Mubadalah.id – Sabtu 21 Oktober 2023 teman-teman Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) mengadakan kegiatan yang berjudul SUPI Bershalawat. Seperti yang disampaikan dalam undangan publik, kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw sekaligus menyambut Hari Santri Nasional tahun 2023.
SUPI Bershalawat tidak hanya dihadiri dan diramaikan oleh Mahasantriwa SUPI saja, tapi juga diikuti serta dimeriahkan oleh berbagai komunitas di Cirebon, baik dari kalangan santri maupun lintas iman, seperti Gusdurian Cirebon, Pemuda Lintas Iman dan komunitas anak-anak muda lainnya.
Selain itu, SUPI Bershalawat juga makin terasa penuh cinta karena kehadiran Iqamah.id, yaitu teman-teman ragam gender dan juga Allies.
Bagi saya kehadiran teman-teman Iqamah serta anak-anak muda dari komunitas dengan latar belakang yang beragam ini, menjadi sesuatu yang istimewa dalam perayaan Hari Santri Nasional dan Maulid Nabi Saw. Mengingat sebelumnya saya belum pernah mengikut kegiatan shalawat yang dihadiri oleh ragam gender dan iman.
Hari Santri Nasional
Bahkan tidak hanya hadir dan mendengarkan lantunan shalawat-shalawat Nabi, beberapa dari mereka tampil untuk membacakan puisi serta memberikan refleksi tentang Maulid Nabi dan Hari Santri Nasional.
Malam itu, saya melihat bagaimana cinta membalut kami dalam kegiatan yang sangat sederhana namun penuh makna. Saya tidak lagi melihat ada rasa saling curiga di antara kami, saya juga menyaksikan tidak ada lagi dinding pemisah di antara kami. Saya dan teman-teman yang lain hanyut dalam suasana kehangatan hingga akhir acara.
Potret ini mengingatkan saya bahwa memang inilah wajah Islam yang sesungguhnya. Islam sebagai rahmat bagi setiap makhluk Allah di muka bumi. Islam sebagai agama yang penuh cinta dan menyambut siapapun untuk menyelami nilai-nilai Islam.
Selain itu, dalam beberapa refleksi yang disampaikan oleh teman-teman Mahasantriwa SUPI, Gusdurian Cirebon, Pemuda Lintas Iman dan Iqamah, saya melihat bahwa Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah, telah meneladankan nilai-nilai Islam yang penuh cinta.
Dalam banyak catatan sejarah, Nabi telah meneladankan pada umatnya untuk selalu berbuat baik pada siapapun, pada laki-laki maupun perempuan. Pada umat Islam maupun pada umat yang berbeda keyakinan.
Nabi juga dengan tegas memerintahkan umatnya untuk selalu berpihak pada orang-orang yang selalu dipinggirkan, seperti teman-teman ragam gender, misalnya. Karena semua manusia dengan latar belakang apapun adalah saudara.
Setiap Manusia adalah Bersaudara
Sejalan dengan itu, Nabi dalam salah satu doanya menyebutkan bahwa seluruh manusia itu ialah saudara. Dalam buku “Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama” karya Dr. Faqihuddin Abdul Kodir disebutkan bahwa Nabi setiap selesai shalat selalu memanjatkan doa tentang persaudaraan manusia.
Hal ini tergambar dalam sebuah Hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya dan Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya. Teks Hadis tersebut artinya ialah:
“Dari Zaid bin Arqam, berkata: Nabi Muhammad Saw berdoa pada akhir shalat: Ya Allah, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu, aku bersaksi bahwa Engkau adalah Tuhan, satu-satunya Engkau semata, tiada sekutu bagi-Mu. Wahai Tuhan kami, dan Tuhan segala sesuatu, aku bersaksi bawa Muhammad adalah hamba-Mu dan Rasul-Mu.”
