Mubadalah.id – Sejak kecil kita selalu dituntut untuk menjadi anak yang sempurna. Makanya tidak heran jika waktu kecil, ibu dan ayah kita akan terus mengajarkan kita untuk tampil menawan, pintar, tidak nakal dan selalu tersenyum.
Sebetulnya ini bukan hal buruk, tentu saja semua orang menginginkan anaknya terlihat disiplin, rapih, pintar, baik dan murah senyum. Namun, kadang hal-hal ini jika terus dilakukan dengan penuh paksaan akan membuat anak menjadi penuh tuntutan dan pada akhirnya tidak berani menjadi diri sendiri.
Hal ini lah yang sempat aku rasakan. Sejak kecil, sebagai anak perempuan aku dituntut untuk pandai mengerjakan urusan rumah, tampil cantik supaya banyak yang suka, lemah lembut, feminim dan cakap dalam segala hal.
Semakin dewasa, kadang aku merasa lelah dan capek. Seberjuang apapun aku untuk bisa terlihat sempurna dan diterima oleh orang-orang di sekitarku, tetap saja selalu ada yang kurang. Bahkan tidak jarang, orang-orang dewasa ini membanding-bandingkanku dengan anak-anak yang lain.
Padahal bukankah semua anak itu berbeda, ia punya karakter dan kemampuannya masing-masing. Lalu mengapa kita selalu dituntut untuk terlihat sempurna sesuai dengan keinginan mereka? Tidak bisakah sebagai anak, kita diberi pilihan untuk menjadi diri sendiri?.
Keresahan dan kegalauan ini ternyata bukan hanya aku yang merasakan. Ada banyak anak yang mengalami hal yang sama. Salah satunya Ardhi Mohamad, dalam bukunya yang berjudul “self healing”, ia menceritakan bagaimana sejak kecil ia terbiasa tidak didengar, tidak dianggap ada oleh orang tua dan orang-orang sekitarnya.
Kebiasaan tidak didengar ini ternyata menjadi trauma tersendiri buat Ardhi, ia tumbuh menjadi orang yang tidak percaya diri dan sering merasa insecure. Dia juga sering membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain.
Pola Asuh Orang Tua
Membaca kisah Ardhi ini, aku merasa punya teman. Di sisi lain, aku juga menyadari bahwa pola asuh orang tua terhadap anak itu menentukan bagaimana dia tumbuh.
Anak yang tumbuh dengan pola asuh orang tua yang penuh kasih, memberi anak kesempatan untuk mengutarakan opininya, mendengarkan keinginan anak dan membiarkan anak mengekspresikan emosinya, besar kemungkinan anak tersebut akan tumbuh menjadi anak yang merasa berharga, percaya diri dan menghargai setiap proses hidupnya.
Berbeda dengan anak yang tumbuh seperti aku dan Ardhi, karena sejak kecil sering dianggap tidak pantas, dibanding-bandingkan dengan anak yang lain, dianggap tidak berharga dan banyak kekurangan, akhirnya aku tumbuh menjadi anak yang mudah insecure dan tidak percaya diri.
Bahkan tidak jarang aku pun merasa tidak perlu menghargai pencapaian-pencapaian yang sudah aku lakukan. Padahal hal itu aku gapai dan usahakan dengan susah payah dan penuh perjuangan.
Tidak, aku tidak sedang menyalahkan orang tuaku. Karena mungkin saja, niat mereka memang ingin mengajariku menjadi anak yang penuh prestasi, menyenangkan dan mudah orang-orang di sekitar menerimaku. Tapi cara yang mereka lakukan tidak tepat dan membuatku lelah.
Tidak ada cara lain untuk memutus rantai trauma tersebut selain dengan menyembuhkannya. Ardhi dalam buku “self healing” ini mengajarkan aku tentang pentingnya punya self-esteem yang baik.
Apa itu Self-Esteem?
Istilah self-esteem dalam psikologi berguna untuk menggambarkan perasaan subjektif seseorang secara keseluruhan tentang arti diri sendiri atau nilai pribadi.
