Mubadalah.id – Kepemimpinan ulama perempuan di Pondok Pesantren Denanyar Jombang bukan hal yang baru atau bahkan tabu. Saat memasuki ruang pengurus yayasan terdapat banyak papan susunan pengurus yang menempel di tembok, terdapat nama-nama bu Nyai menghiasi susunan pengurus. Bahkan kepengurusan yayasan hanya satu nama laki-laki yang masuk dalam jajaran pengurus. Beliau adalah bapak Halim Iskandar, salah satu cicit Kiai Bisri Syansuri yang saat ini menjabat Menteri KemendesPDTT.
Bu Nyai Mufliha Shohib, sebelum terpilih menjadi ketua Yayasan, beliau pernah menjadi anggota dewan perwakilan rakyat atau DPRD di Jombang. Selain itu, pengalaman dalam kepengasuhan santri di asrama Pondok Pesantren Darul Ulum, menjadi bekal pola serta model kepemimpinan bagi Ibu Nyai Muflihah. Terbuka kesempatan perempuan dalam mengelola Yayasan dengan menjadi pengurus, para dzuriyyah memiliki motivasi untuk belajar dengan tekun dan mengasah kemampuannya leadershipnya.
Ini lah mengapa Ning Azzah selain menjadi pengasuh asrama Sunan Bonang bersama suaminya, beliau juga aktif dalam organisasi seperti BNN atau Bu Nyai Nusantara suatu organisasi yang dibentuk oleh RMI (Robithoh Ma’ahid Islamiyyah), yaitu badan otonom di organisasi Nahdhatul Ulama di wilayah Jawa Timur.
Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar kekurangan kader laki-laki. Tokoh terkenal yang masih keluarga besar yaitu pak Muhaimain Iskandar dan Abdul Halim Iskandar, yang keduanya lebih banyak berperan di luar.
Meski pak Halim Iskandar masuk dalam jajaran kepengurusan dan tetap berperan aktif dalam menjalankan tugasnya, namun domisilinya tidak di area pesantren. Karena saat ini menjabat sebagai Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada Kabinet Indonesia Maju 2019-2024.
Sedangkan bapak Muhaimin Iskandar sebagai politisi ketua partai Kebangkitan Bangsa, yang pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2009-2014 dan pernah juga menjadi Wakil Ketua MPR atau Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 2014-2019. Selain itu juga pernah menjabat sebaagai wakil DPR RI.
Kesempatan Memimpin Pesantren yang Egaliter
Dari temuan penelitian di atas, maka menguatkan bahwa kesetaraan laki-dan perempuan di tidak memiliki batasan dalam ranah kepemimpinan dan pengelolaan pesantren di lingkungan Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang.
Bahkan sudah menjadi aturan tidak tertulis bahwa menantu meski sekompeten apapun, tidak bisa menempati posisi pucuk pimpinan atau posisi strategis di kepengurusan Yayasan. Semua harus dzurriyah. Boleh laki-laki maupun perempuan. Menantu bisa menjadi pimpinan pengasuhan asrama, tetapi bukan pengasuhan atau kiai dalam posisi top leader.
Syarat menjadi pemimpin di Pondok Pesantren Denanyar Mamba’ul Ma’arif Jombang memang mengisyaratkan dengan keilmuan, akhlaq dan agama. Namun tidak disadari bahwa kharisma dari para dzurriyah yang jadi pemimpin ini muncul. Seperti faktor usia, yang dinggap “nyungkani”. Apalagi setiap dzuriyyah dibekali dengan Pendidikan tinggi sebagai langkah kaderisasi. Para dzurriyah seperti telah disiapkan sejak dini untuk kelak memimpin pesantren.
Kharisma yang para pemimpin miliki selaku dzurriyah secara tradisional bersifat inheren dan memang dimiliki oleh putra-putri kiai. Suatu hal yang tidak mudah didapat, karena sifatnya penyematan dari lingkungan sekitar. Bukan suatu gelar yang bisa didapat melalui materi.
Kharismatik seorang pemimpin di sebuah pesantren memang secara otomatis bisa jatuh pada Ibu Nyai maupun Kiai yang memang secara garis keturunan dari pendiri, memiliki ciri dengan memperlihatkan visi, kemampuan dan keahlian. Serta Tindakan yang mendahulukan kepentingan umut yaitu kemaslahatan umat dai atas kepentingan pribadi.
Tidak Ada Diskriminasi dalam Pesantren
Faktor-faktor perempuan dapat menduduki posisi strategis di pesantren, menggambarkan bahwa tidak adanya diskriminasi di pesantren tersebut. Kemampuan dalam mengelola pesantren bisa saja dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Bu Nyai Hanifah yang awalnya tidak berkenan untuk saya wawancara, berubah menjadi bersedia saat pengurus menyampaikan keinginan peneliti untuk mewawancara dengan topik keulamaan perempuan.
Putra dan putri Kiai Bisri berjumlah enam orang. 3 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Yaitu KH. Athoillah Bisri, Nyai Hajah Mu’asshomah Bisri, Nyai Hajjah Sholihah Bisri, Nyai Hajah Musyarofah Bisri, KH. Abdul Azis Bisri. KH. Shohib Bisri. Nah dari putra putri yang jumlahnya tiga banding tiga tersbut.