“Wahai Tuhan kami, dan Tuhan segala sesuatu, aku bersaksi bahwa seluruh manusia, hamba-hamba-Mu itu adalah bersaudara. Ya Allah, Tuhan kami, dan Tuhan segala sesuatu, jadikanlah aku dan keluargaku orang-orang yang tulus kepada-Mu setiap saat, dalam hal dunia dan akhirat.”
“Wahai Tuhan yang Maha Agung dan Maha Mulia. Dengarkanlah dan perkenankanlah. Allah Maha Besar. Allah adalah Maha Cahaya bagi langit dan bumi. Cukupkanlah bagiku adalah Allah sebagai sebaik-baik tempat bergantung. Allah Maha Besar.” (HR. Ahmad Musnad Ahmad bin Hanbal, hadis nomor 19601 dan Abu Dawud Sunan Abu Dawud, hadis nomor 1510).
Pandangan Kiai Faqih
Menurut Kiai Faqih teks doa tersebut merupakan kesaksian Nabi Saw, bahwa setiap manusia itu bersaudara. Dengan begitu siapapun tidak boleh mendzalimi dan didzalimi, justru semua umat manusia dituntut untuk saling mengasihi, bekerjasama dalam hal kebaikan dan mempertahankan ikatan persaudaraan.
Hal ini juga sangat relevan sekali dengan peringatan Hari Santri Nasional. Di mana lembaga pendidikan pesantren, harus terus mengajarakan santri-santrinya untuk memperlakukan semua orang dengan baik. Menyambut segala keragaman dan merangkul segala perbedaan, entah itu beda agama, suku, budaya, bahkan hingga pada perbedaan secara orientasi seksual.
Inilah wajah Islam yang Nabi Muhammad Saw cita-citakan. Islam yang penuh cinta dan menyambut siapapun dengan tulus dan kasih sayang.
Teladan Nabi pada Umat yang Beda Agama
Lebih dari itu, dalam banyak Hadis menyebutkan bahwa Nabi juga melarang untuk menyakiti orang-orang yang beda agama. Bahkan Nabi mengancam siapapun yang menyakiti dan membunuh umat yang beda agama, maka ia tidak akan mencium, apalagi memasuki surga. Teks Hadis tersebut seperti dalam riwayat Sunan Abu Dawud yang artinya:
“Ingatlah bahwa barang siapa yang berbuat zhalim kepada warga non-Muslim, atau mengurangi haknya, atau membebaninya lebih dari kemampuannya, atau mengambil sesuatu darinya tanpa kerelaan darinya maka aku (Nabi Muhammad Saw) akan menjadi lawannya kelak di Hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud, hadis nomor 3054).
Pernyataan Nabi di atas merupakan penegasan bahwa sebagai umat Nabi kita tidak boleh menyakiti dan melakukan kekerasan pada teman-teman yang beda keyakinan. Bahkan Nabi dalam hal ini, mengancam umatnya yang mendzalimi non-Muslim dengan ancaman tidak masuk surga serta menjadi lawannya di Hari Kiamat.
Tentu saja, Nabi tidak hanya berkata, tapi juga melakukannya. Selama hidupnya banyak teladan yang bisa kita pelajari dari akhlak baik Nabi pada umat yang beda agama. Salah satunya dari Piagam Madinah.
Isi Piagam Madinah
Nabi melihat bahwa di Madinah pada saat itu masyarakatnya cukup plural, oleh karena itu Nabi memutuskan untuk membuat kontrak sosial bagi anggota masyarakatnya melalui Piagam Madinah. Salah satu isi dari Piagam Madinah tersebut ialah:
“Orang Islam, Yahudi, dan warga Madinah yang lain, bebas memeluk agama dan keyakinan mereka masing-masing. Mereka terjamin kebebasannya dalam menjalankan ibadahnya. Tidak seorang pun boleh mencampuri urusan agama orang lain. Orang Yahudi yang menandatangani (menyetujui) piagam ini berhak memperoleh pertolongan dan perlindungan serta tidak boleh melakukan kezaliman. Orang Yahudi bagi orang Yahudi, dan orang Islam bagi orang Islam. Jika di antara mereka berbuat zalim, itu menyengsarakan kamu dan keluarganya. Setiap penindasan haram. Mereka sama-sama wajib mempertahankan negerinya dari serangan musuh.”
