereja sesungguhnya sama dengan dengan menjaga Indonesia.
Konflik lain pun kembali terjadi keesokan harinya saat ada Salim, seorang teman Riyanto, yang mengajaknya untuk ikut pengajian. Riyanto pun mengatakan bahwa ia memiliki tugas untuk menjaga gereja. Salim pun merendahkan, bahkan menyebut bahwa Riyanto sudah musyrik, kafir, dan menyekutukan Allah. Namun Riyanto tetap kukuh pada pendiriannya. Dan yakin bahwa apa jalan yang ia pilih adalah sebuah kebenaran.
Akhirnya malam tiba, ketika Riyanto harus berjaga di malam misa. Di tengah mengontrol keadaanya, ia juga sembari mengobrol dengan salah satu teman Bansernya. Sebelum pembicaraan selesai, tiba-tiba seorang anggota Banser lain datang membawa sebuah bingkisan. Katanya, ia mendapatkan bingkisan itu dari seorang ibu-ibu, dan perempuan tersebut tidak tahu apa yang ada di dalamnya.
Riyanto pun membawa bingkisan tersebut pada seorang polisi. Dan setelah mereka lihat, ternyata isinya adalah sebuah bom. Polisi tersebut pun akhirnya menyuruh Riyanto untuk membuang bom tersebut. Sebelum bom ia buang, ledakan hebat pun lebih dulu memberi salam. Riyanto pun gugur bersama ledakan bom tersebut.
Perbandingan Sosok Riyanto dalam Kedua Film
Dalam Film Tanda Tanya, sosok Banser yang sama-sama meledak bersama bom Hanung Bramantyo sebutkan telah menikah. Sedangkan pada kenyataannya belum. Kemudian pada scene di gereja, tidak ada orang lain yang mengetahui bahwa ada seseorang yang menyelundupkan bom. Sampai akhirnya sosok Soleh melihat seseorang masuk gereja dengan membawa tas hitam. Setelah itu ia keluar lagi. Karena menaruh curiga, akhirnya ia membuka tas tersebut dan melihat bahwa isinya adalah bom.
Selain itu nama yang Hanung gunakan dalam Film Tanda Tanya adalah Soleh, bukan Riyanto. Sehingga hal tersebut menjadi samar dan tidak jelas. Meskipun demikian, Hanung juga telah mengakui bahwa penggambaran sosok yang sama merupakan bentuk ilham yang ia dapatkan. Sehingga ia pun tidak mengenalkan sosok Riyanto secara rinci atau sama persis.
Tetapi, pada intinya, meskipun banyak perbedaan, baik pada Film Tanda Tanya maupun Film Riyanto sama-sama masih turut membahas tentang perjuangan seorang anggota Banser. Sosok yang telah menjadi inspirasi banyak orang.
Banyak orang, sampai saat ini, menyebutkan bahwa Riyanto merupakan figur yang memiliki jiwa kemanusiaan tinggi. Bahkan Gus Dur pun mengatakan bahwa “Riyanto telah menunjukkan diri sebagai umat beragama yang kaya nilai kemanusiaan. Semoga dia mendapatkan imbalan sesuai dengan pengorbanannya.” []