Jadi, self-esteem bisa didefinisikan sebagai seberapa besar kamu menghargai dan menyukai diri sendiri, terlepas dari kondisi yang kamu alami. Tinggi atau rendahnya self-esteem ditentukan oleh banyak faktor, seperti rasa percaya diri, perasaan insecurity, identitas diri, dan perasaan kompetensi.
Tentu saja setelah berbagai pengalaman masa kecil yang kita alami, sangat tidak mudah bagi kita untuk menumbuhkan rasa berharga pada diri sendiri. Sebab, pola asuh orang tua sangat mempengaruhi proses kita bertumbuh.
Sederhananya begini, jika sejak kecil orang tua kita saja tidak peduli, enggak sayang dan enggak mau mendengarkan keinginan dan ide-ide kita, gimana mungkin kita bisa merasa berharga dan menyayangi diri kita sendiri.
Namun meski begitu, bukan tidak mungkin kita untuk mengubah cara pandang tersebut. Sebab, self-esteem bisa kita upayakan di usia berapa pun. Tidak ada kata terlambat untuk mulai memaafkan luka-luka masa lalu, lalu belajar menerima serta mencintai diri sendiri apa adanya.
5 Cara Menumbuhkan Self-Esteem
Melansir dari sohib.indonesiabaik.id setidaknya ada lima cara untuk menumbuhkan self-esteem. Pertama, mengenali diri. Langkah pertama yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan self esteem adalah mengenal diri sendiri. Dengan mengenal diri sendiri, kita akan mudah mengetahui kelebihan, kekurangan, juga paham mengenai tujuan hidup yang hendak ingin kita capai.
Kedua, membangun relasi yang positif. Jangan merasa cukup jika sudah mengenali diri, setiap orang harus dapat membangun relasi yang positif untuk menunjang agar tercapainya self esteem.
Maksud dari relasi yang positif adalah teman-teman yang mau menerima kita apa adanya, tidak menuntut sesuatu yang bukan prinsip, selalu mengajak kepada hal baik, bersedia menemani di kala sulit sekalipun, dan teman yang mau berjuang bersama. Dengan memiliki relasi yang positif, seseorang akan lebih semangat dan merasa mendapat dukungan dalam menjalani aktivitas kesehariannya. Percaya, deh!
Ketiga, bersikap baik terhadap diri. Pernah merasa di titik terendah hingga berpikir bahwa diri tak berharga dengan segala kegagalan dan kekecewaan yang telah berlalu? Ssstt, sudah cukup tidak perlu negatif thinking dengan diri sendiri lagi. Kita perlu menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Jadi, mulai saat ini bersikap baiklah dengan diri, ya.
Tantang dengan Hal Baru
Keempat, tantang diri dengan hal baru. Supaya hidup kita nggak gitu-gitu aja, cobalah tantang diri dengan hal baru. Istilah ini sering lebih populer dengan keluar dari zona nyaman. Maksudnya, kita menantang diri sendiri untuk melakukan hal baru di luar kebiasaan yang kita lakukan. Seperti mengikuti kelas keterampilan, mendaftar lomba, memperdalam hobi, ataupun merencanakan perjalanan jauh.
Dari situ, adrenalin kita akan terpacu. Sehingga menghidupkan semangat baru dalam diri dan mengeluarkan energi positif untuk menemukan solusi.
Kelima, menerima dan melakukan yang terbaik. Yang tak kalah penting dari meningkatkan self esteem adalah menerima diri dan melakukan yang terbaik. Dalam tahapan ini, kita harus bisa menyadari segala hal baik dan buruk dalam diri untuk menerimanya.
Setelah berhasil menerima diri, jangan lupa melakukan yang terbaik dari apa yang bisa kita lakukan. Misalnya, menyamarkan keterbatasan kita dengan menunjukkan kelebihan lewat karya, mengembangkan potensi diri, dan banyak berbagi hal baik apapun kepada sekitar.
Itu lah lima cara yang bisa kita coba untuk menumbuhkan self-esteem. Selamat mencoba dan mari akhiri luka-luka masa kecil itu. Jangan biarkan kita tumbuh menjadi orang yang tidak menghargai diri kita sendiri. Kita terlalu berharga untuk mudah menyerah dan insecure.[]