Salah seorang perempuan yang menjadi guru besar bagi para ulama ialah Karimah binti Ahmad al-Marwaziyyah (w. 463 H).
Mubadalah.id – Sejarah peradaban Islam menginformasikan kepada kita bahwa pada abad-abad pertama Islam, banyak kaum perempuan yang terlibat aktif dalam diskusi-diskusi intelektual dan ilmiah bersama kaum laki-laki di masjid-masjid.
Juga termasuk di pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan yang menyebar di berbagai tempat. Mereka saling belajar keilmuan Islam, seperti tafsir, hadits, fiqh, metodologi fiqh, dan keilmuan sosial.
Generasi Islam awal memahami dan mengerti bahwa kaum perempuan mempunyai hak yang sama untuk belajar, memperoleh, dan menyebarkan ilmu pengetahuan.
Bahkan, banyak sumber menyebutkan bahwa banyak ulama laki-laki memperoleh pengetahuannya dari ulama perempuan. Beberapa di antaranya ialah Imam Malik, Imam asy-Syafi’i, Imam Ibnu Hazm, asy-Syekh al-Akbar Ibnu Arabi, dan lain-lain.
Salah seorang perempuan yang menjadi guru besar bagi para ulama ialah Karimah binti Ahmad al-Marwaziyyah (w. 463 H).
Imam adz-Dzahabi dalam bukunya yang terkenal, Siyar A’lam an-Nubala (Biografi Para Tokoh Cerdas), menyebut Karimah sebagai “asy-syaikhah” (guru besar perempuan), “al-alimah” (ulama perempuan), dan “al-musnidah” (ahli hadits besar), bergelar “Al-Mujawirah bi Haram Allah” (tetangga tanah suci Makkah).
Sementara, para ulama Maroko menyebutnya sebagai “al-ustadzah” (profesor perempuan) dan “al-hurrah az-zahidah” (sufi perempuan).
Guru Karimah
“Pengetahuan Syekhah Karimah diperoleh dari para ulama dan ahli fiqh besar, seperti Zahir bin Ahmad as-Sarakhsi (w. 389 HD), Abdullah bin Yusuf bin Bamuyah al-Isbahani (w. 409 H) (seorang al-Imam al-Muhaddits).”
“Kemudian, Syekh as-Sufiyyah (ahli hadits dan guru para sufi), dan lain-lain. Dan, hadits Shahih al-Bukhari, secara khusus, diperoleh dari gurunya, Syekh Abu al-Haitsam al-Kusymihani (w. 389 H).”
Karimah binti Ahmad al-Marwaziyyah ialah perempuan pertama yang belajar kitab Shahih al-Bukhari.
Bahkan, ia lah yang memiliki manuskrip paling berharga yang di kemudian hari dijadikan sumber penulisan Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani ketika menulis Fath al-Bari, sebuah syarah atas kitab hadits paling otoritatif tersebut.
Sebuah informasi mengenai Karimah menyebutkan bahwa ia selalu menunggu-nunggu datangnya musim haji.
Sebab, saat itu, ia dapat bertemu para ulama besar dari seluruh dunia dan bisa menimba ilmu. Terutama mendapatkan riwayat hadits dari mereka yang memiliki posisi otoritatif.
Dalam waktu yang bersamaan, selama di Makkah, ia menyelenggarakan “halaqah”, forum, pengajian untuk semua pelajar dan ulama laki-laki dan perempuan yang datang dari berbagai belahan dunia muslim. []