• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Apakah Boleh Kita Bersedih?

Kesedihan bukan aib dan tidak perlu kita tutup-tutupi, juga tidak perlu kita sebarluaskan secara berlebihan

Mamang Haerudin Mamang Haerudin
29/05/2024
in Personal
0
Apakah Boleh Kita Bersedih

Apakah Boleh Kita Bersedih

662
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Apakah boleh kita bersedih? Jawabannya tentu saja boleh. Karena bersedih merupakan salah satu fitrah manusia yang akan dialami perempuan maupun laki-laki. Mengapa kita bersedih? Tentu saja ada banyak kemungkinan penyebabnya, bisa jadi karena kehilangan sesuatu, dibohongi seseorang, tak terkecuali apabila keinginan kita tidak tercapai.

Kesedihan bukan aib dan tidak perlu kita tutup-tutupi, juga tidak perlu kita sebarluaskan secara berlebihan. Mengalir saja, sebab demikianlah siklus kehidupan, di mana setelah ada kebahagiaan, akan berganti kesedihan.

Jangankan kita, manusia mulia sekelas Nabi Muhammad Saw., saja berkali-kali pernah mengalami kesedihan yang mendalam. Bahkan pada saat itu momen kesedihannya diabadikan sebagai tahun kesedihan (‘am Al-Huzni) Nabi Saw.

Manusia tetaplah manusia, demikian seorang Nabi Saw., yang hidupnya tidak bisa lepas dari orang-orang terdekat, apakah itu keluarga maupun para sahabatnya. Sebagaimana ketika Nabi Saw., dalam keadaan bersedih, ia butuh waktu untuk menenangkan diri, agar kesedihan mampu terkelola dengan baik dan yang paling penting, tidak berlarut-larut.

Kesedihan terjadi atas kehendak Allah. Tidak ada akan ada manusia yang selamanya sedih atau selamanya tertawa bahagia. Allah menciptakan segala sesuatu sepaket dan atau berpasangan. Boleh jadi kita bersedih, hikmahnya adalah agar kita tidak lupa diri, kita akan mengetahui betapa bersyukurnya bisa tertawa bahagia.

Baca Juga:

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Hal-hal yang Tak Kita Hargai, Sampai Hidup Mengajarkan dengan Cara yang Menyakitkan

Ayat-ayat Al-Qur’an yang Menjelaskan Proses Perkembangan Janin dan Awal Kehidupan Manusia

Tidak Berlebihan

Demikian kita juga tidak boleh tertawa bahagia secara berlebihan, agar ketika bersedih tidak terperosok pada kesedihan yang mendalam. Di sini kita didorong untuk melatih diri agar bisa bersikap proporsional dalam kesedihan maupun kebahagiaan.

وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَىٰ

“Dialah Allah yang menjadikan seorang tertawa dan menangis” (QS. An-Najm: 43).

Lalu bagaimana dengan seruan “la tahzan innallaha ma’ana”? Jangan bersedih (secara berlarut dan berlebihan) karena Allah senantiasa bersama kita. Melalui seruan ini, sejak awal kita telah diberi peringatan agar jangan sampai mudah bersedih. Kesedihan yang berkenderungan negatif, sehingga akan membuat hidup kita menjadi hampa dan tak bergairah.

Jalani dan nikmati saja kesedihan sebagaimana kita menjalani dan menikmati kebahagiaan. Kita akan mampu menjalani sekaligus menikmati kesedihan karena kita memahami bahwa terdapat hikmah di dalam setiap kesedihan. Kesedihan seperti ini yang justru akan memperkokoh iman dan mental.

Biasanya dalam kesedihan itu, setiap orang akan cenderung membutuhkan sandaran untuk sekadar menumpahkan segala keluh-kesah. Karena kesedihan dan kebahagiaan datang atas kehendak Allah, maka tidak ada tempat bersandar yang paling melegakan kecuali Allah Swt.

Ada kalanya kita butuh sharing dan berbagi cerita dengan sesama, apakah itu orang tua, pasangan, teman dan lainnya. Tentu tidak terlarang, sepanjang kita menaruh percaya kepada orang tersebut. Sehingga ke depan mudah-mudahan kapanpun datang kesedihan, jauh sebelumnya kita telah mempersiapkan, lalu kita pun tidak uring-uringan.

Mengelola Kesedihan

Apakah pantas kesedihan kita sebarkan di media sosial? Sebaiknya jangan. Sebab terlalu banyak orang-orang yang gampang sekali mengungkapkan berbagai macam kesedihan. Kalau kita tidak pandai-pandai mengelola kesedihan, apalagi sampai terbuka di media sosial, khawatirnya kesedihan kita akan terus menjadi-jadi tanpa reda dan solusi.

Daripada kita menghabiskan waktu atas kesedihan yang terjadi, alangkah baiknya ke depan, kita bisa lebih waspada untuk bisa mendeteksi apa-apa saja penyebabnya. Apa-apa saja alternatif penawar kesedihan, apakah dengan munajat kepada Allah, membaca Al-Qur’an, berzikir, membaca buku, bersedekah, dll, seraya berdo’a kepada Allah, agar kesedihannya membawa keberkahan.

Apabila perlu menangis, menangislah apabila kita tengah bersedih. Secara psikologi, menangis akan menjadi salah satu solusi yang melegakan. Selebihnya kita bertawakal atau berserah diri kepada Allah, bahwa ke depan akan ada banyak kejutan demi kejutan yang membahagiakan sebagai wujud keadilan Allah setelah kita dalam kesedihan.

Tak terkecuali, kita juga boleh menuliskan pengalaman-pengalaman kesedihan kita dalam bentuk catatan harian seperti ini atau dalam bentuk buku. Tidak lain, hal ini kita lakukan agar mereka yang tengah mengalami kesedihan akan mampu bangkit dan hidup kembali dengan penulis optimis. []

 

Tags: BatinBersedihFitrahJiwa ManusiaKesehatan Mentalmanusia
Mamang Haerudin

Mamang Haerudin

Penulis, Pengurus LDNU, Dai Cahaya Hati RCTV, Founder Al-Insaaniyyah Center & literasi

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version