Melahirkan keturunan cucu yang mayoritas perempuan, bahkan cicitnya pun juga lebih banyak perempuan. Maka kesamaan pandangan bahwa perempuan juga layak untuk menjadi pengurus, memang sudah menjadi wasiat. Mereka pun ditanamkan untuk memiliki kesempatan yang sama dalam berkarya dan mengenyam Pendidikan tinggi.
Proses pemilihan dan pengangkatan pemimpin di unit Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang, berdasarkan musyawarah mufakat berupa rapat kepengurusan. Rapat tersebut mereka adakan secara periodik. Peserta terlibat dalam musyawarah tersbut adalah para pengurus Yayasan periode sebelumnya.
Adapun untuk guru dalam proses pembelajaran, perekrutan melalui test wawancara dengan memprioritaskan alumninya. Peneliti sempat menjadi observant pasticipant saat test wawancara berlangsung. Di mana salah satu calon tenaga pendidik Bimbingan Konseling dan satunya lagi sebagai guru mata pelajaran.
Penyeleksi adalah Ning Mazidatul Fa’izah dan Ning Mirfa’un Nu’ma. Kedua penyeleksi tersebut selain sebagai pengurus yayasan juga mengelola asrama unit yaitu asrama Sunan Bonang yang konsen di tahfidzul qur’an dan Asrama Hasbulloh Sa’id.
Analisis Internal Pesantren
Ketua Yayasan menunjukkan kemampuan untuk menganalisis konteks internal pesantren dalam proses pengambilan keputusan. Beliau menilai tingkat kemajuan dan pencapaian pesantren. Terkait analisis internal beliau menaruh perhatian pada prestasi santri khususnya di level daerah.
Berdasarkan analisis terhadap performa pesantren yang ada, sebagaimana dikatakan oleh ketua Yayasan, kepala sekolah dan guru, strategi-strategi pengembangan pun mereka tentukan. Yang sudah berjalan baik dan dirasa maksimal tentu dipelihara, sedangkan masalah-masalah yang muncul selama implementasi program mereka pecahkan bersama.
Konteks internal lain dari pesantren adalah kapabilitas dan ekspektasi guru. Ketua Yayasan mencoba memahami kapabilitas para kepala sekolah di lembaga naungan yayasannya, seluruh guru baik sekolah formal maupun di unit-unit asarama menyesuaikan dalam proses manajerialnya.
Santri dalam konteks internal dipandang sebagai sebuah pusat proses pesantren. Konsekuensinya, para kiai, guru dan anggota lainnya harus memahami karakteristik santri dan ekspektasinya. Hal ini penting untuk menentukan program dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan santri.
Karatekteristik Santri
Salah satu karakteristik santri di salah satu lembaga unit sekolah, bisa berbeda kondisinya dengan lembaga Pendidikan formal lainnya. Sementara untuk santri yang bersekolah di lembaga unggulan seperti MAPK yang memiliki nilai lebih baik, ditunjang dengan program-program unggulan di madrasah tersebut.
Maka unit Pendidikan yang tertinggal tersebut harus meningkatkan performanya, pada gilirannya akan menarik input (siswa baru) yang lebih baik untuk masuk madrasah.
Hal ini mengimplikasikan bahwa latar belakang keluarga dari kondisi sosio-budaya masyarakatnya lumayan berpengaruh. Terdapat kesamaan pendapat antara ketua Yayasan, para kepala sekolah, pengasuh masing-masing unit, guru dan santri mengenai apa yang menentukan keberhasilan prestasi santri.
Berimplikasi kemampuan ketua Yayasan untuk memahami harapan para santri. Sebagaimana keterangan beberapa santri, tidak semua harapan tersebut mereka ajdikan pertimbangan serta dapat terpenuhi. Semisal pesantren tidak memfasilitasi secara penuh kegiatan ekstrakurikuler. Karena lebih terfokus pada pengembangan infrastruktur akademik.
Analisis Eksternal Pesantren
Tipe analisis kontekstual lainnya adalah analisis konteks eksternal pesantren. Ketua Yayasan dan anggota komunitas pesantren secara aktif menganalisis pengaruh-pengaruh eksternal, termasuk ekspektasi orang tua dan masyarakat. Persaingan yang ketat antar pesantren. Serta perubahan kebijakan Pendidikan. Mengenai ekspektasi orang tua dan masyarakat, ketua Yayasan yakin bahwa program Imtaq dan Iptek merupakan cara untuk memenuhi ekpektasi mereka.
Pertemuan dan rapat dengan wali santri adalah metode yang mereka gunakan untuk berkomunikasi dengan wali santri dan masyarakat. Letak pesantren yang berada di Jombang, sebagai kota yang terkenal dengan keberadaan pesantren besar dan tua, menuntut pesantren untuk memiliki kebijakan-kebijakan yang progresif dan inovatif.
Ada persaingan tinggi antar pesantren untuk menciptakan kerja sama yang efektif. Berhubungan baik dan saling support antar pesantren dalam berprestasi.
Ada empat karakteristik potensial lembaga pesantren. Pertama, bahwa pesantren tersebar di seluruh masyarakat Indonesia. Kedua, mereka ada di lokasi pedesaan di mana pesantren memelihara komunikasi yang erat dengan masyarakat lokal. Ketiga, mereka memiliki pilihan sistem sekolah asrama, waktu dapat tercurahkan untuk belajar selama 24 jam. Terakhir, pesantren adalah lembaga pendidikan akhlak. []