Melalui Piagam Madinah ini kita bisa belajar bahwa perlindungan dan penghormatan itu harus kita berikan kepada seluruh manusia, terlepas dari apa pun agamanya. Sebab setiap manusia berhak untuk mendapatkan rasa aman, nyaman, damai dan bahagia.
Teladan Nabi Saw pada Perempuan
Hal menarik yang saya kagumi dati SUPI Bershawalat juga ialah tentang refleksi Mahasantriwa SUPI yang menyampaikan bahwa Nabi sangat memuliakan dan menghormati perempuan. Dengan begitu mereka mengajak umat muslim dan juga yang lain untuk memperlakukan perempuan dengan baik. Karena inilah yang diteladankan Nabi.
Dalam banyak catatan Hadis disampaikan bahwa Nabi sangat berpihak pada perempuan. Bahkan pada saat Khutbah Wada’ Nabi Saw mewasiatkan pada umatnya untuk selalu berbuat baik pada perempuan. Teks tersebut berbunyi:
“Wahai manusia, aku berwasiat kepada kalian, perlakukanlah perempuan dengan baik. Kalian sering memperlakukan mereka seperti tawanan. Ingatlah, kalian tidak berhak memperlakukan mereka kecuali dengan baik. Bertakwalah kalian pada Allah dalam hal memperlakukan istri kalian. Perlakukan istri-istri kalian dengan baik. Kalian telah mengambilnya sebagai pendamping hidup kalian berdasarkan amanat, kepercayaan penuh Allah, dan kalian dihalalkan berhubungan suami-istri berdasarkan sebuah komitmen untuk kesetiaan yang kokoh di bawah kesaksian Allah.”
Melalui teks tersebut, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa perempuan adalah manusia utuh. Oleh karena itu, perempuan juga mesti diberi ruang untuk ikut berperan serta berkontribusi dalam mewujudkan kemaslahatan dan kebaikan di muka bumi ini.
Dalam seluruh rangkaian kegiatan SUPI Bershalawat ada banyak peran-peran penting yang diberikan pada perempuan. Misalnya menabuh hadroh, vokalis, pembacaan barzanji, pembacaan doa, memberikan refleksi dan penampilan lainnya.
Ramah Perempuan
Bagi saya, hal ini merupakan gambaran kegiatan yang sangat ramah pada perempuan. Bagaimana tidak, selama ini saya seringkali melihat di dunia pesantren, perempuan dilarang untuk tampil apalagi mengambil peran-peran penting seperti tadi.
Selama ini, doktrin yang selalu saya dengar adalah perempuan sumber fitnah, sehingga dia tidak boleh tampil di publik, entah sebagai MC, Vokalis, penabuh hadroh, apalagi membacakan doa. Tapi di SUPI Beshalawat saya melihat seluruh santri, baik perempuan ataupun laki-laki sama-sama berperan dan tampil di publik.
Terakhir, menurut saya apa yang Nabi Saw teladankan di atas, sangat penting untuk kita pelajari serta praktikkan oleh kita sebagai umat muslim. Termasuk para santri-santri di pondok pesantren. Sebab keberagaman dan perbedaan itu merupakan keniscayaan dan anugerah dari Allah.
Dengan begitu, udah enggak ada alasan lagi untuk tidak menerima dan merangkul perbedaan. Justru sebagai umat Islam dan santri, kita punya kewajiban untuk menunjukkan wajah Islam yang rahmatan lil’alamin. Islam yang santun, ramah dan penuh kasih sayang. []